Keseimbangan Dunia dan Akhirat Sebagai Kunci Sukses

<Keseimbangan Dunia dan Akhirat Sebagai Kunci Sukses> Dalam kehidupan kita pasti menginginkan kebahagiaan. Bagi seorang muslim dia akan bahagia apabila dia bisa menjalani kehidupan sebagaimana yang digariskan, ditentukan oleh Allah Swt dan sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Jadi, kunci untuk bahagia adalah hidup berada pada ketentuan Allah, peraturan dan garis-garis yang ditentukan Allah dan sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah. Kalau seseorang mempunyai kekayaan, maka kekayaan itu belum tentu membuat dia bahagia, tapi dia bisa bahagia dengan sebab kekayaan itu apabila dia dengan kekayaan dia tetap berada dalam ketentuan-ketentuan Allah. Kalau orang mengalami kemiskinan dalam hidupnya, belum tentu tidak bahagia, sebab kalaupun dia miskin tetap kalau dia tetap berada dijalan yang ditentukan Allah dia akan merasa bahagia. Jadi kebahagiaan itu jannganm diukur semata-mata dari aspek lahiriah, materi tapi yang paling pokok adalah apakah kita bisa hidup menurut ketentuan Allah atau tidak. Itulah sebenarnya kunci kebahagiaan.

Oleh karenanya, didalam sebuah hadis Rasulullah Saw menyebutkan ada faktor-fakltor yang membuat orang bisa bahagia. Misalnya hadits Nabi yang diriwayatkan oleh ad-Dailany, Rasulullah bersabda:

Arba’un min sa’aadatil mar’i an takuuna zaujatuhu shoolihatan wa aulaaduhu abrooron wa khulathoouhu shoolihiin wa an yakuuna rizkuhu fi bilaadihi

Ada empat perkara yang membuat orang bisa bahagia. Pertama, dia mepunyai pasangan hidup yang soleh atau solehah. Orang jadi bahagia bukan semata-mata karena mempunyai pasangan hidup, karena banyak orang yang sudah mempunyai keluarga tidak bahagia karena pasangan hidupnya tidak soleh, dan rumah tangga pun dijalani tidak sesuai dengan koridor-koridor yang ditentukan oleh Allah.
https://aang-zaeni.blogspot.com/2018/01/keseimbangan-dunia-dan-akhirat-sebagai.html

Kedua, memiliki anak-anak yang berbakti atau dengan kata lalin memiliki anak-anak yang soleh. Orang jadi bahagia bukan semata-mata karena punya anak, tapi orang bahagia apabila anak-anaknya menjadi anak-anak yang soleh. Orang tua akan merasa tenang dan bahagia manakala melihat anak-ankanya soleh.

Ketiga, bergaul dan berteman dengan orang-orang yang soleh. Hidup kalau tidak ada teman tidak enak. Nabi Adam ketika diciptakan sendirian dia merasa kesepian, sepertinya hhidup ada yang kurang. Akhirnya Allah menciptakan lagi seorang waniti yang kemudian menjadi isteri dan pendamping hidup. Nah, ketika isteri sudah ada, anak-anak sudah ada ternyata hidup belum juga sempurna tanpa kehadiran teman. Tentunya, teman disini bukan teman sembarangan tapi teman yang soleh.

Teman ini bisa menbuat kita bahagia tappi juga bisa membuat kita senngsara. Teman yanng bisa membuat kkita bahagia adalah teman yang soleh. Makanya Nabi bersabda: ''Ar-rojulu ‘ala dini kholilihi fal;yandzur ahadukkum man yukholiluhu'' Artinya; Seseorang itu mengikuti agama kawannya, maka itu perhatikan kepada siapa dai berteman.

Didalam al-Qur’an surat al-Furqon ayat 78 ada ayat yang menyebutkan; Ya wailata laitani ittakhodztu fulaanan kholiilan'' Artinya; Ya Allah, coba aku tidak menjadikan siFulan sebagai teman akrabku

Jadi, diakhirat nanti ada orang yang menyesal gara-gara kawan. Tentunnya kawan disini adalah kawan yang menjerumukannya kedalam jurang kemaksiatan dan kesengsaraan. Banyak contoh didunia ini orang menderita, hilanng kebahagiaannya gara-gara kawan.

Keempat, mencari rizki di negerinya sendiri. Bukan tidka boleh mencari rizki di negeri orang lain, tapi di dalam kehidupan berkeluarga tentu saja kehadiran seorang bapak, suami di rumah itu amat penting. Maka nanti kalau orang mencari rizki di negferi lain, merantau bertahun-tahun pulangnya belum tentu setahunsekali. Itu kurang baik tapi yang lebih baik adalah dia membawa keluarganya ke tempat rantauan. Jadi, kalau kita mau bahagia, kebahagiaan itu tidka muncul dengan sendirinya. Untuk itu, orang harus berusaha mendapatkan kebahagiaan. Dia berusaha, berjuang untuk itu orang harus berusaha mendapatkan kebahagiaan. Dia berusahja berjuang dan untuk itu diperlukan mujahadah (kesungguhan) yaitu dia harus bersungguh-sungguh untuk mendapatkan segala sesuatu termasuk juga kebahagiaan.

Untuk hidup sebagaiamana yang ditentukan Allah, tentu saja yang pertama kali adal;ah kita harus paham dengan ketentuan-ketentuan Allah itu. Supaya paham tentu kita harus belajar. Dan belajar membutuhkan kesungguhan. Jadi sungguh mencari ilmu yang datang dari Allah swt agar kita bisa menjalani hidup dengan pengetahuan sebagaimana yang ditentukan oleh Allah swt. Jadi butuh kesungguhan untuk menuntut ilmu.

Jadi yang pertama adalah kita harus memperbanyak ilmu untuk mendapatkan kebahagiaan. Sehingga nanti tidak salah jalan, sebab banyak orang salah paham tentang kebahagiaan itu. Contohnya, seseorang yang membayangkan kalau mempunyai harta banyak itupasti enak dan bahagia. Ahirnya apa? Yang penting punya banyak harta, karena ingin punya banyak harta dan mencari harta tidka ada ilmunya ahirnya dia menggunakan ilmu-ilmu lain yang tidka baik, yaitu ilmu korupsi, ilmu mencuri dan lain-lain.

Yang kedua, apa yang sudah kita pahami dari ilmu itu, kita kerjakan, laksanakan dan realisasikan dalam kehidupan sebagaimana yang dijelaskan oleh ilmu yang kita pelajari. Jadi, orang harus mengamalkan ilmunya itu untuk mendaptkan kebahagiaan. Jadi ilmu itu tidka hanya kita pelajari tapi juga harus diamalkan, diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Yang ketiga, kalau kita mau bersungguh-sungguh dalam hidup guna mencapai kebehagiaan, maka kita harus belajar dari pengalaman hidup orang lain, apalagi kalau dia seorang mukmin. Kata nabi dalam sebuah hadits; “Mukmin itu cermin bagi mukmin yang lain“

Kalau kita bercermin, kita jadi tahu apa saja kekurangan-kekurangan kita. Tapi kalau tidak bercermin kita tidak tahu apa saja kekurangan-kekurangan yang ada di dalam diri kita. Untuk itu kita memang harus bercermin belajar dari orang lain. Misalnya salah satu yang membuat orang bahagia adalah harta. Ada orang ingin punya harta tapi dia tidak maususah mencarinya. Dia melihat orang lain menjadi pengemis, maka diapun ikut-ikutan menjadi pengemis karena pengemis itu tidak perlu punya keahlian khusus, tidak perlu cape-cape hanya saja menengadahklan tangansaja, maka rupiahpun akan jatuh ketangannya. Mengemis adalah sesuatu yang tidak di sukai oleh nabi karena itu menjatuhkan harga dirinya sendiri. Dan kita lihat contoh yang kedua adalah pemulung. Dia masih tetap mencari rizki yang halal walaupun dia dihimpit oleh masalah-masalah hidup yang selalu saja datang kepadanya. Kita harus menghargai usahanya dan belajar darinya untuk selalu mencari rizki yang halal dalam keadaan sesulit apapun.

Kita lihat disini, mengemis saja itu di larang oleh Rasul apalgi mencuri, korupsi, mencopet dan lain-lain. Ada seseorang bertanya kepada saya, bagaimana kalau uang hasil korupsi sebagiannya disedekahkan ke masyarakat. Saya menjawab: tetap saja itu tidak boleh. Kita memang berhasil membohongi masyarakat tapi kita tidak bisa membohongi dirik kita sendiri, kita akanselalu gelisah dan tidka bahagia dengan perbuatan kita itu. Maka dari itu Rasulullah saw bersabda: “Dosa itu adalah sesuatu yang menggelisahkan jiwamu dan kamu tidak suka kalau dosa itu diketrahui orang lain“.

Jadi, dosa itu menggelisahkan jiwa. Kalau orang hidupnya tidak tenang mana ada kebaghagiaan dalam dirinya karena selalu penuh dengan dosa. Jadi, supaya kita tenang dan ketenangan membuat kita bahagia maka kita harus meninggalkan segala dosa. Dan kita harus belajar dari orang lain yang tidka mau menganggap enteng dosa sekecil apapun.

Ada sebuah cerita tentang orang yang tidka mau menganggap enteng dosa kecil apapun. Di Irak ada seorang pemuda yang bernama Idris Syafi’i yagn melakukan perjalanan untuk mencari ilmu. Di dalam perjalanan ketika waktu siang ia kemudian ingin melaksanakan shalat dzuhur, karena tidak menemukan masjid maka iapun shalat di tepi sungai. Pada waktu dia wudhu, dia menemukan sebuah apel tanpa fikir dan karena perut pun sudah lapar

Subscribe to receive free email updates: