Teks Khutbah Jumat Singkat Padat: Refleksi Nasional Pendidikan Kita

<Teks Khutbah Jumat Singkat Padat: Refleksi Nasional Pendidikan Kita> Ma’asyiral Muslimin rahimakum Allah, sidang Jumat yang dimuliakan Allah SWT. Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah s.w.t. karena pada hari ini kita masih diberikan karunia kesehatan, keIslaman dan keimanan untuk melakukan shalat Jumat berjamaah. Selanjutnya, marilah kita memperbaharui semangat taqwa kita kepada Allah SWT dengan menjalankan seluruh perintahNya dan menjauhi seluruh laranganNya. Shalawat dan salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Semoga amal ibadah, amal shaleh, amal jariyah serta ketaqwaan yang kita laksanakan selama ini senantiasa mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin, amin, ya rabbal alamin.

Hari ini tanggal 2 Mei 2014 merupakan hari yang amat bermakna dalam dunia pendidikan kita, karena pada momen tersebut kita memperingatinya sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Karena itu tepat kiranya jika dalam khotbah Jumat kali ini kita melakukan refleksi terhadap wajah pendidikan nasional dan peranan agama (baca: Islam) dalam pembangunan pendidikan. Untuk itu perkenankanlah saya menyampaikan beberapa prestasi sekaligus kondisi terkini pendidikan di tanah air dan bagaimana peran agama dan umat Islam.

Baca Juga>Definisi Kepemimpinan, Tifologi, Fungsi, dan Potret Ideal Kepemimpinan

Kita mengakui bahwa saat ini telah banyak kebijakan Pemerintah yang berupaya meningkatkan kualitas pendidikan dan profesionalisme pendidik (khususnya guru dan dosen), sehingga guru sekarang tidak lagi digambarkan sebagai Umar Bakrie yang bergaji rendah, dan pahlawan tanpa tanda jasa, melainkan guru saat ini sudah berjas dan berdasi dengan tanda jasa yang memadai. Kelayakan sekolah, madrasah dan perguruan tinggi pun telah dikembangkan melalui proses akreditasi dan standarisasi. Demikian pula halnya dengan kurikulum yang senantiasa diperbaharui untuk menjawab tantangan zaman.
http://aang-zaeni.blogspot.com/2017/05/teks-khutbah-jumat-singkat-padat.html

Namun demikian, di sisi lain, dunia pendidikan kita juga masih menghadapi berbagai problem yang rumit seputar masalah kekerasan dan perilaku amoral. Masalah kekerasan ternyata terus menerus terjadi dalam dunia pendidikan kita. Jika beberapa tahun yang lalu kita mendengar berita tentang tawuran antarpelajar, ataupun bentrok antarmahasiswa, terutama yang terjadi di beberapa kota besar, munculnya berbagai gank, kini kekerasan tersebut bahkan masuk ke ranah struktural. Kasus pemukulan mahasiswa senior kepada yuniornya yang terjadi pada tahun 1994 di IPDN, ternyata berulang berkali kali pada 1995, 1997, 1999, 2000, 2003, 2007, hingga tahun 2014.Dengan demikian kasus kekerasan di kampus tersebut telah dijumpai sejak 20 tahun yang lalu, dan hingga sekarang pun belum menunjukkan tanda-tanda perubahan. Minggu ini juga diliput berita seputar penganiayaan 7 orang mahasiswa senior STIP kepada yuniornya sehingga mengakibatkan 1 korban tewas pada 25 April 2014 (30/04/2014 Tribun Jogja). Dari kasus ke kasus tersebut, walaupun pelakuknya telah diadili dan dihukum, ternyata tidak mampu mencegah terulangnya kasus serupa di kemudian hari.

Baca Juga>Hukum HAM dan Demokrasi dalam Islam

Selain itu, dunia pendidikan kita juga telah tercoreng oleh perilaku amoral baik yang dilakukan oleh sesama pelajar maupun karyawan atau bahkan guru. Beberapa bulan yang lalu beredar tayangan perbuatan tak pantas di ruang kelas yang dilakukan oleh siswi beserta kawan-kawanya yang terjadi di salah satu SMPN di Jakarta. Masih ramai pula pemberitaan kasus pelecehan seksual terhadap anak usia dini di Jakarta International School (JIS) yang sampai kini masih dalam proses penanganan pihak kepolisian. Perlu kita ketahui bahwa walaupun beberapa kasus negatif tersebut terjadi di sebagian kecil lembaga pendidikan, tegasnya tidak semua lembaga, namun karena nila setitik rusak susu sebelanga. Pastilah kasus tersebut dapat merusak citra dunia pendidikan kita.

Dampak dari perilaku kekerasan dan amoral tersebut bersifat sistemik yang dapat membawa pada kehancuran suatu masyarakat dan bangsa. Thomas Lickona (seorang profesor pendidikan dari Cortland University) mengungkapkan bahwa ada sepuluh tanda jaman yang kini terjadi, tetapi harus diwaspadai karena dapat membawa bangsa menuju jurang kehancuran. 10 tanda jaman itu adalah:
  1. meningkatnya kekerasan di kalangan remaja/masyarakat;
  2. penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk/tidak baku;
  3. menguatnya pengaruh peer-group (geng) dalam tindak kekerasan;
  4. meningkatnya perilaku merusak diri seperti konsumsi narkoba, alkohol dan seks bebas;
  5. semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk;
  6. menurunnya etos kerja;
  7. semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru;
  8. rendahnya rasa tanggung jawab individu dan kelompok;
  9. membudayanya kebohongan/ketidakjujuran, dan
  10. adanya rasa saling curiga dan kebencian antar sesama.
Terkait dengan hal ini, Ahmad Syauqi menyebutkan dalam salah satu sya’irnya bahwa: innama al-umam al-akhlaqu ma, wa in hummuhum dzahabat akhlaquhum dzahabuu, sesungguhnya eksisnya suatu umat adalah karena akhlak, jika mereka meremehkan akhlaknya maka hancurlah umat tersebut. Abu Bakr Jabir al-Jazairi dalam kitabnya yang berjudul Minhaj al-Muslim menyatakan bahwa jika suatu umat meremehkan pendidikan akhkak yang mulia, bahkan tidak memperhatikan perkembangan nilai-nilai kebaikan, atau mendidiknya dengan pendidikan yang jelek sehingga perilaku buruk digemari dan perilaku baik malah dibenci, maka jadilah ucapan dan tindakan kejelekan tersebut terbiasa, dan umat itupun memiliki identitas akhlak tercela.

Ma’asyiral Muslimin rahimakum Allah, sidang Jumat yang dimuliakan Allah SWT

Semua peristiwa tersebut dan peristiwa lain yang tidak sempat disampaikan dalam forum khutbah ini tentulah menandai semakin pentingnya pendidikan akhlak dan agama di keluarga, sekolah dan masyarakat. Kekerasan dan perilaku amoral tidak sepatutnya terjadi di lembaga pendidikan yang diharapkan menanamkan nilai-nilai kebaikan. Oleh karena itu marilah kita bersama-sama meningkatkan keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia dimulai dari diri kita sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa. Sebagaimana hal tersebut merupakan anjuran dalam Alquran yang menyatakan:"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat"( QS. 26: 214).

Peran Islam dalam mencegah perilaku kekerasan dan perbuatan amoral bersifat preventif, dan oleh karenanya sebagai Muslim kita perlu menjadikan akhlak mulia sebagai kepribadian diri kita yang dapat membentengi dari terjermus pada perbuatan tercela. Sebab, akhlak mulia ini merupakan misi utama Nabi Muhammad SAW, sebagaimana sabdanya: innama bu’itstu li utammima makarima al-akhlaq, sesungguhnya aku ini diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (Hadits Shahih Riwayat Bukhari, Ahmad, dan lain-lain). Dalam Hadits yang lain disebutkan bahwa: al-birru khusnu al-khuluq, kebaikan itu adalah akhlak yang mulia (HR Bukhari). Dan juga hadits Nabi SAW yang menyatakan bahwa akmal al-Mu’minina imanan ahsanuhum khuluqan, sesempurna-sempurnanya iman seorang Mukmin adalah yang paling mulia akhlaknya (HR Ahmad dan Abu Daud).

Ma’asyiral Muslimin rahimakum Allah, sidang Jumat yang dimuliakan Allah SWT

Akhirnya, saya mengajak kepada kita semua untuk menjadikan akhlak mulia sebagai kepribadian kita dimanapun kita berada, apakah di rumah, kantor, kampus atau sekolah, maupun dalam pergaulan di tengah masyarakat. Dengan cara seperti itu berarti kita telah ikut serta berperan dalam membangun keluarga, masyarakat dan bangsa yang berakhlak mulia yang jauh dari perilaku kekerasan dan perbuatan amoral. Dengan kita menjaga nilai-nilai luhur tersebut berarti kita sebagai umat Islam telah ikut ambil bagian dalam membangun citra pendidikan, umat dan bangsa yang positif, berbudaya luhur, bermartabat, dan berkemajuan. Amin 3x yaa Rabbal Alamin...

Subscribe to receive free email updates: