<Teks Khutbah Jumat Lengkap Terbaru Eksistensi Tauhid Dalam Kehidupan> Ma’asyiral Muslimin Sidang Jum’at yang dirahmati Allah SWT. Alhamdulillah, kembali kita memanjatkan puji dan syukur ke khadirat Allah SWT. yang mana atas kodrat dan iradat-Nya jualah, sehingga dapatlah pada siang ini kembali kita bersama-sama menunaikan perintah-Nya, melaksanakan fardhu Jum’at, di masjid yang mulia dan terhormat ini.
Sebagai seorang Muslim, kita tentunya yakin dengan kepercayaan yang bulat, kokoh dan kuat, bahwa agama Islamyang kita anut ini, merupakan agama yang monotheisme, yang mengajarkan bahwa Tuhan itu Esa, Tuhan itu satu, Tuhan itu Tunggal. Tidak berbilang. Tidak dua, tidak tiga, tidak empat dan seterusnya. Allah SWT. berfirman :
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
“Katakanlah, Dia Allah itu esa (satu)” (QS.Al-Ikhlas ayat 1).
اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ “Katakanlah, Dia Allah itu esa (satu)” (QS.Al-Ikhlas ayat 1).
“Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia,yang hidup kekal lagi senantiasa berdiri sendiri” (QS. Ali‘Imran ayat 2).
Hadirin Kaum Muslimin Sedang Jumat yang berbahagia.
Dokrin tauhid yang kita pelajari,kita hayati dan kita amalkan selama ini tentunya diharapkan dapat memberikan dampak yang positif bagi kehidupan kita, terutama di dalam melaksanakan segala aktivitas sehari-hari, dengan satu sandaran yang kokoh, bahwa aktivitas yang kita laksanakan itu semata-mata hanya karena Allah SWT. “Lillaahi ta’ala” dengan maksud dan tujuan semata-mata hanya ingin meraih Ridha Allah SWT.
Dengan demikian, sebagai konsekuensi dari konsep ini, pada gilirannya akan mencetak karakter agung, jujur, suci dan teguh memegang amanah. Dengan adanya tauhid dalam Islam merupakan kekuatan yang besar, yang mampu mengatur secara tertib segala macam aktivitas kehidupan seluruh manusia yang ada di permukaan bumi ini.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Sebagai ilustrasi dalam pembahasan tentang tauhid ini, kami ingin mengemukakan sebuah cuplikan sejarah di zaman khalifah Umar bin Khathab r.a.
Suatu ketika, khalifah Umar bin Khathab r.a bertemu dengan seorang anak gembala yang sedang menghalau sekawanan kambing dipadang rumput. Kepada anak gembala tersebut Umar menanyakan, siapa pemilik kambing-kambing yang ia gembalakan tersebut. Sang anak menjawab dengan jujur bahwa kambing-kambing tersebut adalah milik majikannya. Kemudian Umar mencoba menawarkan jasa untuk membeli kambing tersebut barang satu ekor. “Sudilah wahai anak muda kamu menjualnya untuk saya, barang satu ekor”, kata Umar. Sang anak menjawab, “Maaf saya tidak bisa melakukannya, kecuali jika tuan berhubungan langsung dengan majikan saya, si pemilik kambing-kambing ini”. Umar terus membujuknya, “Kan tidak apa-apa, cuma satu ekor koq. Lagi pula, majikanmu tidak akan mengetahuinya. Bilang saja nanti, kambing tersebut telah dimakan srigala”.
Mendengar bujukan Umar ini, sang anak terdiam dan ia nampak berpikir. Dia berpikir bukan mau menjual kambing tersebut, atau menggunakan kesempatan didalam kesempitan. Tetapi ia berpikir dan
bingung terhadap sikap Umar yang menurutnya tidak pantas diucapkan oleh orang yang beriman. Akhirnya sang anakpun balik bertanya kepada Umar, “Kalau begitu”, katanya:“Fa-aina Allah?”,di mana Allah berada?”.
Hadirin Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Bagi Umar bin Khathab r.a pertanyaan yang demikian ini, kendatipun datangnya dari seorang bocah, seorang budak kecil. Walaupun pertanyaannya sangat pendek, sederhana dan polos, seperti layaknya seorang anak berta-nya. Namun demikian, bagi Umar cukup menggugah dan menggetarkan hati dan merindingkan bulu roma.
Di balik pertanyaan singkat tersebut, sang anak seakan-akan berkata, “Memang”, katanya, “saat ini seolah saya yang memiliki kambing-kambing tersebut. Saya yakin, majikan saya akan mempercayai begitu saja alasan yang saya buat. Majikan saya dapat saya tipu. Dia tidak melihat apa yang saya lakukan di sini. Dia tidak akan tahu, sebab tak seorangpun yang melihatnya. Dia tidak mempunyai spion (mata-mata) buat menyelidiki/memantau aktivitas saya. Akan tetapi?, sang anak berpikir ,”bagaimana mungkin saya dapat menipu Allah. Bukankah Allah itu Maha Melihat yang tentunya tahu apa yang saya lakukan”.
Maasyiral Muslimin Sidang Jum’at Rahimakumullah.
Terhadap kejadian ini, maka tidak heran jika Umar bin Khathab r.a ketika itu sempat mencucurkan air mata, lantaran terharu menyaksikan teguhnya keimanan sang anak gembala. Lantaran itu, pada kesempatan lain beliau temui anak tersebut dan mengajak untuk menemui sang majikan untuk memerdekakannya dari perbudakan, sehingga terbebaslah sang anak ini dari belenggu perbudakan. Kata Umar, “Kalimat FA-AINA ALLAH inilah yang memerdekakan kamu di dunia ini. Dan semoga dengan kalimat ini pula akan memerdekakan kamu di akhirat kelak”.
Demikianlah contoh pengaruh atau dampak yang ditimbulkan oleh adanya tauhid yang kuat. Ia dapat membentuk pribadi seseorang menjadi pribadi yang militan dan terpuji. Tak peduli apakah oleh kalangan atas, kalangan menengah maupun kalangan bawah. Tidak peduli anak-anak maupun orang dewasa.
Tauhid yang kuat dapat membebaskan manusia dari seribu satu macam belenggu kejahatan duniawi. Dengan tauhid yang kuat dapat membebaskan manusia dari penjajahan, perbudakan dan penghambaan, baik oleh sesama manusia maupun oleh keganasan hawa nafsu. Dengan jiwa tauhid yang tinggi seseorang akan bebas dari berbagai belenggu ketakutan dan duka cita, baik dalam kemiskinan harta, kemiskinan jabatan, kemiskinan kedudukan dsb.
Dengan jiwa tauhid yang tinggi, seseorang akan bebas dari berbagai kemelut keluh kesah, kebingungan dan rasa putus asa. Dengan tauhid yang tinggi. seorang muslim akan memiliki jiwa besar, tidak berjiwa kerdil. Kenapa demikian?, karena dengan tauhid yang tinggi akan memberikan dampak terhadap keikhlasan seseorang, yang selalu menyandarkan dirinya semata-mata hanya kepada Allah, hanya untuk Allah. Shalatnya, ibadahnya, sepak terjangnya sehari-hari, bahkan hidup dan matinya, hanya semata-mata dipersembahkan kepada Allah rabbul ‘alamin, sehingga ia tidak akan tertarik atau terpengaruh sedikitpun terhadap buaian-buaian duniawi dan tidak akan memperdulikan kepahitan hidup duniawi. Hal ini sesuai dengan pernyataan seorang muslim manakala ia melakukan shalat, yang terungkap dalam doa iftitah :
إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
“Sesungguhnya, shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, adalah untuk Allah, Tuhan yang memelihara alam semesta”.
Maasyiral Muslimin Sidang Jum’at yang berbahagia.
Tatkala Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a sudah siap dengan pasukannya untuk berangkat ke medan perang Nahrawan, datanglah seorang lelaki bernama Musafir bin Auf. Ia berharap kepada Ali bin AbiThalib agar menunda keberangkatannya ke medan perang. “Kenapa harus ditunda?”, tanya Sayyidina Ali. “Kalau berangkat sekarang juga, saya khawatir pasukan kita akan mengalami kekalahan yang hebat, karena kekuatan kita tidak berimbang dengan kekuatan musuh, terutama dari segi jumlah”, jawab Musafir bin Auf. “Tidak perlu takut dan gentar saudaraku, Allah bersama kita”. Pasukan terus bergerak, dan berkat Tauhid yang kuat, Ali bin Abi Thalib bersama pasukannya, terus maju dan maju terus bertempur dimedan laga, dengan semangat yang menyala-nyala, sambil bertawakkal kepadaAllah, hingga akhirnya sejarah membuktikan, Ali bin Abi Thalib dan pasukannya berada dipihak yang menang.
Dari uraian singkat Teks Khutbah Jumat Lengkap Terbaru Eksistensi Tauhid Dalam Kehidupan ini, dapatlah kita simpulkan bahwa tauhid merupakan kepercayaan mutlak tentang keesaan Allah SWT yang berurat berakar dalam hati sanubari muslim dan merupakan cerminan untuk mengukur tingkat keikhlasan seseorang dalam menjalani hidup dan kehidupan di dunia ini.
Tauhid adalah akar, dasar dan landasan sekaligus pokok ajaran Islam yang mau tidak mau harus dipegangi dengan erat kuat oleh setiap muslim.
Seorang pemikir Islam terkemuka, Abul A’la Al-Maududi menyimpulkan, bahwa eksistensi tauhid dalam kehidupan seorang muslim sehari-hari, antara lain adalah :
- Tauhid dapat menjauhkan manusia dari pandangan yang sempit dan picik;
- Tauhid dapat menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri;
- Tauhid dapat menumbuhkan sifatrendah hati dan khidmat;
- Tauhid dapat membentuk manusia menjadi jujur dan adil;
- Tauhid dapat menghilangkan sifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi;
- Tauhid dapat membentuk pendirian yang teguh, sabar/tabah dan optimis;
- Tauhid dapat menanamkan sifat kesatria dan semangat berani berkorban, tidak gentar menghadapi berbagai risiko, bahkan tidak takut terhadap mati;
- Tauhid dapat menciptakan sikap hidup yang damai dan penuh ridha;
- Tauhid dapat membentuk manusia menjadi patuh, taat dan disiplin dalam menjalankan peraturan Ilahi.
Akhirnya, izinkanlah dalam kesempatan ini kami mengajak kepada para jamaah sekalian, marilah kita bersama-sama menjaga dan meningkatkan nilai-nilai ketauhidan kita masing-masing, agar kita benar-benar menjadi hamba Allah yang senantiasa tunduk dan patuh hanya kepada-Nya semata. Ammiin YRA.