Definisi Kosmologi, Pengaruh Alquran Dalam Kosmologi

Definisi Kosmologi, Pengaruh Alquran Dalam Kosmologi 
 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, orang mulai melakukan pengamatan lebih rasional terhadap alam semesta. Astronomi berkembang, dari pengamatan bintang dan planet melebar ke studi struktur dan evolusi alam semesta. Lahirlah Kosmologi, Sains yang mencari pemahaman fundamental alam semesta. Kosmologi Islam menjadi contoh yang sangat bagus untuk menggambarkan hubungan antara keduanya, bagaimana Sains bisa membantu memahami Al-Quran.

Tulisan ini akan menyajikan bagaimana Islam mengajarkan Kosmologi pada umat manusia dari literatur paling utama yaitu Al-Quran. Kemudian, kita akan melihat bagaimana sains membahas dalam kasus yang sama. Bukan bermaksud untuk mencocok-cocokan agama dengan sains atau sebaliknya. Sebagai muslim tentu percaya Al-Quran mutlak kebenarannya, walau mungkin kemampuan kita belum cukup memahami maknanya. Sementara kebenaran sains itu realatif, sebuah teori dalam sains dianggap benar selama tidak ada teori yang membuktikan itu salah.

Pemaparan literatur sains yang dilakukan adalah sejauh pemahaman sains itu sendiri dan teknologi yang menyertainya. Pengamatan kita tentang alam semesta ini dalam rangka meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah, yakni dengan menyaksikan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya.
http://aang-zaeni.blogspot.com/2017/04/definisi-kosmologi-pengaruh-alquran.html

PEMBAHASAN

1. DEFINISI KOSMOLOGI

Kosmologi atau dalam bahasa inggrisnya “cosmology” adalah gabungan dari dua kata yaitu “cosmo” dan “logos” yang berasal dari Yunani. “cosmo” berarti alam semesta atau dunia yang teratur, dan “logos” berarti ilmu dengan maksud penyelidikan atau asa-asas rasional. Dengan demikian, Kosmologi adalah satu kajian berkenaan evolusi dan strukrur alam semesta yang teratur yang ada masa kini.

Kamus Webster pula mentakrifkan Kosmologi sebagai teori atau falsafah mengenai wujud alam semesta, Kamus Oxford dengan ringkas menyebutnya sebagai sains dan teori alam semesta. Kosmologi berkaitan dengan pandangan dunia (world view). Hal ini karena kajian mengenai pandangan dunia merupakan suatu percobaan untuk mengkaji bagaimana suatu kelompok manusia memandang alam natural dan supernatural, serta masyarakatnya dan diri mereka sendiri.

Menurut Tasrief S. Aliah, Kosmologi dengan akar kata “cosmos” yang brerarti ruang angkasa, adalah kajian tentang benda-benda  angkasa luar seperti bintang, black hole, quasars dll[1].

2. PENGARUH AL-QUR’AN DALAM KOSMOLOGI

Al-Qur’an memperlakukan seluruh apa yang diciptakan sebagai tanda (sign), ayat. Hal ini termasuk alam semesta dan semua yang ada di dalamnya. Menurut definisinya, ayat merujuk kepada sesuatu selain dirinya sendiri. Dengan demikian, jika dilihat dari perspektif Al-Qur’an, alam semesta dan semua yang ada di dalamnya merupakan tanda-tanda Sang Pencipta yang diciptakan melalui perintah sederhana, kun fayakun.

Baca Juga : Makalah Alquran dan Sains Modern

Teori ilmiah modern telah membuktikan bahwa bumi adalah sebagian dari gas yang panas yang memisahkan diri dan mendingin (membeku) kemudian menjadi tempat yang dihuni manusia. Tentang kebenaran teori ini, mereka berargumentasi dengan adanya volcano-vulcano, benda-benda berapi yang berada di dalam perut bumi, dan sewaktu-waktu bumi memuntahkan lahar atau benda-benda volcano yang berapi.[2] Teori modern ini sesuai dengan apa yang ditunjukkan dalam Al-Qur’an dalam firman Allah Q.S Al-Anbiyaa’ : 30 sebagai berikut:

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا ۖ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ ۖ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a dalam menafsirkan ayat tersebut, beliau berkata: “Langit itu rapat, tidak mencurahkan hujan. Bumi juga rapat, tidak menumbuhkan pepohonan. Akan tetapi ketika bumi ada penghuninya, Allah membelah langit dengan hujan dan membelah bumi dengan tetumbuhan.[3]

Baca Juga : Karakteristik Religius Yang Toleran

Seorang ahli Astronomi bernama Jean mengatakan bahwa alam ini pada mulanya adalah gas yang berserakan secara teratur di angkasa luas, sedangkan kabut-kabut atau kumpulan kosmos-kosmos itu tercipta dari gas-gas tersebut yang memadat.[4]

Dokter Gemu berkata, “ Sesungguhnya alam ini pada awal kejadiannya adalah dengan gas yang terbagi-bagi dengan teratur dan darinya pula terjadi suatu proses.[5]

Dalam Al-Qur’anul Karim kita temukan pula ayat yang menguatkan teori tersebut. Jika saja Al-Qur’an tidak mendukungnya, tentu kita menolak teori tersebut. Allah ' Azza wa Jalla berfirman:

ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati". (Q.S Al-Fushshilat : 11)

Al-Qur’an mengistilahkan permulaan terciptanya alam ini dengan “Asap”, yang menurut pemahaman orang Arab sebagai sesuatu yang bisa diraba.[6]

3. AL-QUR’AN MENDORONG MEMPELAJARI GEJALA ALAM

Disadari bahwa sains adalah baru bagian yang sangat kecil dari ilmu Allah, tak lebih dari setitik air di lautan. Kendati sangat sedikit, tidak lantas mengabaikannya. Alasannya, cukup banyak ayat dalam Al-Qur’an yang memerintahkan kita untuk berupaya mengerti proses-proses alam. Cara pengungkapan Al-Qur’an tentang gejala alam kadang general kadang juga spesifik, dan selalu siap diuji oleh manusia. Al-Qur’an sangat fantastik, sebab apa yang dikemukakan Al-Qur’an, justru banyak yang merupakan ujung-ujung dari pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh manusia.

Sebagai contoh, teori gravitasi. Dengan teori ini, kita dapat memahami mengapa bumi dalam mengitari matahari tidak terlempar dari orbit, padahal taka da tali pengikat yang menghubungkan matahari dan bumi. Newton mengatakan karena adanya gravitasi (gaya antar massa). Matahari dan bumi memiliki massa, dan karenanya mereka tarik-menarik, jadi tak perlu ada tali pengikat. Gaya antar massa itulah yang berperan sebagai tali. Newton mengerti itu. Akan tetapi, menurut pengakuannya sendiri, dia tak pernah dapat memahami bagaimana gaya antar massa itu dibangkitkan?

Einstein berupaya menjelaskan hal ini melalui teori relativitas umum. Tetapi tetap saja tak mampu memberi jawaban yang memuaskan. Orang kemudian beralih pada teori medan gravitasi, bahwa ada media pembawa gaya, sebagaimana gaya electromagnet dimediasikan oleh foton. Sebab itu orang memprediksi adanya graviton, sebagai partikel pembawa gravitasi. Namun sampai saat ini orang belum juga berhasil mengamati benar tidaknya adanya graviton. Tanpa bermaksud merendahkan upaya pencarian yang telah dilakukan oleh para saintis, toh mereka sudah berupaya mencari, kita telaah isyarat yang terdapat dalam Q.S Al-Fushshilat: 11,


Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".

Hal yang dapat dipersepsi dari ayat ini adalah bahwa bumi dan langit tunduk (sukarela) atas perintah Allah. Hal ini memberi inspirasi bahwa gravitasi tidak muncul begitu saja, sifat tarik-menarik antar massa tidak inheren atau tidak built-in dalam sifat kebendaan itu. Tetapi sesuatu yang diberikan, dan itu senantiasa dalam pengawasan Allah. Alam raya ini senantiasa tunduk kepada-Nya. Contoh lain yang tidak kalah menariknya adalah mengenai temuan bahwa alam raya ini mengembang. Saintis meyakininya berawal dari ledakan yang dahsyat (bing bang).

4. AYAT-AYAT YANG MENUNJUKKAN PENCIPTAAN ALAM SEMESTA

Dalam meruntut pembicaraan Al-Qur’an tentang Kosmologi, pemakalah dalam penentuan ayat-ayat yang terkait, mengambilnya dari konsep yang ditawarkan Achmad Baiquni tentang penciptaan alam semesta dalam bukunya Ilmu Pengetahuan Kealaman. Karena pembahasannya sejalan dengan pengetahuan Kosmologi modern. Ayat-ayat yang terkait dengan penciptaan alam tersebut adalah:

1) Al-Anbiyaa’ : 30

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا ۖ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ ۖ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?
Tema sentral Q.S Al-Anbiyaa’ adalah tentang kenabian. Ia diawali dengan uraian tentang dekatnya hari kiamat dan keberpalingan manusia dan ajakan kebenaran. Ayat ini termasuk dalam pengelompokan ayat yang berbicara tentang bukti keesaan Allah dan kuasa-Nya.

2) Q.S Al-Fushshilat : 9


قُلْ أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الْأَرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَنْدَادًا ۚ ذَٰلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah: "Sesungguhnya Patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam".
Tema Q.S Al-Fush-shilat adalah pembuktian tentang kebenaran Al-qur’an, bantahan terhadap kaum musyrikin serta ancaman terhadap mereka. Dan tuntunan kepada nabi bagaimana mengahadapi mereka.

3) Q.S Al-Fushshilat : 10

وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ  
Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.
Allah menciptakan bumi serta memperindahnya, juga menciptakan gunung yang kukuh di atasnya agar bumi yang terus berotasi itu tidak oleng.

KESIMPULAN

Sains sebagai produk manusia tak lepas dari sifat relative. Akan tetapi ia dapat menjadi sarana untuk mengerti hal yang lebih hakiki. Cara pandang kita terhadap sains tidak justru menjauhkan kita dari Allah, sebab ia adalah juga milik Allah yang tidak lebih dari setitik air di lautan.

Gejala bahwa sains berkesan bermuka ganda, dalam arti bahwa kesalamatan di satu pihak dan kerusakan pada pihak lain sebenarnya lebih disebabkan oleh kurangnya partisipasi kita, umat islam. Bahwa sains adalah sesungguhnya ayat-ayat Allah juga, mestinya seiring berjalan dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Sehingga tak perlu akhirnya ada istilah islamisasi ilmu pengetahuan sekiranya ia berada ditangan umat islam. Dengan kata lain, seharusnya umat islamlah yang menjadi dominan dalam pengembangan ilmu pengetahuan itu, kalau kita menghendaki sains senantiasa bersahabat. Dengan begitu islam akan benar-benar menjadi rahmat bagi umat seluruh alam.

PUSTAKA

Baiquni, Achmad, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, Jakarta: Dana Bhakti
 Prima Yasa, 1996, Vet. Ke-1
 Ali Ash-Shaabuuniy, Muhammad, Studi Ilmu Al-Qur’an Terjemahan dari buku At-
            Tibyan Fi Ulumil Qur’an,Bandung: Pustaka Setia,1998.
Ali Ash-Shaabuuniy, Muhammad, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, Jakarta: Pustaka
  Amani, 2001
                Konsep-konsep Kosmologi, media.isnet.org, Sabtu, 5 Oktober 2013, 20.58

Subscribe to receive free email updates: