<Islam Bukan Agama Kekerasan> Lemah-lembut dalam tutur kata, lemah-lembut dalam canda, serta lemah-lembut dalam tingkah-laku ternyata merupakan salah satu keteladanan yang paling menonjol dalam diri Rasulullah Saw. Dan saat ini, dalam keseharian kita, baik dalam lingkup kehidupan sosial yang paling kecil hingga yang paling besar; betapa kita menghajatkan keteladanan ini demi terus menjaga keseimbangan sosial yang kita miliki.
Kelemah lembutan bukan indikasi ketidak-berdayaan, tetapi merupakan tanda kemampuan untuk mengendalikan diri. Sebaliknya, kekasaran bukan tanda kekuasaan, namun tanda kerapuhan emosional dan kelemahan kepribadian.
Ada beberapa hikmah yang bisa kita peroleh dari perangai lemah-lembut, seperti telah dicontohkan oleh Nabi Saw. Yaitu di antaranya.
"إن الله يعطي على الرفق ما لا يعطي على العنف, وما لا يعطي على ما سواه".
Di dalam berdakwah, sikap lemah lembut sangatlah dibutuhkan. Dakwah akan tepat sasaran jika dilakukan dengan lemah lembut, tidak dengan paksaan bahkan kekerasan. Rasulullah Saw sebagai sauri tauladan bagi kita telah mencontohkan-nya dengan perilaku lemah lembutnya ketika suatu hari Rasulullah Saw beserta para sahabat berada di masjid, tiba-tiba datang suku badui mengencingi salah satu bagian masjid. Apa yang terjadi kemudian? Rasulullah sama sekali tidak marah terhadap orang tersebut. Berbeda dengan para sahabat yang langsung marah, bahkan sebagian ada yang ingin menarik dan menghajarnya.
Baca Juga >Aplikasi Iman dan Nilainya Dlm Kehidupan
Dakwah yang diterapkan oleh Rasulullah sangatlah indah. Beliau tidak pernah memaksa orang lain (non-muslim) untuk masuk ke dalam agama Islam. Beliau justru berlaku kasih sayang serta lemah lembut terhadap mereka. Dakwah yang diterapkan oleh Rasulullah Saw sangatlah efektif, berbeda dengan dakwah masa kini yang justru jauh dari sikap lemah lembut yang dicontohkan oleh Nabi Saw.
Toleransi dalam beragama bukan berarti kita hari ini boleh bebas menganut agama tertentu dan esok hari kita menganut agama yang lain atau dengan bebasnya mengikuti ibadah dan ritualitas semua agama tanpa adanya peraturan yang mengikat. Akan tetapi, toleransi beragama harus dipahami sebagai bentuk pengakuan kita akan adanya agama-agama lain selain agama kita dengan segala bentuk system, dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing.
Konsep toleransi yang ditawarkan Islam sangatlah rasional dan praktis serta tidak berbelit-belit. Namun, dalam hubungannya dengan keyakinan (akidah) dan ibadah, umat Islamtidak mengenal kata kompromi. Ini berarti keyakinan umat Islam kepada Allah tidak sama dengan keyakinan para penganut agama lain terhadap tuhan-tuhan mereka. Demikian juga dengan tata cara ibadahnya. Bahkan Islam melarang penganutnya mencela tuhan-tuhan dalam agama manapun. Maka kata tasamuh atau toleransi dalam Islam bukanlah “barang baru”, tetapi sudah diaplikasikan dalam kehidupan sejak agama Islam itu lahir.
Baca Juga > Metode Dakwah Islam Yang Benar
Kata makna Islam sendiri mengandung makna antidote dari kekejaman, disharmonisasi dan intoleransi. Salah satu artinya adalah damai, penyerahan diri dan ketataatan, dan juga berarti menciptakan kerukunan dan perdamaian. Salah satu makna lainnya adalah menghindari orang yang menyakiti, arti lainnya adalah hidup bersama secara harmonis. Tujuan dari penjelasan tentang kata Islam yang diberikan oleh Allah taala pada agama Islam ini adalah karena seluruh ajaran-ajaran dan hukum-hukum yang dibawa oleh Rasulullah saw penuh dengan cinta, Toleransi, kesabaran, dan kebebasan hati nurani dan berbicara dan hak untuk mengungkapkan pendapat.
Islam menegaskan, jihad selain merupakan salah satu inti ajaran Islam, juga tidak bisa disimplifikasi sebagai sinonim kata qital dan harb (perang). Sementara perang selalu merujuk kepada pertahanan diri dan perlawanan yang bersifat tindakan bersifat fisik, jihad memiliki makna yang kaya nuansa. Demikian pula, sementara qital sebagai tema keagamaan baru muncul diperiode Medinah, jihad telah menjadi dasar teologis sejak periode Mekkah.
Dari tiga puluh enam ayat al-Quran yang mengandung (sekitar) tiga puluh sembilan kata j-h-d dengan segala derivasinya, tidak lebih sepuluh ayat yang terkait dengan perang. Selebihnya kata tersebut merujuk kepada segala aktivitas lahir dan batin, serta upaya intens dalam rangka menghadirkan kehendak Allah di muka bumi ini, yang pada dasarnya merupakan pengembangan nilai-nilai moralitas luhur, mulai penegakan keadilan hingga kedamaian dan kesejahteraan umat manusia dalam kehidupan ini. Pemaknaan ini didukung sepenuhnya oleh Hadits Rasulullah semisal dalam Musnad Imam Ahmad yang menegaskan bahwa mujahid adalah orang yang bersungguh-sungguh melawan subyektivitas kedirian demi untuk menaati ajaran Allah.
Makna jihad menjadikan ajaran ini sebagai kekuatan simbol bagi ketekunan, kerja keras dan keberhasilan dalam sejarah Islam. Jihad merupakan ajaran yang dapat mengantarkan umat Islam sebagai khalifah Allah yang mengisi kehidupan dengan peradaban agung dalam berbagai aspeknya. Peradaban Islam dari saat ke saat adalah konkretisasi darijihad. Dari jihad semacam itu, umat Islam menggapai puncak prestasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan –baik aqli maupun naqli –, sekaligus.
Pada dasarnya semua orang melakukan jihad adalah bertujuan untuk menuju jalan yang diridloi Allah SAW, namun kadang ada sesuatu yang dilupakan yaitu sesuatu yang baik menurut kita belum tentu baik murut Allah dan bagi sesame umat-Nya. Memaknai Al-Qur’an hanya dari segi tekstualitasnya dapat kadang tidak cocok ketika diterapkan dalam kehidupan politik, sosial budaya bahkan agama. Maka dari itu dalam memaknai kitabullah harus dikaji dari sisi tekstualitas, karena dengan hal tersebut akan dapat diketahui situasi dan kondisi dimana akan diterapkan atau ditetapkan hokum sesuai dengan kultur atau budaya yang dimiliki suatu daerah.
Jihad dengan mengangkat senjata pada era globalisasi ini dipandang kurang relevan dengan kondisi saat ini, karana masyarakat dunia pada era sekarang lebih beradab dibanding pada jaman jahiliyah (kebodohan). Jihad yang lebih utama dilakukan adalah jihad memerangi hawa nafsu, sebab hawa hafsu syetan lah yang menjadi penyebab terganggunya stabilitas baik nasional maupaun internasional. Pereprangan baik antar Negara, suku bangsa, atau antar agama adalah timbul dari pribadi masing-masing yang meluas menjadi pertikaian meng-global.
Kelemah lembutan bukan indikasi ketidak-berdayaan, tetapi merupakan tanda kemampuan untuk mengendalikan diri. Sebaliknya, kekasaran bukan tanda kekuasaan, namun tanda kerapuhan emosional dan kelemahan kepribadian.
Ada beberapa hikmah yang bisa kita peroleh dari perangai lemah-lembut, seperti telah dicontohkan oleh Nabi Saw. Yaitu di antaranya.
- Kelemah lembutan bisa membuat kita menjadi pribadi yang indah.
- Kelemah lembutan bisa membentuk orang-orang dan lingkungan di sekitar kita.
- Kelemah lembutan adalah pelindung hati dari noda dan penyakit kalbu.
"إن الله يعطي على الرفق ما لا يعطي على العنف, وما لا يعطي على ما سواه".
“Sesungguhnya Allah memberi (keutamaan) kepada kelemahlembutan, yang tidak diberikanNya kepada kekerasan, dan tidak juga diberikanNya kepada (sifat-sifat) yang lain.” (HR. Muslim dari ‘Aisyah ra.)
Di dalam berdakwah, sikap lemah lembut sangatlah dibutuhkan. Dakwah akan tepat sasaran jika dilakukan dengan lemah lembut, tidak dengan paksaan bahkan kekerasan. Rasulullah Saw sebagai sauri tauladan bagi kita telah mencontohkan-nya dengan perilaku lemah lembutnya ketika suatu hari Rasulullah Saw beserta para sahabat berada di masjid, tiba-tiba datang suku badui mengencingi salah satu bagian masjid. Apa yang terjadi kemudian? Rasulullah sama sekali tidak marah terhadap orang tersebut. Berbeda dengan para sahabat yang langsung marah, bahkan sebagian ada yang ingin menarik dan menghajarnya.
Baca Juga >Aplikasi Iman dan Nilainya Dlm Kehidupan
Dakwah yang diterapkan oleh Rasulullah sangatlah indah. Beliau tidak pernah memaksa orang lain (non-muslim) untuk masuk ke dalam agama Islam. Beliau justru berlaku kasih sayang serta lemah lembut terhadap mereka. Dakwah yang diterapkan oleh Rasulullah Saw sangatlah efektif, berbeda dengan dakwah masa kini yang justru jauh dari sikap lemah lembut yang dicontohkan oleh Nabi Saw.
ToleransiToleransi mengarah kepada sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat-istiadat, budaya, bahasa, serta agama. Ini semua merupakan fitrah dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Tuhan.
Toleransi dalam beragama bukan berarti kita hari ini boleh bebas menganut agama tertentu dan esok hari kita menganut agama yang lain atau dengan bebasnya mengikuti ibadah dan ritualitas semua agama tanpa adanya peraturan yang mengikat. Akan tetapi, toleransi beragama harus dipahami sebagai bentuk pengakuan kita akan adanya agama-agama lain selain agama kita dengan segala bentuk system, dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing.
Konsep toleransi yang ditawarkan Islam sangatlah rasional dan praktis serta tidak berbelit-belit. Namun, dalam hubungannya dengan keyakinan (akidah) dan ibadah, umat Islamtidak mengenal kata kompromi. Ini berarti keyakinan umat Islam kepada Allah tidak sama dengan keyakinan para penganut agama lain terhadap tuhan-tuhan mereka. Demikian juga dengan tata cara ibadahnya. Bahkan Islam melarang penganutnya mencela tuhan-tuhan dalam agama manapun. Maka kata tasamuh atau toleransi dalam Islam bukanlah “barang baru”, tetapi sudah diaplikasikan dalam kehidupan sejak agama Islam itu lahir.
Baca Juga > Metode Dakwah Islam Yang Benar
Kata makna Islam sendiri mengandung makna antidote dari kekejaman, disharmonisasi dan intoleransi. Salah satu artinya adalah damai, penyerahan diri dan ketataatan, dan juga berarti menciptakan kerukunan dan perdamaian. Salah satu makna lainnya adalah menghindari orang yang menyakiti, arti lainnya adalah hidup bersama secara harmonis. Tujuan dari penjelasan tentang kata Islam yang diberikan oleh Allah taala pada agama Islam ini adalah karena seluruh ajaran-ajaran dan hukum-hukum yang dibawa oleh Rasulullah saw penuh dengan cinta, Toleransi, kesabaran, dan kebebasan hati nurani dan berbicara dan hak untuk mengungkapkan pendapat.
Jihad IslamAksi jahat yang dilakukan oleh sebagaian umat Islam menambah corengan hitam kepada pada agama Islam sebagai “agama teroris”, mereka melaksanakan apa yang diperintahkan dalam Al-Qur’an yaitu untuk memerangi segala kekufuran dan kesyirikan di muka bumi ini. Akan tetapi jikan apa yang didapat dari hasil berjihad memerangi kekufuran dan kemusyrikan agama Islam di cap sebagan agama teroris hal itu perlu dikaji kembali sampai dimanakah umat islam memaknai jihat di jalan Allah.
Islam menegaskan, jihad selain merupakan salah satu inti ajaran Islam, juga tidak bisa disimplifikasi sebagai sinonim kata qital dan harb (perang). Sementara perang selalu merujuk kepada pertahanan diri dan perlawanan yang bersifat tindakan bersifat fisik, jihad memiliki makna yang kaya nuansa. Demikian pula, sementara qital sebagai tema keagamaan baru muncul diperiode Medinah, jihad telah menjadi dasar teologis sejak periode Mekkah.
Dari tiga puluh enam ayat al-Quran yang mengandung (sekitar) tiga puluh sembilan kata j-h-d dengan segala derivasinya, tidak lebih sepuluh ayat yang terkait dengan perang. Selebihnya kata tersebut merujuk kepada segala aktivitas lahir dan batin, serta upaya intens dalam rangka menghadirkan kehendak Allah di muka bumi ini, yang pada dasarnya merupakan pengembangan nilai-nilai moralitas luhur, mulai penegakan keadilan hingga kedamaian dan kesejahteraan umat manusia dalam kehidupan ini. Pemaknaan ini didukung sepenuhnya oleh Hadits Rasulullah semisal dalam Musnad Imam Ahmad yang menegaskan bahwa mujahid adalah orang yang bersungguh-sungguh melawan subyektivitas kedirian demi untuk menaati ajaran Allah.
Makna jihad menjadikan ajaran ini sebagai kekuatan simbol bagi ketekunan, kerja keras dan keberhasilan dalam sejarah Islam. Jihad merupakan ajaran yang dapat mengantarkan umat Islam sebagai khalifah Allah yang mengisi kehidupan dengan peradaban agung dalam berbagai aspeknya. Peradaban Islam dari saat ke saat adalah konkretisasi darijihad. Dari jihad semacam itu, umat Islam menggapai puncak prestasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan –baik aqli maupun naqli –, sekaligus.
Pada dasarnya semua orang melakukan jihad adalah bertujuan untuk menuju jalan yang diridloi Allah SAW, namun kadang ada sesuatu yang dilupakan yaitu sesuatu yang baik menurut kita belum tentu baik murut Allah dan bagi sesame umat-Nya. Memaknai Al-Qur’an hanya dari segi tekstualitasnya dapat kadang tidak cocok ketika diterapkan dalam kehidupan politik, sosial budaya bahkan agama. Maka dari itu dalam memaknai kitabullah harus dikaji dari sisi tekstualitas, karena dengan hal tersebut akan dapat diketahui situasi dan kondisi dimana akan diterapkan atau ditetapkan hokum sesuai dengan kultur atau budaya yang dimiliki suatu daerah.
Jihad dengan mengangkat senjata pada era globalisasi ini dipandang kurang relevan dengan kondisi saat ini, karana masyarakat dunia pada era sekarang lebih beradab dibanding pada jaman jahiliyah (kebodohan). Jihad yang lebih utama dilakukan adalah jihad memerangi hawa nafsu, sebab hawa hafsu syetan lah yang menjadi penyebab terganggunya stabilitas baik nasional maupaun internasional. Pereprangan baik antar Negara, suku bangsa, atau antar agama adalah timbul dari pribadi masing-masing yang meluas menjadi pertikaian meng-global.