Khutbah Jumat Dunia Ladang Akhirat

=>Khutbah Jumat Dunia Ladang Akhirat<=“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qasshash 28:77)
               =>Teks Khutbah Jumat Menyentuh Hati: Mengatasi Kecemasan Hidup

Islam bukanlah penghalang untuk meraih kebahagiaan duniawi. Islam tidak hanya berbicara tentang akhirat. Islam tidak hanya melulu berbicara masalah surga dan neraka, tetapi Islam justru membagi porsi yang seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat. Karena itulah maka dalam konsepsi Islam, baik dan buruk perbuatan manusia dalam kehidupan duniawi akan berdampak pada kehidupan akhiratnya. Ia harus dapat mempertanggungjawabkan semua perbuatan duniawinya di akhirat kelak. Sekecil apapun baik-buruk perbuatan manusia selama di dunia akan dapat disaksikan hasilnya di akhirat kelak dan sedikitpun tidak akan dirugikan di hadapan Yang Maha Adil.
https://aang-zaeni.blogspot.com/2018/01/khutbah-jumat-dunia-ladang-akhirat.html

Pesan yang disampaikan firman di atas (Al-Qasshash 28:77) memberitahu manusia bahwa akhiratlah tujuan utama, karena ia abadi dibanding dunia yang sifatnya hanya sementara dan penuh tipuan (Zinatun/aksesoris). Meskipun demikian, peruntungan kehidupan dunia tidak boleh dilupakan karena tahapan kehidupan duniawi harus dilewati manusia, namun manusia sangat diperingatkan untuk berhati-hati dengan kehidupan dunia, karena kehidupan dunia hanyalah suatu ujian dari Allah SWT. Adanya kehidupan dunia bahkan kematian sebenarnyalah merupakan bentuk ujian untuk menentukan peringkat manusia siapa yang paling baik amalnya di sisi Allah SWT

“ Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya ”.

Untuk itu dalam kehidupan dunia yang bersifat sementara ini Allah memberikan resep kepada manusia untuk senantiasa berbuat baik sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada manusia dengan karunia nikmat-Nya yang berlimpah tak terhitung.

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya”.

Semua kebutuhan hidup manusia di dunia sebagai persiapan kehidupan di akhirat tersedia secara cukup dengan catatan tentu saja Allah SWT tidak menyediakan semua keinginan manusia. Perbuatan (amal baik) inilah yang akan menemani sekaligus membela manusia saat tiada lagi pembelaan di hari pengadilan sejati. Perbuatan baik yang dilakukan seseorang, tidak hanya bermanfaat pada dirinya, tetapi juga akan bermanfaat kepada lingkungan sekitarnya. Tidak heran kalau Rasulullah kemudian menegaskan :

“Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling banyak dapat memberi manfaat kepada manusia lainnya“

Seiring dengan amal kebajikan yang harus senantiasa dikerjakan manusia, pada saat yang sama ia pun harus menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bersifat merusak (destruktif). Aktivitas destruktif yang dilakukan manusia selain tidak bermanfaat, selain menyebabkan kerugian pada diri sendiri juga akan berakibat pada rusaknya lingkungan sosial, flora dan fauna. Keseimbangan pada lingkungan alampun pasti akan terkena dampaknya pula. Berapa banya kerusakan di alam ini karena ulah manusia sebagaimana diungkapkan ayat berikut :

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka, sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Manusia harus bertanggung jawab atas amal perbuatan yang ia lakukan. Karunia nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada manusia harus disyukuri dengan cara memanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan orang lain, sekaligus menjaganya dari kerusakan. Di akhirat kelak, semua nikmat yang telah diterima harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah.

“Kemudian kamu pasti akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).”

Semakin jelas kiranya bahwa kehidupan di dunia terkait erat dengan kehidupan akhirat. Kalau kita tidak ingin menjadikan hari akhirat kita menjadi kelabu karena keburukan yang kita lakukan di dunia, maka kebajikanlah satu-satunya amal saleh yang harus dilakukan di dunia. Kita tentu tidak sejalan dengan konsep kelompok materialis, komunis dan lain-lainnya dari kalangan Ateis Kuno maupun Modern yang tidak percaya kepada akhirat, Hisab dan balasan surga atau neraka sebagaimana diungkapkan Allah SWT dalam Al-Qur’an :

“Kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.”

Tidak dahulu tidak sekarang, selalu ada orang-orang yang menganggap hidup ini adalah segala-galanya, permulaan dan penghabisan, yang pertama dan yang terakhir, tidak ada selain itu. Jika begitu adanya, lalu untuk apa penciptaan makhluk ini? Untuk apa hidup ini? Jika dunia ini berakhir begitu saja tanpa ada kehidupan sesudahnya, tidak ada kebangkitan kembali, tidak ada hisab, yang merampok biarlah merampok, yang mencuri biarlah mencuri, yang zhalim biarlah berbuat zhalim, yang membunuh biarlah membunuh, yang sewenang-wenang biarlah berbuat sewenang-wenang, jika lembaran kehidupan berlalu begitu saja tanpa ada pembalasan terhadap seseorang, lalu dimanakah letak keadilan dan hikmah? Sebagian manusia lari dari keadilan dunia. Lalu dimanakah keadilan langit? Banyak manusia yang lari dari keadilan dunia. Lalu tidak adakah keadilan yang lain? Bahkan ada orang yang membuat ketentuan hukum sendiri di dunia, menjaganya dan mengangkat orang-orang untuk menjaganya. Mereka tidak mendapatkan pembalasan apa-apa di dunia. Apakah tidak ada keadilan lagi? Jika di sana tidak ada akhirat, maka tidak akan ada keadilan.

Ada orang-orang yang menegakkan kebenaran, berbuat kebaikan, menghadang kezhaliman, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Lalu ada orang-orang yang berbuat sewenang-wenang yang mengumumkan perang terhadap mereka, menyiksa, melibas dan membunuhi mereka. Apakah mereka bisa dibenarkan?Apakah imbalan dari penindasan yang diterima orang-orang yang menegakkan kebenaran dan keadilan dunia, jika di sana tidak ada kehidupan yang lain setelah kehidupan dunia?Apakah permasalahannya berakhir dengan kemenangan orang-orang batil dan zhalim, kebinasaan orang-orang yang membela kebenaran dan keadilan? Ketika kita masih hidup di dunia memang kita memiliki kebebasan untuk memilih

“ Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.”

Dengan kebebasan untuk memilih ini, mari sebagai sesama muslim kita bertausiyah satu dengan yang lain untuk selalu komitmen dengan Aqidah kita. Kita jadikan kehidupan dunia ini dan amal perbuatan yang kita lakukan senantiasa bermanfaat. Kita yakin bahwa Dunia adalah sawah ladang kehidupan hari akhirat kelak“.

Tanamilah dengan tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat berupa amal kebajikan dan pupuklah senantiasa dengan Iman dan Taqwa. Allah SWT, Rasulullah SAW dan orang-orang yang beriman akan terus memperhatikan amal kita: “Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”

Keadilan dan kebenaran mutlak yang tidak mungkin didapat di dunia Insya Allah akan ditemukan di hari akhirat. Di akhirat akan ada pembalasan yang adil, apa yang dikerjakan setiap orang harus mendapatkan balasan, jika baik balasannya juga baik dan jika buruk balasannya juga buruk.

“Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-Nya pula.”

Di sana keadilan Ilahi dan Qishash atau pembalasan yang setimpal akan ditegakkan. Maha Suci Allah atas segala firman-Nya. Wallahu a’lamu bisshawab.

Subscribe to receive free email updates: