Hadits Shahih, Syarat Hadits Shahih, Hukum, Tingkatan, Pembagian, Martabat, Status Kehujjahan Hadits Shahih

Hadits Shahih, Syarat Hadits Shahih, Hukum, Tingkatan, Pembagian, Martabat, Status Kehujjahan Hadits Shahih

PENDAHULUAN

Hadits atau sunnah Nabi SAW yang mempunyai pengertian perkataan, perbuatan, taqrir dan lain-lain sifat dari Nabi saw diyakini oleh sebagain besar umat islam sebagai sumber agama islam yang berasal dari wahyu Allah SWT. Keyakinan tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa sebagai wahyu Allah yang ghairu matluw. Hadits mempunyai sifat yang khusus, yaitu hakekat dari hadits adalah dari Allah SWT. Meneliti suatu berita, merupakan bagian dari upaya membenarkan yang benar dan membatalkan yang batil. Kaum Muslim sangat besar perhatiannya dalam segi ini baik untuk menetapkan suatu pengetahuan atau pengambilan suatu dalil.

Pada hakekatnya, perbedaan pendapat atau pandangan yang diakibatkan oleh interpretasi yang berbeda adalah merupakan hal yang wajar, asalkan masih dalam batas-batas kaidah umum yang disepakati. Yang tdak wajar adalah pandangan yang menyimpang dari kaidah umum tersebut dan dalam memahami dan menginterpretasikan nas tidak mempertimbangkan hal-hal yang sangat erat berkaitan dengan masalah dimaksud.

Dalam makalah ini saya menguraikan tentang hadist shahih yang pengertiannya. Hadits yang bersambung sanadnya, yang diriwayatkan oleh rawi yang adalah dari zabit dari rawi lain yang (juga) adalah dari zabit sampai akhir sanad, dan hadits itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (illat)
http://aang-zaeni.blogspot.com/2017/05/hadits-shahih-syarat-hadits-shahih.html

PEMBAHASAN

A. HADITS SHAHIH
1). Definisinya
  • Menurut bahasa Shahih lawan dari sakit. Hakiki bagi fisik, majaz bagi hadits dan untuk semua pengertian
  • Menurut istilah Hadits yang bersambung sanadnya diriwayatkan oleh orang yang adil bali kuat daya ingatannya dari yang semisalnya hingga puncak akhirnya terhindar dari syadz dan cacat
2). Penjelasan definisi
Definisi tersebut mengandung beberapa masalah yang wajib dipenuhinya agar menjadi hadits shahih, hal-hal itu adalah :
  • Bersambung sanadnya artinya bab-bab perawi dari perawi lain benar-benar mengambil secara langsung dari orang yang ditanyanya, dari sejak awal hingga akhir sanadnya.
  • Adilnya para perawi artinya tiap-tiap perawi itu seorang Muslim baligh bukan fasiq dan tidak pula jelek perilakunya.
  • Kuatnya hafalan pada perawinya masing-masing perawinya sempuna daya ingatannya, baik berupa kuat ingatan dalam dada maupun dalam kitab.
  • Tidak ada syadz (bertentangan) artinya hadits itu benar-benar tidak syadz dalam arti bertentangan atau menyelisihi orang yang terpercaya dari lainnya.
  • Tidak ada cacat (illat) hadits itu tidak ada cacatnya dalam arti adanya sebab yang menutup tersembunyi yang dapat mencederai pada keshahihan hadits, seentara dlahirnya selamat dari cacat.
B. SYARAT-SYARATNYA

Nampak jelaslah dari definisi tersebut bahwa syarat-syarat hadits shahih yang harus dipenuhi hingga benar-benar menjadi shahih ada lima yaitu : bersambung sanadnya, bersifat adi para perawinya, kuatnya daya ingatan perawi-perawinya, tidak adanya cacat dan tidak adanya kejanggalan (syadz). Maka apabila hilang salah satu syarat yang lima itu maka pada saat itu hadits tidak dapat dikatakan shahih.

C. HUKUMNYA

Wajib diamalkan sesuai dengan ijma’ ahli hadits dan segolongan ahli ushul dan para fuqaha’, maka ia merupakan salah satu dasar dari dasar-dasar syara’, seorang Muslim tidak ada lapangan untuk meninggalkan mengamalkannya.

D. TINGKATAN-TINGKATANNYA

Hadits shahih mempunyai beberapa tingkatan :
  1. Tingkatan yang paling tinggi aalah yang diriwayatkan dengan sanad yang termasuk paling shahihnya sanad, seperti Imam Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar.
  2. Tingkatan yanglebih rendah dari tiu adalah hadist yang diriwayatkan dari jalan rawi-rawi sanadyang pertama seperti riwayad hammad bin salamah dari tsabit dari anas.
  3. Dan tingkatan yang paling rendah lagi dalah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang ternyata mempunyai sifat tsiqat yang lebih rendah, seperti riwayat suhail bin abi shalih dari bapaknya dari abu hurairah.
Berikut ini adalah perincian pembagian hadits shahih kepada tujuh tingkatan  yaitu :
  1. Yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim (tingkatan tertinggi)
  2. Yang khusus diriwayatkan oleh Bukhari
  3. Yang khusus diriwayatkan oleh Muslim
  4. Yang sesuai dengan persyaratan Bukhari dan Muslim sementara keduanya tidak mengeluarkannya
  5. Kemudian yang sesuai dengan persyaratan Muslim saja sementara ia tidak mengeluarkannya
  6. Kemusian yang shahih menurut imam-imam yang selain keduanya seperti ibnu huzaimah dan ibnu hibban sementara hadits tersebut tidak terdapat syarat keduanya.
E. PEMBAGIAN HADITS SHAHIH
1).Hadits Shahih Lidzatihi
Hadits shahih Lidzatihi ialah hadits yang bersambung terus sanadnya. Hadits ini diriwayatkan oleh orang adil yang cukup kuat ingatannya dari orang yang semisalnya dan berturut-turut sampai penghujung sanad yang terhindar dari mengganjil dan cacat yang memburukkan. Maksud bersambung terus danadnya ialah sanadnya selamat dari putus atau gugur seorang rawi ditengah-tengahnya. Jadi tiap-tiap perawi harus mendengar sendiri dari gurunya. Dalam hal ini, hadits mu’allaq, muadhdhal, mursal, mungathiq tidak termasuk dalam kriteria hadits shahih lisatihi, sebab tidak bersambung terus sanadnya.

Contoh hadits lidzatihi ialah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari riwayat A’raj, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw bersabda ;

لولا أ شقّ على أمّت لأ فرتهم بالسّواك عندكل صلاة
“kalau sekitanya tidak memberatkan umatku, pasti aku perintahkan mereka bersiwak tiap-tiap akan shalat”
2). Hadits shahih Lighairihi
Hadits shahih lighairihi adalah hadits dibawah tingkatan shshih yang menjadi hadits shahih karena diperkuat oleh hadits-hadits yang lain. Sekiranya hadits yang memperkuat itu tidak ada, maka hadits tersebut hanya berada pada tingkatan hadits hasan. Hadits shahih lighairihi hakekatnya adalah hadits hasan lizatih (hadits hasal karena dirinya sendiri) contoh :

عن ابى هريرة رض الله عنه انّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال: لولاأن أشقّ على أمّت لأ فرتهم بالسّواك عندكلصلاة.
“Dari abu hurairah, bahwa Rasulullah bersabda : sekiranya dia tidak menyusahkan umatku, tentu aku menyuruh mereka bersiwak (menggosok gigi) setiap sholat.”
Contoh lain dari hadits shahih lighairihi ialah hadits Bukhari dari ubay bin al ‘abbas bin sahal dari ayahnya (‘abbas) dari neneknya (sahal), katanya ;

كان للنّبىّ صلى الله عليه وسلّم فى حانطنا فرس يقال له اللحيف
“Konon Rasulullah mempunyai seekor kuda, ditaruh dikandang kami yang diberi nama al luthaif.”
Ubay bin al-‘abbas oleh ahmad ibnu ma’in dan an-nasa’iy dianggap rawi yang kurang baik hafalannya. Oleh karena itu, hadits tersebut berderajat hasan li dzatih. Tetapi oleh karena hadits ubay tersebut mempunyai mutabi’ yang diriwayatkan oleh abdul muhaimin, maka naiklah derajatnya dari hasan lidzatih menjadi shahih lighairih.

F. MARTABAT HADITS SHAHIH

Kekuatan hadits shahih itu berlebih kurang mengingat berlebih kurangnya sifat kedlabitan dan keadilan rawinya. Hadits shahih yang paling tinggi derajatnya, ialah hadits yang bersanad ashahu’l asamid. Kemudian berturut-turut sebagai berikut :
1). Hadits yang muttafaq ‘alaihi yaitu hadits sahih yang telah disepakati oleh kedua imam hadits Bukhari dan Muslim,tentang sanadnya.
Al hafizh ibnu hajar berpendapat, bahwa kesepakatan antara kedua imam Bukhari dan Muslim itu, maksudnya ialah persesuaian keduanya dalam mentakhrijkan asal hadits dari shahaby, kendatipun terdapat perbedaan-perbedaan dalam gaya bahasanya.

Misalnya hadits Bukhari yang bersanadkan ismail, malik, tsaurbin said abi’i ghais dan abu husaida r.a.

قال النّبى صلى الله عليه وسلم : السّا عى على الأرملة والمسكين كالمجاهد فىسبل الله. أوكالّذى يصوم النّهار ويقوم اللّيل
“orang-orang yang memelihara janda dan orang-orang miskin itu, bagaikan pejuang sabilillah atau bagaikan orang yang berpuasa disiang hari dan bertahajud malam hari.”
Dengan hadits Muslim yang bersanadkan abdullah bin masalamah, malik tsaur bin zaid, abi’i-ghais dan abu hurairah r.a.

قال النّبى صلى الله عليه وسّلم: لالسّا عى على الأر ملة والمسكين كالمجا هد فى سبيل الله, وأ حسبه كا لقائم لايفتر, وكا لصّا ئم لايفطر
“Orang-orang yang memelihara janda-janda orang miskin itu, bagaikan pejuang sabilillah dan aku menganggapnya bgaikan orang yang tiada henti-hentinya bertahajud di malam hari dan bagaikan orang yang puasa tiada berbuka-buka.”
Walaupun kedua hadits Bukhari dan Muslim tersebut bersanadkan dan Bergaya bahasa yang berlainan, namun karena sahabat yang menjadi rawi pertama bersamaan, tetap dikatakan dengan muttafaq-‘alaihi.
2). Hadits yang hanya diriwayatkan oleh imam Bukhari sendiri, sedangkan imam Muslim tidak meriwayatkan. Para muhaditsin menamainya dengan infarada bihil-Bukhari contoh :
 عن ابى هريرة رضى الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : نعمتان مفبون فهيماكثير من الناس :الصحة وافراغ . (البخارى)
“Wanita dari abu hulairah r.a., ujarnya: Rasulullah saw bersabda: du buah kenikmatan yang besar sekali yang harus dibelinya dengan harga yang tinggi oleh kebanyakan orang ialah kesehatan dan kelimpahah waktu untuk taat kepada Allah.
3). Hadits yang hanya diriwayatkan oleh imam Muslim sendiri, sedang imam Bukhari tidak meriwayatkan. Para muhaditsin menamainya dengan infaradabihi Muslim, misalnya:
عن أبى رقية تميم بن أ و س الد ارى رع : قال " إ ن النبى صلى الله عليه وسلم : قال: (الذين النصيحة) قلنا لمن: قال: (لله ولكتابهورسوله ولأ ئمة المسلمين وعامتهم). روه مسلم
“Warta dari abi ruqaiah tamim bin aus ad dary r.a., menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabda, agama itu nasihat: untuk siapa? Sahut kami, untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya. Pemimpin-pemimpin kaum Muslim dan segenap kaum Muslimin, jawab Nabi.”
Para imam hadits, seperti Ahmad, Abu Dawud, At-Turmudzi, An-Nasa’iy. Ibnu majah, asy-syafi’iy dan ibnu khuzaimah juga meruwayatkan hadits tersebut. Haya imam Bukhari saja yang tidak meriwayatkannya
Karena itu hadits tersebut masih lazim dikatakan ifarada bihi Muslim, jika dinisbatkan kepada dua imam hadits Bukhari dan Muslim
4). Hadist shahih yang diriwayatkan menurut syarat-syarat Bukhari dan Muslim diebut dengan shahihu’ala syartha’il- bykhari wa Muslim, sedang ke dua imam tersebut tidak mentakhrijkannya. Yang dimaksud dengan istilah menurut syarat-syarat Bukhari dan Muslim ialah, bahwa rawi-rawi hadits yang dikemukakan itu terdapat dalam kedua kitab shahih Bukhari dan Muslim. Para muhaditsin yang berpendapat demikian ini antara lain : Ibnu daqiqi’i-id, an_Nawawy, dan Adz-Dzahaby. Contoh hadits shahih yang menurut syarat kedua imam Bukhari dan Muslim ialah hadit ‘Aisyah r.a. ujarnya:
عن عائثة ر.ع. قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ان من اكمل المئ منين ايما نا احسنهم خلقا والطفهم بأ هلهم
“warta dari ‘Aisah r.a. ujarnya: Rasulullah saw bersabda termasuk penyempurnaan iman seseorang mukmin, ialah keluhuran budi pekertinya dan kelemah-lembutan terhadap keluarganya.”
5). Hadits shahih yang menurut syarat mukhari sedang beliau sendiri tidak mentakhrijkannya. Hadits yang demikian ini dikenal dengan nama shahihun’ala syarthi’i-Bukhari.
6). Hadits shahih menurut syarat Muslim, sedang beluai sendiri tidakn mentakhrijkannya. Hadits yang demikian ini dikenal dengan nama shahihun’ala syarth-Muslim
7). Hadits shahih yang tidak menurut salah satu syarat dari kedua imam Bukhari dan Muslim. Ini berarti bahwa si pentakhrij tidak mengambil hadits dari rawi-rawi atau guru-guru Bukhari dan Muslim, yang telah belau sepakati bersama atau yang masih diperselisihkan, tetapi hadits yang ditakhrijkan tersebut dishahihkan oleh imam-imam hadits yang kenamaan. Misalnya hadits-hadits shahih yang terdapat pada sahih ibnu khusaimah, shahih ibnu hibban dan shahih al hakim.
Faedah pembagian derajat-derajat hadits tersebut diatas ialah untuk mentakhrijkan bila ternyata terdapat ta’arudl (perlawanan) satu sama lain.

G. STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH

Hadits mutawatir, hadits yang pasti shahih (benar) berasal dari Nabi. Hadits shahih ahad tidaklah pasti, tetapi dekat kepada kepastian, sebagian ualama menentukan urutan tingkatan (martabat) hadits shahih sebagai berikut:
  • Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
  • Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari sendiri
  • Hadits yang diriwayatkan oleh seorang ulama dengan memakai syrat-syarat yang dipakai oleh Bukhari dan Muslim
  • Hadits shiahih yang diriwayatkan oleh seorang ulama, dengan memakai syarat-syarat yang dipakai oleh Bukhari sendiri
  • Hadits shahih yang diriwayatkan oleh seorang ulama dengan memakai syarat-syarat yang dipakai oleh Muslim sendiri
  • Hadits shahih yang diriwayatkan oleh seorang ulama yang terpandang (mutabar)
Semua ulama sepakat menerima hadits shahih mutawatir sebagai sumber ajaran islam atau sebagai hujjah baik dalam bidang hukum, akhlak maupun dalam bidang akidah. Siapa yang menolak hadits shahih mutawatir dipandang kafir. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa akidah tidak dapat ditetapkan kecuali dengan dalil yang yakin dan pasti, yaitu nas Al-QUr’an dan hadits mutawatir.

H. KITAB-KITAB YANG MEMUAT HADITS SHAHIH
1). Kitab Al-Mutawata’
Kitab ini disusun oleh Imam Malik bin Anas, seorang ahli fiqh, mujtahid, pakar hadits, salah seorang pemuka (imam) umat islam dari Madinah. Sebagain ulama berpendapat bahwa kitab Al-Muwata’ merupakan kitab tentang hadits sahih yang pertama kali sidudun karena kehati-hatian Imam Malik dalam memilih hadits-haditsnya. Dalam satu bab, ia memuat hadits marfu, ucapan-ucapan para sahabat dan fatwa-fatwa para tabi’in yang berkaitan dengan tema bab tersebut dan seringkali diikuti dengan penjelasan beliau tentang pengalaman terhadap hadist dan atsar tersebut
2). Jami shahih al-Bukhari
Kitab ini disusun oleh imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mugirah Al-Bukhari Al-Jufi. Dalam penyusunan kitabnya ini iman Al-Bukhari bermaksud mengungkap fiqh hadits shahih dan menggali berbagai kesimpulan hukum yang berfaedah, sertamenjadikan kesimpulan itu sebagai judul bab-babnya. Oleh karena itu kadang-kadang ia menyebutkan matan hadits tanpa menyebutkan sanadnya, kadang-kadang ia membuang seorang atau lebih dari awal sanad. Kadua macam cara periwayatan terakhir ini disebut sebagai takliq.
3). Shahih Muslim
Kitab ini disusun oleh Imam Muslim bin Al-Hajjah Al-Nakburi. Kitab Al-Musnad Al-shahih dan disebut pula Al-Jami’ Al-sshahih disusun dengan metode yang tidak dipakai oleh Bukhari dalam penyusun kitab shahihnya.

Berbeda metode penyusunan kedua kitab ini adalah bahwa Muslim tidak bermaksud untuk mengungkap fiqh hadits, melainkan mengemukakan ilmu-ilmu yang bersanad, karena ia meriwayatkan setiap hadits ditempat yang paling sesuai serta menghimpun jalur-jalur dan sanad-sanadnya ditempat tersebut. Sedangkan Al-Bukhari memotong-motong suatu hadits dibeberapa tempat dan pada setiap tempat ia sebutkan lagi sanadnya.
4). Shahih Ibnu Khuzaimah
Kitab ini disusun oleh seorang imam dan muhadits besarm Abu Abdillah Abu Bakar Muhammad bin Ishak bin Khusaimah
5). Shahih Ibnu Hibban
Kitab ini disusun oleh seorang Imam dan muhadits Al-Hafid Abu Hatim Muhammad bin Hibban Al-Busti, salah seorang murid Ibnu Khuzaimah. Ia menamakan kitab susunannya dengan nama Al-Taqasim wal Anwa disusun dengan sistematika sendiri, tidak berdasarkan bab

PENUTUP

Amat banyak ulama yang bertakwa dan bertanggungjawab dan sangat teliti dan memelihara sunnah Muhammad saw. Cara-cara yang sangat terpuji dan layak dikagumi oleh siapa saja. Dan disamping itu mereka banyak pula para ahli yang meneliti matan-matan hadits kemudian memisahkan mana yang dinilai syadz atau bercacat. Jelas bahwa untuk menetapkan tentang Al-qur’an serta kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari ayat-ayatnya, baik secara langsung ataupun tidak. Juga ilmu tentang berbagai riwayat lainya, agar dengan itu semua dapat dilakukan perbandingan antara yang satu dengan lainnya, ditinjau dari segi kuat atau lemahnya masing-masing.

Diantara hadits Nabi saw ada yang bersifat mutawatir yang karenanya disamakan hukumnya dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Juga terdapat diantaranya yang shahih dan mashur (dikenal dengan baik) yang menafsirkan atau mengkhususkan hal-hal yang bersifat umum dalam Al-Qur’an. Diantaranya juga banyak sekali yang mengandung hukum-hukum furu’iyah yang dijadikan sandaran utama oleh mazhab-mazhab fiqih yang ada. Ada kalanya sebuah hadits yang shahih sanadnya tetapi lemah matannya. Yaitu setelah para faqih menjumpai cacat tersembunyi padanya. Persyaratan-persyaratan hadits cukup menjamin ketelitian dalam pemikiran serta penerimaan suatu berita tentang Nabi saw. Kita berani menyatakan bahwa dalam sejarah peradaban manusia tak pernah dijumpai contoh ketelitian dan kehati-hatian yang menyamainya. Namun, yang lebih penting lagi adalah kemampuan yang cukup baik untuk mempraktekkan persyaratan tersebut.
Demikian makalah diri saya yang masih sangat jauh dari benar, unuk itu mohon kritik serta sarannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca terutama penulis.

DAFTAR PUSTAKA
  • Fatkhurrahman, 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Bandung: PT. AL Ma’arif.
  • Ahmad, Muhammad, Ulumul Hadits, Bandung: CV. Pustaka Setia.
  • Ash Shiddicqy Habsi Muhammad, 1981, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
  • Thahhan Mahmud, 1997. Ulumul Hadis studi Kompleksitas Hadis Nabi, Yogyakarta: Titian Ilahi Press.
  • Al Mas’udi Hasan Hafid, Ilmu Musthalah Hadis, Surabaya: Darussalam.
  • Al Ghasali Muhammad, 1989, Studi Kritis Atas Hadis Nabi SAW. Antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual, Bandung: Mizan.
  • Muhibbin, 1996, Hadis-Hadis Politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Subscribe to receive free email updates: