Masyarakat Islam adalah masyarakat yang bersandar pada aqidah dan aturan-aturan Islam yang bersumber pada Al-Qur’an Al-Karim dan As Sunnah. Masyarakat Islam adalah masyarakat yang menjadikan Islam sebagai konsepsi kehidupannya, konstitusi pemerintahannya, sumber hukumnya, serta penentu arahnya dalam seluruh aspek kehidupan. Tidaklah mengherankan, di dalam ajaran dan hukum-hukum Islam sarat dengan prinsip-prinsip keadilan yang pernah ditarapkan sejak masa Rasulullah SAW. Hal ini tidak lain karena kesempurnaan Islam yang berasal dari Dzat Yang maha Adil dan Sempurna, sebagaimana firmannya:“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu (Islam) dan telah Kucukupkan nikmatKu kepadamu, dan telah Kuridlai Islam menjadi agama bagimu”(QS. Al Maidah:3)
Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa Islam merupakan nikmat Allah yang paling besar bagi ummat Islam dengan disempurnakannya agama mereka yang tidak lagi membutuhkan agama (ajaran, sistem hidup, sumber hukum) yang lain. Juga tidak lagi membutuhkan Nabi selain Nabi Muhammad SAW. Hal ini pula yang menyebabkan Rasulullah Muhammad saw menjadi nabi akhir zaman dan pamungkas yang dibangkitkan untuk manusia dan jin, yang tidak ada hukum halal dan haram kecuali yang dihalalkan dan diharamkan Allah dan tidsak ada agama kecuali yang disyariatkan Allah (Tafsir IbnuKatsir, juz II: 18).
Baca Juga>Nilai Ilahiyah Sebagai Nilai Utama Dan Universal
>Paradigma Keberagaman Inklusif Toleran dan Damai
>Makalah Khutbah Jumat: Keutamaan Shalat
Meskipun demikian, hal ini tidak berarti masyarakat Islam memvonis mati setiap unsur lain di dalam masyarakatnya yang kebetulan memeluk agama selain Islam. Perlu diketahui bahwa makna keadilan dalam ayat di atas berlaku umum bagi siapapun dalam arti lintas warna kulit, bahasa, ras, suku, bangsa, maupun agama. Untuk itulah Islam memberikan landasan kuat berupa sikap yang ditegaskan dalam firman Allah SWT. :“Allah tidak melarang kamu (kaum muslimin) untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
Allah SWT. menurunkan syariat Islam kepada Rasulullah SAW sebagai rahmatan lil‘alamiin (rahmat bagi seluruh alam). Kehadiran Rasulullah SAW dengan membawa wahyu Allah (AlQuran) dan perilaku beliau dibimbing wahyu tersebut telah menjadikan perilaku beliau, tutur katanya sebagai hukum syara’ dan teladan bagi manusia.“Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”(QS. Al Anbiya: 107).
Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa Islam merupakan nikmat Allah yang paling besar bagi ummat Islam dengan disempurnakannya agama mereka yang tidak lagi membutuhkan agama (ajaran, sistem hidup, sumber hukum) yang lain. Juga tidak lagi membutuhkan Nabi selain Nabi Muhammad SAW. Hal ini pula yang menyebabkan Rasulullah Muhammad saw menjadi nabi akhir zaman dan pamungkas yang dibangkitkan untuk manusia dan jin, yang tidak ada hukum halal dan haram kecuali yang dihalalkan dan diharamkan Allah dan tidsak ada agama kecuali yang disyariatkan Allah (Tafsir IbnuKatsir, juz II: 18).
Baca Juga>Nilai Ilahiyah Sebagai Nilai Utama Dan Universal
>Paradigma Keberagaman Inklusif Toleran dan Damai
>Makalah Khutbah Jumat: Keutamaan Shalat
Meskipun demikian, hal ini tidak berarti masyarakat Islam memvonis mati setiap unsur lain di dalam masyarakatnya yang kebetulan memeluk agama selain Islam. Perlu diketahui bahwa makna keadilan dalam ayat di atas berlaku umum bagi siapapun dalam arti lintas warna kulit, bahasa, ras, suku, bangsa, maupun agama. Untuk itulah Islam memberikan landasan kuat berupa sikap yang ditegaskan dalam firman Allah SWT. :“Allah tidak melarang kamu (kaum muslimin) untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
Allah SWT. menurunkan syariat Islam kepada Rasulullah SAW sebagai rahmatan lil‘alamiin (rahmat bagi seluruh alam). Kehadiran Rasulullah SAW dengan membawa wahyu Allah (AlQuran) dan perilaku beliau dibimbing wahyu tersebut telah menjadikan perilaku beliau, tutur katanya sebagai hukum syara’ dan teladan bagi manusia.“Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”(QS. Al Anbiya: 107).
Selain itu, kesempurnaan dan luasnya cakupan yang terdapat dalam Islam menjadikan tidak ada satu perkarapun yang luput dari nilai dan hukumnya, sehingga hal tersebut menunjukkan ketelitian, keagungan, kesempurnaan syariat Islam dalam mengatur manusia dan alam semesta. Allah SWT. berfirman:“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (AlQuran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri” (QS. An Nahl: 89).
Berdasarkan hal ini, maka seorang muslim tidak selayaknya berpaling dan beralih kepada aturan dan nilai yang lain. Apalagi jika sistem hukum tersebut merupakan produk manusia yang sarat dengan kelemahan dan keterbatasan. Jika Allah SWT telah memberikan kepada kita aturan kehidupan sempurna dan lengkap maka tidak boleh bagi seorang muslim berpaling dari aturanNya itu. Allah SWT berfirman:“Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan (hukum), akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan rasulNya maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata”(QS. AlAhzab:36)
Oleh sebab itulah, siapapun orangnya, apapun juga jabatannya, selama ia seorang mukmin yang meyakini pada kebenaran dan kesempurnaan hukum Allah maka wajib baginya untukmenerapkan dan mengikuti aturan yang telah Allah tentukan.“Maka putuskanlah perkara atas mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu”(QS. Al Maa-idah: 48)
Imam Al-Qasimiy dalam kitab Mukhtashar Tafsir Al-Qur’anAl-Karim menyatakan bahwa pengertian “fahkum bainahum bimaa anzalallahu” tersebut bermakna diterapkan pula di tengah ahlul kitab jika mereka merujuk kepadamu (Muhammad). Imam Nasafiy menyatakan: “Allah SWT mengingatkan tentang diturunkannya Taurat kepada Musa as. kemudian diturunkannya Injil kepada Isa as.,setelah itu diturunkannya Al-Qur’an Al-Karim kepada Muhammad saw dan hal itu bukan sekdar untuk didengar saja, melainkan untuk diterapkan ”(Perhatikan kitab Mukhtashar min Mahaasini at Takwil karya Imam Al Qasimiy).
Demikianlah penjelasan tentang Islam Agama Rahmatan Lil alamin Beserta Indikatornya, setiap muslim berkewajiban memperlakukan seluruh manusia dengan kebajikan dan keadilan, meski mereka tidak beragama Islam, selama mereka tidak memerangi, membuat makar, dan memusuhi kaum muslimin.
Oleh sebab itulah, siapapun orangnya, apapun juga jabatannya, selama ia seorang mukmin yang meyakini pada kebenaran dan kesempurnaan hukum Allah maka wajib baginya untukmenerapkan dan mengikuti aturan yang telah Allah tentukan.“Maka putuskanlah perkara atas mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu”(QS. Al Maa-idah: 48)
Imam Al-Qasimiy dalam kitab Mukhtashar Tafsir Al-Qur’anAl-Karim menyatakan bahwa pengertian “fahkum bainahum bimaa anzalallahu” tersebut bermakna diterapkan pula di tengah ahlul kitab jika mereka merujuk kepadamu (Muhammad). Imam Nasafiy menyatakan: “Allah SWT mengingatkan tentang diturunkannya Taurat kepada Musa as. kemudian diturunkannya Injil kepada Isa as.,setelah itu diturunkannya Al-Qur’an Al-Karim kepada Muhammad saw dan hal itu bukan sekdar untuk didengar saja, melainkan untuk diterapkan ”(Perhatikan kitab Mukhtashar min Mahaasini at Takwil karya Imam Al Qasimiy).
Demikianlah penjelasan tentang Islam Agama Rahmatan Lil alamin Beserta Indikatornya, setiap muslim berkewajiban memperlakukan seluruh manusia dengan kebajikan dan keadilan, meski mereka tidak beragama Islam, selama mereka tidak memerangi, membuat makar, dan memusuhi kaum muslimin.