Contoh Makalah Metode Dakwah Islam Yang Benar

Contoh Makalah Metode Dakwah Islam Yang Benar
“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah yang berkuasa atas mereka, tetapi orang yang berpaling dan kafir, maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar,” (QS Al-Ghasyiyah [88]: 21-24).
Islam adalah agama tauhid yang membawa kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan hidup manusia di dunia dan akhirat. Islam dianut, tumbuh dan menjadi besar bukan dengan paksaan dan kekerasan politik, melainkan dengan jalan dakwah yang damai, bijaksana, dan santun. Namun, belakangan ini, citra Islam sebagai agama yang santun telah tercoreng ulah segelintir kelompok yang tak sabar, frustasi, dan memilih jalan kekerasan.

Globalisasi dan kemajuan dunia modern, telah mempertemukan banyak manusia dengan segala kepentingan, ideologi, etnis dan politik. Hal ini merupakan wilayah dan tantangan dakwah Islam yang tak dapat dihindari. Tentu saja tantangan ini, harus direspon dengan dakwah yang bijaksana, simpati, santun dan teladan yang baik. Jika Islam disebarkan dengan caci maki, permusuhan, dan paksaan, maka Islam akan kehilangan rahmatnya dan dijauhi penganutnya.

Baca Juga > Aplikasi Iman dan Nilainya Dlm Kehidupan

Era global yang ditandai dengan ledakan informasi telah menjadikan dunia ini sebagai “kampung besar”. Dengan teknologi informasi yang serba canggih, tidak ada lagi sekat pemisah antara satu individu dan individu lainnya, di negara mana pun ia berada. Komunikasi yang terjalin tidak hanya dalam bentuk audio tetapi juga audio-visual. Melalui sistem informasi jaringan, kita dapat mengakses berbagai informasi kapan dan di mana pun. Peristiwa demi peristiwa bisa kita simak secara live. Semua sendi kehidupan manusia, bisa kita ketahui, baik melalui media cetak maupun media elektronik. Koran-koran, majalah, buku-buku, radio, televisi, telepon, internet, dan jenis alat informasi lainnya, bisa kita gunakan dengan mudah untuk berbagai keperluan.
http://aang-zaeni.blogspot.com/2017/05/contoh-makalah-metode-dakwah-islam-yang.html

Tantangan Dakwah Kemudahan-kemudahan itu tidak hanya berdampak positif dalam membantu mempermudah aktivitas, tetapi juga berdampak negatif. Beragam kejahatan kriminal hampir terjadi di mana-mana. Globalisasi memberi ruang baru tindak kejahatan, seperti pencurian, penodongan, perjudian, pelacuran, perzinaan, pemerkosaan, minum-minuman keras, hingga penggunaan obat-obatan terlarang. Cafe-cafe dan diskotik-diskotik yang menyajikan tarian-tarian erotis para penari malam adalah bagian dari kemunkaran-kemunkaran yang mucul di era konsumerisme dan hedonisme ini.

Ketika sebagian orang kena “virus” konsumerisme dan hedonisme, giliran sikap hidup berikutnya adalah permifisme. Orang cenderung bersikap serba boleh selama menurut pandangannya tidak merugikan pihak lain. Perilaku dan tindakan manusia tidak lagi mengacu kepada norma baik dan buruk, layak atau tidak, sopan atau norak, menurut norma moral dan etika Islam, tetapi yang menjadi ukuran adalah happy atau tidak.

Dalam konteks seperti itulah lahir beragam perilaku dan tindakan yang oleh sebagian kalangan dipandang asusila dan amoral karena bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Merebaknya media-media yang berbau pornografis dan tontotan-tontonan pornoaksi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sikap hidup yang permisif. Orang tidak lagi malu atau tabu untuk menjadi photo model sebuah media massa dengan memperlihatkan kemolekan tubuh atau aksi panggung yang mempertontokan goyangan erotis.

Fenomena inilah yang membuat sebagian kaum muslim gerah dan terusik nuraninya untuk segera mengubahnya ke arah yang baik. Ia merasa lemah imannya dan berdosa apabila tidak bergerak atau membiarkan kemunkaran tersebut terus berlangsung. Kepedulian mereka akan moral anak bangsa masa depan memang patut mendapat acungan jempol. Maka segala sarana yang berjurus pada kerusakan moral itu harus segera diberantas. Inilah yang menjadi tantangan dakwah.

Sebagian kaum muslim ada yang cepat habis kesabarannya dan mereka ingin segera “memusnahkan” kemunkaran. Pentungan dan lemparan batu menjadi saran yang paling mudah dan paling cepat untuk membasni segala biang kerusakan moral. Tak hanya gedung dan fasilitas perkantoran yang rusak, aparat kepolisian dan para demontsran juga harus luka berdarah ketika bentrok di antara meraka tak terhindarkan. Apakah memberantas kemunkaran dalam rangka dakwah dengan cara kekerasan merupakan cara terbaik dan efektif? Tentu saja tidak!

Dakwah Persuasif Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali menjelaskan tentang tingkatan-tingkatan dalam nahi munkar. Pertama, memberi penerangan kepada orang yang hendak diubah perbuatannya, sebab adakalanya seseorang melakukan suatu kemunkaran itu dengan sebab tidak tahu atau kebodohannya, sehingga apabila setelah diberi tahu, mungkin sekali ia akan meninggalkannya. Kedua, melarang orang yang berbuat kemunkaran itu dengan memberi nasehat yang baik serta menakut-nakuti akan siksa Allah Swt. Ketiga, melarang dengan tegas, tetapi tetap harus menghindari kata-kata yang kasar (tidak sopan). Ini perlu dilakukan apabila dengan kelemahlembutan tidak membekas. Keempat, melarang kemunkaran dengan menggunakan kekuasaan. Cara ini dilakukan sebagai usaha terakhir. Misalnya dengan menggunakan tangan seperti membuang atau menuangkan arak, merusak alat yang digunakan untuk melakukannya yang dimiliki oleh orang yang berbuat itu atau menyingkirkan dirinya sehingga tidak dapat melakukan kemunkaran itu lagi.

Dalam tahap keempat di atas, Imam Ghazali melegalkan melakukan pengrusakan, tetapi dilakukan oleh aparat keamanan negara. Semua kegiatan pemusnahan fasilitas kemunkaran itu juga harus berdasarkan pertimbangan hukum yang diputuskan oleh aparat yang berwenang. Oleh sebab itu, Imam Ghazali memberikan batasan-batasan kesopanan yang harus dipenuhi oleh seseorang yang melakukan nahi munkar. Pertama, berilmu, ia mengetahui mana-mana kejadian atau peristiwa yang perlu di-amarmakruf-kan dan di-nahimunkar-kan. Kedua, wara’, hendaklah melarang orang yang melakukannya dengan niat semata-mata untuk agama dan memperoleh keridaan Allah Swt. Ketiga, berbudi baik, sehingga orang yang bertugas sedapat mungkin tetap menunjukkan sikap sopan, lemah lembut dan ramah kepada siapa pun, terutama orang yang hendak diinsafkan kesalahannya.

Mengenai sopan santun dan ramah dalam nahi munkar, terdapat satu kisah menarik yang dialami oleh Khalifah Al-Ma’mun. Suatu saat, ia kedatangan seorang “demonstran” yang menasihatinya dengan menggunakan kata-kata yang keras dan kasar. Khalifah itu dengan tenang berkata, “Bersikap lunaklah, wahai kawan. Sebenarnya Allah sudah mengutus orang yang lebih baik daripada kamu kepada orang yang lebih buruk kelakuannya daripada kelakuanku.” Orang yang dimaksud oleh Khalifah Al-ma’mun adalah Musa dan Harun ketika berdakwah kepada Fir’aun.

Apabila kita menelusuri perjalanan dakwah para Nabi, mungkin tidak ada yang paling berat tantanganya daripada yang dihadapi oleh Nabi Musa. Mayoritas nabi-nabi, baik sebelum maupun sesudah Nabi Musa, mereka berdakwah kepada orang-orang musyrik, yang berarti mereka masih bertuhan, dan kepada ahli kitab, seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Sedangkan yang dihadapi oleh Nabi Musa adalah sosok yang justru mengaku sebagai tuhan. Tapi bagaimana dakwah Musa kepada sosok thaghut itu? Allah berfirman, “Maka katakanlah (hai Musa dan Harun) kepada (Fir’aun) dengan ucapan yang lemah lembut, barangkali ia suka ingat atau takut,” (QS Thaha [20]: 44).

Jika kemunkaran dibalas dengan pengrusakan, tentu saja tidak akan menyelesaikan masalah, malah mungkin akan timbul masalah baru. Karena kita hidup di negara hukum, maka segala hal yang berkaitan dengan pelanggaran hukum harus diselesaikan secara hukum dan oleh aparat penegak hukum. Tidak bisa main hakim sendiri. Jika para penegak hukum tidak mampu menanganinya, itu di luar tanggung jawab “para ulama”. Ulama hanya berperan sebagai pengimbau dan pengingat bahwa “yang itu salah” dan “yang itu tidak benar”. Apakah mereka yang dihimbau itu menerima atau tidak, itu di luar tanggung jawab “para penyeru kebenaran” itu. Mereka tidak berwenang untuk memaksa.

Kepedulian terhadap moral bangsa dan kebencian terhadap kemunkaran tidak mesti ditempuh dengan “serang sana” dan “timpuk sini.” Penulis tidak setuju dengan kemunkaran yang akan merusak moral bangsa sama dengan tidak setujunya memberantas kemunkaran itu dengan aksi perusakan. Dakwah persuasif lebih elegan daripada dakwah anarkis dan egois.

Dakwah Islam masa depan adalah dakwah yang mampu beradaptasi, bertoleransi, dan harmonisasi dengan lingkungannya. Sehingga dakwah Islam dapat menjadi pencerahan pemikiran, solusi atas problem kehidupan, dan membawa kesejahteraan dan kenyamanan hidup. Inilah Islam yang damai, agama dunia dan rahmatanlil’alamin. Wallahu’alambishawab.

Subscribe to receive free email updates: