Bacaan dan Do'a Sholat Dhuha Nabi SAW - Sholat dhuha adalah sholat sunnah yang dikerjakan pada waktu pagi (07.00-11.00), paling sedikit dua rakaat, paling banyak 12 rakaat. Sedangkan pengertian sholat dhuha menurut para pemikir Islam adalah sebagai berikut:
- Menurut Abdul Manan Bin Muhammad Sobari adalah: “Sholat dhuha dikerjakan ketika matahari sedang naik, kurang lebih setinggi hasta (pukul 07.00 pagi) sampai dengan kurang lebih pukul 11.00 siang”.
- Menurut Sudarsono SH adalah: Sholat dhuha adalah sholat pada waktu naik matahari yakni dua rakaat sekali, dua kali, tiga kali, empat kali, sesudah naik matahari, kira-kira jam delapan dan sembilan pagi”.
- Sedangkan menurut Sayyid Sabiq adalah: “Sholat dhuha adalah ibadah yang di sunnahkan diwaktu matahari sudah naik kira-kira sepenggalah dan berakhir diwaktu matahari lingsir, paling sedikit dua rakaat dan paling banyak dua belas rakaat”.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sholat dhuha adalah sholat sunnah yang dikerjakan pada waktu matahari sedang naik (07.00 pagi) sampai dengan kurang lebih pukul 11.00 siang.
Keutamaan Melaksanakan Sholat Dhuha bagi Seorang Muslim
- Dari Abu Dzar r.a. katanya: Artinya: Rasulullah s.a.w. bersabda: “Hendaklah masing-masing kamu setiap pagi bersedekah untuk setiap ruas tulang badannya. Maka tiap kali bacaan tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kebaikan adalah sedekah, melarang keburukan adalah sedekah dan sebagai ganti dari semua itu, cukuplah mengerjakan dua rakaat sholat dhuha”.(HR. Ahmad, Muslim dan Abu Daud)
- Ahmad dan Abu Daud meriwayatkan dari Buraidah bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: Artinya: Dalam diri manusia itu ada tiga ratus enam puluh ruas yang setiap darinya diharuskan bersedekah, para sahabat bertanya: kalau begitu, siapa yang mampu berbuat demikian ya Rasulallah? Rasulullah s.a.w. menjawab: mengeluarkan dahak di masjid lalu ditanamnya atau menyingkirkan sesuatu gangguan dari jalan, itu juga sedekah. Tetapi kalau engkau tidak bisa, kerjakanlah dua rakaat dhuha karena dia mencukupi dari semua itu.(HR. Ahmad dan Abu Daud). Syaukani berkata: dua hadits diatas menunjukkan betapa besar keutamaan sholat dhuha, betapa tinggi kedudukannya serta betapa keras syari’at menganjurkannya. Dua rakaat sholat dhuha dapat menggantikan tiga ratus enam puluh kali sedekah, oleh sebab itu hendaknya dilaksanakan secara terus menerus. Juga memberikan petunjuk agar kita memperbanyak tasbih, tahlil, tahmid, menyuruh kebaikan, melarang yang mungkar, menanam dahak di masjid, menyingkirkan setiap gangguan di jalan dan lain-lain kebaktian agar dengan demikian terpenuhilah sedekah-sedekah yang diharuskan atas setiap orang tiap harinya.
- Dalam hadits Bukhari dan Muslim terdapat riwayat dari Abu Hurairah bahwa beliau berkata: Artinya: “Kekasihku telah berwasiat kepadaku tentang tiga perkara, yaitu puasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat sholat dhuha dan agar saya sholat witir sebelum tidur”.
- Hadits riwayat Hakim Dan Thabrani yaitu: Artinya : “Sesungguhnya Allah telah berfirman: “Wahai anak adam, bersembahyanglah untukku empat rakaat pada permulaan siang, niscaya akan kucukupi kebutuhanmu pada sore harinya”. Dari uraian hadits diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa kita sebagai anak Adam jangan sekali-kali malas mengerjakan empat rakaat pada permulaan siang, karena Allah sudah berjanji akan dicukupi kebutuhan kita pada sore harinya. Juga memberikan petunjuk pada kita agar berpuasa tiga hari pada setiap bulan, mengerjakan dua rakaat dhuha dan melaksanakan sholat witir sebelum tidur.
- Hadits riwayat Bukhari dan Muslim: Artinya: Dari Ummu Hanik binti Abu Thalib ra, ia berkata: “pada penaklukan kota Makkah saya datang kepada Rasulullah s.a.w.. Dan saya dapatkan beliau sedang mandi, beliau sholat sunnah delapan rakaat. Sholat itu adalah sholat dhuha”. Ada satu hadits lagi yang menjelaskan tentang keutamaan sholat dhuha sebagai berikut: Artinya: Siapa saja yang dapat mengerjakan sholat dhuha dengan langgeng akan diampuni dosanya itu sebanyak buih dilaut. (HR. Turmudzi).
Dasar Hukum Pelaksanaan Ibadah Sholat Dhuha
Sholat dhuha itu adalah ibadah yang disunnahkan. Karena itu barang siapa yang menginginkan pahalanya, baiklah mengerjakannya dan kalau tidak, tidak ada halangan pula meninggalkannya.
Dari Abu Said r.a. katanya: Artinya: “Rasulullah s.a.w. selalu sholat dhuha sampai-sampai kita mengira bahwa beliau tidak pernah menginggalkannya, tetapi kalau sudah meninggalkan sampai-sampai kita mengira bahwa beliau tidak pernah mengerjakannya. (Di riwayatkan oleh Turmudzi yang menganggapnya sebagai hadits hasan).
Artinya: Sunnah sholat dhuha, sebagaimana firman Allah yang artinya : “ Mereka memaha-sucikan Allah di sore hari dan di waktu isroq.” Ibnu Abbas menjelaskan: Sholat isroq adalah sholat dhuha.
Waktu dan Bilangan Rakaat Sholat Dhuha
Permulaan waktu dhuha itu adalah waktu matahari sudah naik kira- kira sepenggalah dan berakhir di waktu matahari lingsir, tetapi disunahkan mengundurkannya sampai matahari agak tinggi dan panas agak terik.
Dari Zaid bin Arqam r.a katanya: Artinya: “Nabi s.a.w. ke luar menuju tempat ahli quba’. Dikala itu mereka sedang sholat dhuha. Beliau lalu bersabda: “ini adalah sholat orang–orang yang sama kembali pada Allah yakni diwaktu anak-anak unta telah bangkit karena kapanasan waktu dhuha”.(Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan Turmudzi).
Bilangan sholat dhuha sedikit-dikitnya ialah dua rakaat sebagaimana tersebut dimuka dalam hadits Abu Dzar, dan sebanyak- banyaknya yang dikerjakan oleh Rasulullah ialah delapan rakaat.
Sebagian ulama’ berpendapat bahwa tidak ada batas bilangan rakaat sholat dhuha. Ini adalah pendapat Abu Ja’far Thabari, Humaini dan Ruyani dari golongan Syafi’i. Dalam syarah Turmudzi, Al-Iraqi berkata: saya tidak pernah melihat seorangpun baik dalam golongan sahabat yang membatasinya hanya sampai dua belas rakaat.
Demikian yang disampaikan oleh Suyuthi. Said bin Manshur sewaktu ditanya: apakah sahabat Rasulullah s.a.w. juga mengerjakan itu?. Ia menjawab: ya, diantara mereka ada yang mengerjakan sebanyak dua belas rakaat, ada yang empat rakaat dan ada pula yang terus–menerus mengerjakan sampai tengah hari.
Diriwayatkan dari Ibrahim an-Nakh’i bahwa ada seorang yang bertanya kepada Aswad bin Yazid: “berapa rakaatlah saya harus mengerjakan sholat dhuha? ” Ia menjawab: sesuka hatimu.
Dari Ummu Hani’: Artinya: “Bahwa Nabi s.a.w. mengerjakan sholat dhuha sebanyak delapan rakaat dan tiap rakaat salam”.(Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan isnad shahih).
Dari Aisyah r.a katanya: Artinya: “Nabi s.a.w. mengerjakan sholat dhuha empat rakaat dan tambahannya seberapa yang dikehendaki Allah”. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan Ibnu Majah).
Bacaan Doa yang Dianjurkan dibaca Setelah Sholat Dhuha
Do'a Shalat Dhuha Arab :
اَللهُمَّ اِنَّ الضُّحَآءَ ضُحَاءُكَ، وَالْبَهَاءَ بَهَاءُكَ، وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ، وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ، وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ، وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ. اَللهُمَّ اِنْ كَانَ رِزْقَى فِى السَّمَآءِ فَأَنْزِلْهُ وَاِنْ كَانَ فِى اْلاَرْضِ فَأَخْرِجْهُ وَاِنْ كَانَ مُعَسَّرًا فَيَسِّرْهُ وَاِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَاِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَاءِكَ
وَبَهَاءِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِىْ مَآاَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ
Do'a Shalat Dhuha Latin :
ALLAHUMMA INNADH DHUHA-A DHUHA-UKA, WAL BAHAA-A BAHAA-UKA, WAL JAMAALA JAMAALUKA, WAL QUWWATA QUWWATUKA, WAL QUDRATA QUDRATUKA, WAL ISHMATA ISHMATUKA. ALLAHUMA INKAANA RIZQI FIS SAMMA-I FA ANZILHU, WA INKAANA FIL ARDHI FA-AKHRIJHU, WA INKAANA MU’ASARAN FAYASSIRHU, WAINKAANA HARAAMAN FATHAHHIRHU, WA INKAANA BA’IDAN FA QARIBHU, BIHAQQIDUHAA-IKA WA BAHAAIKA, WA JAMAALIKA WA QUWWATIKA WA QUDRATIKA, AATINI MAA ATAITA ‘IBADIKASH SHALIHIN.
Artinya:
“Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagunan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, Ya Allah, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (Wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hambaMu yang soleh”.
Catatan Kaki
M Shodik, Kamus Istilah Agama, Bonafida Cipta Pratama, Jakarta, 1991.
Abdul Manan bin Muhammad Sobari, Rahasia Shalat Sunnah: Bimbingan Lengkap dan Praktis, Pustaka Hidayah, Bandung, 2003.
Sudarsono SH, Sepuluh Pokok Aspek Agama Islam, PT Reneka Cipta, Jakarta, 1994.
Sayyid Sabiq, Terjemahan Fiqih Sunnah, Jilid II, , PT Al-Ma’arif, Bandung, 1994.
Al-imam Taqiyuddin Abubakar Alhusaini, Kifayatul Akhyar I, Terjemahan Anas Thohir Syamsuddin, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1984.
Imam Nawawi, Riyadhus Shalihin jilid II, Terjemahan Ahmad Sunarto, Pustaka Amani, Jakarta, 1994.
Aliy As’ad, Terjemahan Fathul Mu’in, Jilid. I, Menara Kudus, Kudus, 1980.