Contoh Teks Khutbah Jumat Lengkap dan Singkat Tentang Sunnatullah dan Takdir

<Contoh Teks Khutbah Jumat Lengkap dan Singkat Tentang Sunnatullah dan Takdir>Khutbah yang singkat ini, mengetengahkan sebuah topik yang sudah sering diperbincangkan oleh berbagai kalangan yakni “Sunnatullah dan Takdir”. Kutipan ayat di awal khutbah adalah satu dari sekian ayat menegaskan secara eksplisit maupun implisit tentang kedua istilah ini. Pertama; QS. al-An’am, 96:“Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.”

Dan ayat yang kedua, QS. al-Ahzab, 62:“Sebagai  sunnah Allah yang Berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah”.
معاشر المسلمين رحمكم الله Sidang Jum’at Rahimakumullah

Kedua istilah ini yakni “Sunnatullah dan Takdir” telah memunculkan perdebatan (cukup panjang) di  kalangan ahli baik teolog maupun ilmuwan muslim. Ada kalangan yang menyamakannya, namun ada yang membedakannya. Prof. Quraisy Syihab dan Prof. Nurcholish  Madjid,  termasuk  yang  membedakan antara keduanya yakni Sunnatullah dan Takdir. Melalui mimbar khutbah  yang  singkat  ini  akan  diuraikan  secara  singkat  kedua istilah ini.

Sunnatullah: istilah ini didalam al-Qur’an sebagaimana dikutip Quraisy Shihab terulang sebanyak delapan kali, “sunnatina” satu kali dan “sunnatul awwalin” tiga kali. Kesemuanya mengacu pada (bermakna) hukum-hukum Tuhan yang pasti dan berlaku bagi masyarakat. Sering disebut pula  dengan hukum-hukum sejarah (kebudayaan dan peradaban),  dan dengan mempelajarinya akan menghasilkan  ilmu-ilmu  sosial dan humaniora.

Takdir, berasal dari kata “Qaddara” dan dari kata qodara yang  berarti  mengukur, memberi ukuran, atau  memberi  kadar,  atau  menakdirkan  demikian, berarti  Allah telah memberi kadar atau ukuran, atau batas tertentu dalam diri, sifat atau kemampuan maksimal makhluk-Nya.
https://aang-zaeni.blogspot.com/2017/03/contoh-teks-khutbah-jumat-lengkap-dan.html

Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah SWT.

Dalam  ensiklopedinya,  Prof. Nurcholish Madjid (akrab disapa  Cak Nur), mengatakan bahwa takdir adalah ketentuan Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa (baik dan buruk) dan bersifat pasti. Begitu pula di dalam karyanya yang lain; yaitu “Pintu-pintu Menuju Tuhan”, Cak Nur mengelaborasi makna takdir dengan mengutip beberapa ayat al-Qur’an (secara tekstual) dan keterangan sains modern sebagai berikut:“Dia menyingsingkan pagi, menjadikan malam untuk istirahat dan (menjadikan) matahari dan  bulan untuk  perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Kuasa lagi  Maha Mengetahui”. [QS. Al-An’am (6): 96] “Maha  suci  Tuhan  yang  telah  menciptakan  pasangan-pasangan  semuanya,  baik  dari apa yang  ditumbuhkan  oleh  bumi  dan  dari  diri  mereka  maupun  dari  apa  yang  tidak  mereka ketahui”. [QS. Yasin (36): 36] “Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui” [QS. Fushilat (41): 12]
Dalam memperhatikan ayat-ayat al-Qur’an tersebut, maka makna takdir menurut Cak Nur sebagai sistem hukum Tuhan untuk alam raya (hukum alam). Dan sebagai hukum alam tidak satupun gejala alam ini yang terlepas dari Dia, temasuk amal perbuatan manusia. Karena itu, perkataan takdir dari kata qadar sebagai derivasi dari akar kata yang sama, juga digunakan dalam pengertian hukum kepastian yang sepasti-pastinya. Karena tidak  bisa  dilawan  oleh  manusia,  maka  tidak ada  pilihan lain, kecuali tunduk, patuh dan berserah diri (pasrah) kepada takdir tersebut, seraya berusaha secara terus-menerus memahaminya dengan sebaik-baiknya, sebagai ketetapan Allah SWT.

معاشر المسلمين رحمكم الله: Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah

Jika kedua istilah tersebut “Sunnatullah dan Takdir” dipahami sebagai ketetapan Allah SWT bagi alam  semesta  maupun  manusia  dan  kehidupannya (sejarah  kebudayaan dan  peradaban),  maka di bagian akhir dari khutbah yang pendek ini; akan  memunculkan istilah yang merupakan jalan tengah antara takdir dan sunnatullah, yaitu “Sunnatullah fil-kauni dan Sunnatullah fil-Insan”.

“Sunnatullah fil-Kauni” yaitu ketentuan Allah SWT terhadap  alam semesta yang bersifatmutlak/tetap (tsabit), hanya Allah saja yang dengan kuasa-Nya dapat merubahnya, untuk membuktikan ke-Maha Kuasa-Nya (Mu’jizat-Nya). Ada yang menyebutnya dengan hukum sebab akibat, hukum alam, hukum ketepatan, hukum kepastian, hukum kesesuaian dan hukum keseimbangan yang berlaku di alam semesta ini, sejak dulu hingga kiamat. Hal ini tampak jelas, pada hukum evolusi, rotasi dan migrasi yang setiap saat kita saksikan dan kita rasakan.

Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an QS. Yasin (36): 38-39 dan 40. “(38) Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. (39) Dan telah Kami tetapkan bagi bulan  manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua. (40) Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan  malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”

Ayat yang hampir sama maknanya, terdapat pada QS. Ali-Imran (3): 90 “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”

Ayat-ayat senada cukup banyak, jika dibaca dengan cermat (critical thinking), ditindak lanjuti dengan pengamatan dan eksperimentasi, pasti akan lahir ilmu-ilmu eksak atau kemajuan, sains dan teknologi (Iptek) sebagaimana pernah dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan muslim di zaman keemasan Islam (Dinasti Umayyah dan Abbasiyah). Di dalam al-Qur’an, cukup banyak ayat yang memerintahkan untuk melakukan pengamatan dan mentafakkuri (memikirkan, merenungkan) ciptaan Allah SWT yakni  semesta  raya.

Allah SWT berfirman:“17. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan, 18. dan langit, bagaimana ia ditinggikan? 19. dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? 20. dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” [QS. Al-Ghasiyyah (88): 17-20]“
Sunnatullah fil al-Insan, yaitu ketetapan Allah SWT pada manusia dan kehidupannya. Manusia adalah bagian dari alam namun ia diberi keutamaan oleh Allah SWT berupa: diciptakan dalam bentuknya yang terbagus (ahsani taqwim/احسن  تقويم) dikaruniai kecerdasan akal, hati nurani/jiwa, instink, nafsu dan hidayah taufiq (agama). Dengan akal budi/jiwa, instink dan nafsu manusia diberi  otonomi oleh SWT untuk berkehendak dan berikhtiar, memilih dan memilah (free will-free act) tentu dengan segala konsekuansinya.

Untuk membangun kebudayaan dan peradaban. Namun, hidayah taufiq (agama) sebagai  wujud cinta  Tuhan untuk membimbing manusia agar tidak melakukan kerusakan pada sistem dan tatanan global, baik pada alam fisik maupun sosial, dengan demikian nama sunnatullah fi al-insan, sesungguhnya  berkenaan dengan dinamika sejarah (kebudayaan dan peradaban) al-Qur’an berkali-kali menyuruh  kita untuk mempelajari sejarah dan belajar dari sejarah (mengambil ibrtah dan zikra/pelajaran) sebagaimana terbaca dari ayat-ayat berikut ini.“Katakanlah: "Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu."[QS. al-An’am (6): 11]“Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan(rasul-rasul).” [QS.ali-Imran (3): 137]

Kedua ayat ini sama pesannya yaitu perintah mengembara atau menjelajah bumi ini untuk merekam beragam peristiwa masa lalu tentang jatuh banguunya kehidupan  umat manusia beserta akibatnya, positif dan negatif. Sejarah adalah rekaman masa lalu, ibarat sebuah komputer raksasa, dimana suara  bangsa-bangsa itu disimpan. Demikian ungkap seorang pemikir, filosuf dan penyair sufi ‘Allama Muhammad Iqbal. Karenanya sejarah merupakan salah satu sumber ilmu pengetahuan.

Mengakhiri  Khutbah Jumat Lengkap dan Singkat Tentang Sunnatullah dan Takdir ini, saya mengajak kita semua  membaca dan merenung kembali salah satu firman Allah:“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar......” [QS. Fushilat (41): 53]

Ayat ini  dapat dijadikan sintesa dan sekaligus sebagai rangkuman “alam semesta adalah ayat-ayat Allah SWT, yang padanya terdapat pesan kebenaran, dan bukti Kemaha kuasaan-Nya, padanya telah ditetapkan hukum sebab akibat, hukum ketepatan, kepastian, keserasihan, keseimbangan dan kepasrahan. Manusia belajar dari alam, mengambil ibrah (pelajaran) darinya untuk pengembangan Iptek demi kemajuan kebudayaan dan peradabannya. Melalui Sunnatullah (sejarah), manusia belajar darinya untuk  mengambil pesan  moralnya (‘ibrah-zikra) sebagai bekal melangkah menuju hari esok, untuk  perbaikan dan kemajuan. Semoga  Allah  SWT senantiasa membimbing kita untuk menggapai hasanah fid-dunya wal akhirat.

بارك الله لى ولكم فى القرآن العظيم ونفعنى واياكم بما فيه من الايات والذكر الحكيم وتقبل الله منى ومنكم تلاوته انه هو السميع العليم

Subscribe to receive free email updates: