Rintangan Dakwah Rasulullah SAW di Mekkah & di Madinah yang Tidak Kenal Lelah

Para Nabi dan Rasul memiliki tugas menyampaikan risalah dari Allah swt. kepada umat manusia agar menyembah dan mentauhidkan Allah semata. Akan tetapi dakwah mereka selalu saja mendapat tantangan dari kaumnya. Sejak zaman Nabi Nuh yang berdakwah kepada kaumnya hingga 950 tahun lamanya.[1] Meskipun demikian sangat sedikit yang mengikuti seruannya hingga Allah menenggelamkan mereka dengan banjir besar. Lalu Nabi Hud yang diutus kepada kaum Aad, datang setelahnya Nabi Shalih yang diutus kepada kaum Tsamud. Kaum Madyan yang diutus pada mereka Nabi Syuaib hingga masa Nabi dan Rasul penutup umat ini, Muhammad saw. selalu saja ada tantangan, ujian, dan cobaan yang berat.

Semenjak menerima wahyu di Gua Hira, Nabi Muhammad terus berdakwah menyeru kepada agama Islam, agama tauhid yang menafikan semua penyembahan terhadap selain Allah. Dakwah mulia ini tidak berjalan dengan mulus dan lancar. Banyak tantangan-tantangan dan cobaan dari kaumnya, termasuk keluarga Nabi sendiri, serta pemuka-pemuka Quraisy yang membenci dakwahnya.
http://aang-zaeni.blogspot.com/2017/01/rintangan-dakwah-rasulullah-saw-yang.html

Tantangan Dakwah Nabi Muhammad SAW di Mekah

Dalam menjalankan dakwahnya di Mekah, ada dua fase yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, yaitu dakwah secara sembunyi-sembunyi dan dakwah secara terang-terangan.

1. Dakwah secara sembunyi-sembunyi

Nabi Muhammad saw. memulai dakwahnya setelah menerima perintah Allah swt. “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan dan Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah dan perbuatan dosa tinggalkanlah dan janganlah kamu member (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” (QS. Al-Mudatsir: 1-7)

Pada mulanya Nabi saw. berdakwah kepada orang-orang terdekatnya, kemudian kepada sahabat-sahabat karibnya. Dia menyeru kepada agama Islam. Beberapa anggota keluarga dan sahabatnya memenuhi seruan Nabi. Mereka antara lain Khadijah, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, dan Abu Bakar al-Shidiq.[2]

Kemudian Abu Bakar juga mengajak beberapa orang masuk Islam di antaranya adalah Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abd al-Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah. Lalu disusul Bilal bin Rabah, Abu Ubaidah bin al-jarrah, Arqam bin Abi al-Arqam, Utsman bin Mazh’un, Sa’id bin Zaid dan istrinya, Fathimah binti al-Khattab, Khabbab, Abd Allah bin Mas’ud, dan lain-lain. Ibnu Hisyam mengatakan jumlah mereka lebih dari 40 orang.[3] Mereka inilah yang disebut al-Sabiqun al-Awwalun atau yang terdahulu dan pertama-tama masuk Islam. Saat itu dakwah atau kegiatan keislaman dilakukan di rumah Arqam bin Abi al-Arqam.

2. Dakwah secara Terang-terangan

Ketika turun ayat surah al-Syu’ara 214 yang berbunyi: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.”

Langkah pertama yang dilakukan oleh Nabi saw. setelah turun ayat ini adalah mengundang Bani Hasyim. Nabi dilindungi oleh Abu Thalib. Suatu hari Nabi berdiri di atas bukit Shafa lalu berseru, “Wahai semua orang, apa pendapat kalian jika aku kabarkan bahwa di belakang ini ada sepasukan kuda yang mengepung kalian, apakah kalian percaya padaku?” Mereka menjawab, “Benar, kami tidak pernah melihat engkau kecuali kejujuran.” Kemudian Nabi berkata, “Sesungguhnya aku memberi peringatan kepada kalian sebelum datangnya azab yang pedih.” Abu Lahab berkata, “Cekalah engkau selama-lamanya untuk inikah engkau mengumpulkan kami!? Kemudian turunlah ayat, “Celakalah kedua tangan Abu Lahab.”[4]

Kemudian Allah menurunkan ayat-Nya: “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-Hijr: 94)

Rasulullah langsung bangkit dan menyerang berbagai khurafat dan kesyirikan. Nabi terlebih dahulu menyeru penduduk Mekah, lalu penduduk negeri-negeri lain. Ia juga menyeru orang-orang yang datang berhaji ke Mekah dari berbagai negeri untuk memeluk Islam.[5]

Dakwah Nabi tidak berjalan mulus, sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Waraqah bin Naufal, sepupu Khadijah yang beragama Nasrani bahwa suatu saat Muhammad akan dibenci oleh kaumnya, dinamakannya pembohong, dikucilkan, bahkan diperangi.[6]

Para pemuka Quraisy seperti Abu Lahab, Abu Sufyan, Abu Jahal, dan bangsawan Quraisy terkemuka lainnya mulai merasakan bahwa ajaran Muhammad itu merupakan bahaya besar bagi kedudukan mereka. Yang mula-mula mereka lakukan adalah menyerangnya dengan cara mendiskreditkan, dan mendustakan kenabiannya.

Kaum Quraisy mengutus Utbah bin Rabi’ah, seorang ahli retorika untuk membujuk Nabi. Mereka menawarkan harta, tahta, dan wanita agar Nabi bersedia menghentikan dakwahnya. Semua tawaran itu ditolak. Nabi berkata kepada pamannya, Abu Thalib, “Paman, jika mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan berhenti melakukan ini, hingga agama ini menang atau aku binasa karenanya.”[7]

Banyak di kalangan orang-orang lemah dan budak yang mengikuti dakwah Nabi mendapat tantangan dan penganiayaan dari tuan-tuan mereka, diantaranya adalah keluarga Yasir. Istri Yasir, Sumayyah harus menemui ajal setelah dibunuh oleh majikannya karena tidak mau melepaskan keislamannya. Begitu juga siksaan yang dialami oleh bilal. Ia diseret di atas padang pasir di bawah terik matahari dan dadanya ditindih dengan batu besar.

Kaum Muslimin yang lain juga tak lepas dari penganiayaan. Tidak terkecuali Nabi Muhammad, ia mengalami gangguan-gangguan meskipun sudah dilindungi oleh Bani Hasyim dan Bani al-Muttalib. Ummu Jamil, isteri Abu Jahal, melemparkan najis ke depan rumahnya. Dan pada waktu beribadah, Abu Jahal melemparinya dengan isi perut kambing yang sudah disembelih untuk sesajen kepada berhala-berhala. Umat Islam harus menerima kata-kata keji kemana saja mereka pergi. Cukup lama hal serupa berjalan tetapi mereka tetap teguh dengan keimanan mereka.

Orang-orang kafir Quraisy juga melakukan pemboikotan, memutuskan segala bentuk hubungan dengan orang-orang yang menerima dakwah Nabi saw. tidak seorang pun penduduk Mekah diperkenankan melakukan hubungan jual beli dengan Bani Hasyim. Persetujuan dibuat dalam bentuk piagam dan ditandatangani sepihak dan disimpan di dinding Ka’bah. Akibatnya, Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan. Tindakan pemboikotan ini dimulai pada tahun ketujuh kenabian dan berlangsung selama tiga tahun.[8]

Penderitaan makin menjadi-jadi ketika Abu Thalib dan Khadijah yang selalu melindungi dan membantu Nabi Muhammad meninggal dunia. Peristiwa ini terjadi pada tahun kesepuluh kenabian. Tahun ini dinamakan Am al-Huzn atau tahun kesedihan.[9]

Nabi akhirnya memutuskan untuk berdakwah dan meminta perlindungan di luar Mekah. Ia ke Thaif. Namun, di Thaif dakwahnya ditolak. Ia dicaci dan dilempari batu sampai terluka. Nabi Muhammad juga berusaha mencari dukungan kalangan badui, namun sekali lagi usahanya tidak membawa hasil. Pada masa ini tidak ada seorangpun yang menjadi pelindungnya.[10] Akhirnya Nabi kembali ke Mekah. Ia bisa diterima kembali masuk Mekah karena diberi perlindungan oleh Muth’im bin Adi.[11]

Menurut Ahmad Syalabi, 5 faktor yang mendorong orang Quraisy menentang dakwah Islam[12]:

1. Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abd al-Muttalib.
2. Nabi Muhammad saw. menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya. Hal ini tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy.

3. Para pemimpin Quraisy tidak menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat.

4. Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan berakar pada bangsa Arab.

5. Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.

Meskipun demikian, Nabi tidak berhenti berdakwah dan menyerukan Islam. Di antara yang didakwahi oleh Rasulullah adalah penduduk Yatsrib, suku Aus dan Khazraj. Mereka datang ke Mekah untuk memeluk agama Islam dan menerapkan ajarannya sebagai upaya untuk mendamaikan permusuhan antara kedua suku. Pada tahun keduabelas kenabian mereka datang kembali menemui Nabi dan mengadakan perjanjian yang dikenal dengan perjanjian Aqabah pertama, yang berisi ikrar kesetiaan. Rombongan ini kemudian kembali ke Yasrib sebagai juru dakwah disertai sahabat Rasulullah, Mush’ab bin Umair yang diutus oleh Nabi untuk berdakwah di sana. Gelombang ketiga, pada tahun ketiga belas kenabian, mereka datang kembali kepada Nabi untuk hijrah ke Yasrib. Mereka membai’at Nabi sebagai pemimpin. Nabi pun akhirnya menyetujui usulan mereka untuk berhijrah. Perjanjian ini disebut perjanjian Aqabah Kedua.[13]

Tantangan Dakwah Nabi Muhammad saw di Madinah

Setelah banyak orang-orang Madinah berbondong-bondong masuk Islam, Nabi dan para sahabat berhijrah ke sana. Di Madinah Nabi hidup bersama orang-orang Yahudi yang sangat membenci dan dengki terhadap Islam. Tantangan dakwah Nabi di Madinah adalah melawan orang-orang Kafir di Mekah dengan cara peperangan, lalu orang-orang Yahudi dan Nasrani, serta orang-orang Munafik. Nabi tetap mendakwahi orang-orang Yahudi meskipun mereka terus melakukan makar untuk menghancurkan Islam.

Setelah turun firman Allah: “Kepada mereka yang diperangi, telah diizinkan (berperang), sebab mereka teraniaya, dan sungguh Allah Mahakuasa menolong mereka.” (QS. Al-Hajj: 39).

Umat Islam diizinkan untuk membela diri dan berperang melawan orang-orang Kafir.

Perang pertama umat Islam melawan orang Kafir Mekah adalah Perang Badar. Dalam perang ini umat Islam meraih kemenangan. Banyak pemuka Quraisy terbunuh termasuk di antaranya Abu jahal. Kemenangan di Perang Badar semakin mengokohkan kekuatan Islam dan mulai diperhitungkan di Jazirah Arab.

Selain tantangan dari orang-orang musyrik, Nabi juga mendapat tantangan dari orang-orang Yahudi. Nabi pernah mengadakan perjanjian dengan mereka akan tetapi mereka melanggar perjanjian tersebut.

Yahudi Bani Qainuqa adalah Yahudi pertama yang mengingkari janji dengan Rasulullah. Pemicunya adalah seorang Muslimah yang berbelanja ke pasar mereka. Orang-orang yahudi merayunya agar membuka cadar yang dipakainya, namun Muslimah itu menolak. Lalu seorang Yahudi mengambil ujung baju muslimah itu dan mengikatnya ke punggunya. Ketika berdiri, terbukalah auratnya dan mereka menertawakannya. Sang Muslimah pun berteriak meminta tolong. Mendengar teriakan ini, seorang lelaki Muslim menerjang dan membunuh Yahudi tadi. Melihat itu, orang-orang Yahudi membunuh laki-laki Muslim itu. Maka, Rasulullah datang dan mengepung mereka selama lima belas malam. Atas perintah Nabi, merek turun dan diberi hukuman meninggalkan Madinah.[14]

Yahudi juga melakukan makar untuk membunuh Nabi saw. Seorang Yahudi bernama Amr bin Jahsy bin Ka’ab naik ke atas sebuah rumah dan hendak melemparkan batu besar kepada Rasululah. Akan tetapi Allah melindungi Rasul-Nya. Karena ini, Rasulullah dan para sahabat mengepung mereka selam enam hari dan hendak memerangi mereka. Hingga mereka meminta Nabi agar mengizinkan mereka keluar dari Madinah dan mengapuni mereka dan meminta izin untuk membawa harta mereka seberat yang dapat dipikul oleh unta-unta yang dimiliki, kecuali senjata. Nabi mengizinkannya. Lalu mereka keluar menuju Khaibar.[15] Nabi juga pernah diracuni oleh seorang wanita Yahudi bernama Zainab binti al-Harits bin Sallam.[16]

Selain melawan orang-orang Kafir Mekah dan Yahudi, Nabi juga mendapat perlawanan dari orang Romawi yang beragama Nasrani. Peperangan melawan orang-orang Nasrani yaitu pada Perang Mu’tah dan Perang Tabuk.

Di Madinah Nabi membangun Masjid Nabawi sebagai pusat pemerintahan. Dia juga mendirikan Negara di sana. Ketika Islam telah kuat, dan ajarannya telah tersebar di sekitar Jazirah Arab, Nabi mulia mengirimi surat kepada Raja-raja di sekitar Jazirah Arab, yaitu kepada Raja Heraklius, Kisra Persia, Raja Najasyi di Habasyah, dan Raja Muqauqis di Mesir.[17]

Kesimpulan

1. Dua fase dakwah Nabi di Mekah, yaitu dakwah secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan. Orang-orang yang awal menerima dakwah Nabi adalah Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haris, dan Abu Bakar. Lalu, melalui Abu Bakar, banyak orang-orang yang masuk Islam di antaranya adalah Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abd al-Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah, Bilal, Sa’id bin Zaid dan Fatimah binti Khattab. Mereka inilah yang dinamakan al-Sabiqun al-Awwalun atau orang-orang yang pertama-tama masuk Islam.

2. Dakwah Nabi Muhammad selalu mendapat tantangan dan cobaan yang berat. Di Mekah, Nabi mendapat tantangan dari pemuka-pemuka Quraisy. Bahkan pengikutnya ada yang syahid dalam mempertahankan keimanannya. Demikian juga di Madinah, dakwah Nabi mendapatkan tantangan yang lebih kompleks. Di madinah bukan hanya orang-orang Kafir Mekah yang dihadapi, tapi juga orang-orang ahl al-Kitab dari Yahudi dan Nasrani, juga oleh orang-orang Munafik.


DAFTAR PUSTAKA


Al-Fiqi, Sa’ad Karim, Pengkhianat-pengkhianat dalam Sejarah Islam, Cet.I, Jakarta: pustaka al-Kautsar, 2009.

Al-Ismail, Thahia, Tarikh Muhammad saw. Teladan Perilaku Umat, Cet.I, Jakarta: PT.Raja Grafindo, 1997.

Al-Mubarakfuri, Shafiy al-Rahman, Sirah Nabawiyah, Cet.6, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1997.

Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Cet.2, Jakarta: Amzah, 2010.

Haekal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, Cet.39, Jakarta: Litera Antarnusa, 2010.

Harun, Abd al-Salam, Tahzib Sirah Ibn Hisyam, Cet.1, Damaskus: dar al-Fikr.

Hashem, Fuad, Sirah Muhammad Rasulullah kurun Makkah, Cet.I, Jakarta: Tama Publisher, 2005.

Khalil, Imaduddin, Dirasah fi al-Sirah, Cet.I, Mosul: Maktabah al-Hadisah, 1983.

Lapidus, Ira M., Sejarah Sosial Ummat Islam, Cet.1, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1999.

Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Cet.I, Jakarta: Logos, 1997.

Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Cet.1, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983.

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Cet.16, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004.


Catatan Kaki

[1] Lihat Surat al-Ankabut: 14

[2] Shafiy al-Rahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah (Cet.6, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1997), h.103-104

[3] Ibid.
[4] Ibid., h.109.

[5] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Cet.16, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004), h.20

[6] Fuad Hashem, Sirah Muhammad Rasulullah kurun Makkah (Cet.I, Jakarta: Tama Publisher, 2005), h.171.

[7] Thahia al-Ismail, Tarikh Muhammad saw. Teladan Perilaku Umat (Cet.I, Jakarta: PT.Raja Grafindo, 1997), h.80.

[8] Badri Yatim, op.cit., h.23.
[9] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (cet.I, Jakarta: Logos, 1997), h.20.

[10] Ira M.Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam (Cet.1, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1999), h.37.

[11] Lihat: Shafiy al-Rahman al-Mubarakfuri, op.cit., h.174
[12] Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Cet.1, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983), h.87.

[13] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Cet.2, Jakarta: Amzah, 2010), h.68.

[14] Abd al-Salam Harun, Tahzib Sirah Ibn Hisyam (Cet.1, Damaskus: dar al-Fikr), h.188-189.
[15] Imaduddin Khalil, Dirasah fi al-Sirah (Cet.I, Mosul: Maktabah al-Hadisah, 1983), h.321.

[16] Sa’ad Karim al-Fiqi, Pengkhianat-pengkhianat dalam Sejarah Islam (Cet.I, Jakarta: pustaka al-Kautsar, 2009), h.10.

[17] Lihat: Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (Cet.39, Jakarta: Litera Antarnusa, 2010), h.419.

Subscribe to receive free email updates: