<Teks Khutbah Jumat Pilihan Singkat Terbaru: Islam dan Pembentukan Masyarakat Yg Beradab> Pada kesempatan ibadah Jum’at yang penuh dengan nikmat karunia Allah Yang Maha Rahman ini, marilah yang pertama-tama kita mengingati akan kebesaran Allah Sang Pencipta seluruh alam, kita syukuri segala rahmat dan nikmat-Nya. Dengan banyak mengingati Allah, Allah akan banyak mengingati kita, Allah akan senang dan cinta kepada kita. Dan dengan banyak mensyukuri rahmat dan nikmat-Nya, Allah akan semakin menambah rahmat dan nikmat-Nya itu. Firman Allah dalam QS Ibrahim, 14: 7 :Artinya : “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhan-Mu memaklumkan”. ”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.
Oleh karena itu, orang yang banyak ingat dan bersyukur kepada Allah pasti hidupnya akan bahagia, tenang dan tentram. Untuk itu biasakanlah banyak mengingat Allah dan mensyukuri nikmat-Nya, pasti akan kita rasakan sendiri akan hasil dan akibatnya yang sangat indah dalam kehidupan kita di dunia ini, lebih-lebih di akhirat kelak.
Baca Juga>Hukum HAM dan Demokrasi dalam Islam
Kita manusia, adalah satu makhluk Allah yang terbaik kejadiannya, susunan jasmani dan rohaninya. Dengan panca indera dan akal, hati dan nafsu, manusia menjadi makhluk yang berpotensi untuk bertamaddun (berperadaban). Makin lama makin maju dalam segala hal, karena dapat memperbedakan antara yang haq dan yang batil, yang baik dan yang buruk, yang berguna dan yang berbahaya, yang membahagiakan dan yang mencelakakan atau merusak. Dengan banyak mengingati Allah, manusia akan senantiasa ditempa untuk menumbuhsuburkan “fitrah” manusia sebagai makhluk yang beradab, yang dapat memberikan pencerahan dalam kehidupan sosial yang penuh rona dan dinamika ini.
Sekalipun begitu, tidak dapat dibantah juga bahwa manusia tidak hanya mengerjakan kebaikan, tetapi juga mengerjakan banyak keburukan. Kalau banyak manusia yang berbuat baik, maka sungguh berbahagialah masyarakat manusia itu. Tetapi kalau banyak yang berbuat jahat dan melakukan berbagai “teror sosial” sebagai mana sering terjadi saat ini, maka rusak dan kacaulah masyarakat manusia itu.
Firman Allah dalam QS At-Tiin, 95:4-5: Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)”.
Kaum muslimin yang berbahagia !
Sungguh tak terhingga banyaknya kebaikan manusia, tetapi sungguh tak terhingga pula kejelekan manusia dan kejahatan yang dilakukannya. Manakah yang lebih banyak, apakah kebaikannya ataukah keburukannya? Semua orang akan menjawab, ternyata lebih banyak keburukan yang dilakukan manusia itu, sehingga banyak manusia yang resah dan khawatir, yang sengsara dan melarat, penuh derita dan nestapa, lebih-lebih di negara kita yang sedang diuji oleh Sang Khalik tanpa ada kejelasan kapan akan berakhir ini. Bermula dari pukulan balik dari lingkungan yang dieksploitasi dan dicemari secara berlebihan, krisis ekonomi dan moneter yang belum menunjukkan titik terangnya, korupsi politik, ekonomi dan moral yang sangat transparan itu, supremasi kepentingan pribadi, nepotistik dan kelompok atas nama kepentingan bangsa dan negara, runtuhnya sistem hukum, etik dan moral, otonomi daerah yang dipandang “kebablasan” dalam pemerintahan dan pembangunan, dehumanisasi sebagian besar warga yang termarginalkan dan deifikasi oknum-oknum elit dengan perangkat kekuasaan berikut kroni-kroninya, erosi semangat kebangsaan dan kebersamaan yang mengancam integrasi bangsa dan negara sampai kepada merosotnya ketahanan nasional sebagai suatu bangsa yang berdaulat yang ditandai dengan adanya kerentanan terhadap tekanan luar negeri, dan sebagai kompensasinya, terjadi dislokasi agresivitas terhadap rakyat dan lembaga-lembaga dalam negeri, merupakan tumpukan masalah yang sangat mengganggu, menggelisahkan, meresahkan dan mengancam kebahagiaan hidup kita sebagai makhluk yang beradab.
Baca Juga>Sejarah Kerasulan Nabi Muhammad SAW Periode Mekah
Yang dinilai sebagai baik dan buruk di sini bukanlah dari dimensi kecanggihan sains dan teknologi sebagai hasil olah pikir manusia, melainkan akhlak dan budi pekertinya. Selain akhlak dan budi pekerti, manusia makin lama makin maju dalam segala hal; pakaian yang dikenakan semakin baik, kendaran dan rumah serta semua alat yang mereka ciptakan semakin maju dengan pesatnya. Hanya akhlak dan budi pekertinyalah, baik yang bersifat “person” maupun “publik” yang semakin jelek dan buruk. Akibat manusia Indonesia sekian lama hanya berperan sebagai objek saja dalam realitas politik dan sosial serta karena melenturnya swa-kendali, maka muncullah nilai-nilai moralitas baru yang sangat menghawatirkan; antara lain : rasa setia kawan dan etos kerja yang semakin meluntur, ketidakdisiplinan pribadi maupun publik yang semakin menghawatirkan, agresivitas manusia Indonesia yang makin “nggegirisi” sebagai akibat ketidakpastian hidup dan kehidupannya, pendewaan terhadap hasil-hasil teknologi atau menjadi manusia yang sangat materialistik, menurunnya kemampuan menalar dalam setiap persoalan hidup yang dihadapi serta menurunnya kemampuan melakukan komunikasi dan penyelesaian masalah melalui dialog antar pelaku dan menurunnya fungsi utama keluarga, merupakan penurunan akhlak dan budi pekerti yang membutuhkan pencermatan kita bersama.
Kaum Muslimin Yang Berbahagia!
Ketika Allah pertama kali berkehendak untuk menciptakan manusia di atas permukaan bumi ini, Allah SWT memberitahukan kehendak-Nya itu kepada para Malaikat. Para Malaikat langsung berkata, : “Apakah manusia tidak akan berbuat kerusakan di atas bumi dengan menumpahkan darah ?” Allah hanya menjawab : ”Aku lebih tahu, sedang kamu tidak tahu”, sebagaimana firman-Nya dalam QS Al-Baqarah, 2:30: Artinya: ”Dan ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat: ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka (para malaikat) berkata :”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di mubi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman :”Sesungguhnya Aku mengetahui apa-apa yang tidak kamu ketahui”.
Jangankan Allah, malaikat saja sudah mengetahui bahwa manusia yang dijadikan khalifah di muka bumi ini akan berbuat kerusakan dan akan saling menumpahkan darah, saling bunuh-membunuh sesama mereka, karena berbagai sebab dan kepentingan. Manusia yang seharusnya beradab dan menciptakan tatanan masyarakat yang berperadaban itu malah senang berbuat kerusakan dan kejelekan itu sudah diketahui oleh Allah SWT, karena memang demikian inilah yang dikehendaki Allah dengan ciptaan-Nya yang bernama manusia itu. Yaitu satu macam makhluk yang akan silih berganti berbuat kebaikan dan kerusakan di permukaan bumi ini, dari dahulu kala sampai kiamat kelak. Dengan ketentuan, barang siapa yang banyak berbuat kebaikan dan kesalehan akan dibalasi Allah dengan kebaikan pula dan barang siapa yang berbuat dosa dan kerusakan akan dibalas dengan kejahatan pula. Dengan tujuan untuk pembalasan perbuatan manusia inilah Allah Yang Maha Bijaksana dan Maha Perkasa menentukan bahwa kehidupan di dunia ini bukan satu-satunya kehidupan yang dijalani oleh manusia. Di balik kehidupan dunia yang fana ini ada kehidupan lain, di mana semua manusia yang pernah hidup di muka bumi akan dihidupkan kembali untuk mendapatkan pembalasan Allah itu.
Untuk pembalasan hidap pasca kematian itulah Allah menciptakan dua tempat kehidupan bagi manusia di akhirat nanti, yaitu syurga dan neraka. Syurga merupakan tempat yang indah dan penuh keabadian, di mana terdapat segala macam kesenangan, kegembiraan dan kenyamanan, bukan saja berupa makanan dan minuman serta segala macam hiburan, melainkan juga tidak terdapat kebosanan, kelemahan, penyakit dan kematian. Di sana manusia hidup kekal dalam kebahagiaan hidup yang tiada putus-putusnya.
Kebalikannya tempat kembali yang bernama neraka itu, di sana hanya terdapat kesengsaraan dan penderitaan, kepedihan dan kesakitan, satu macam hidup yang penuh dengan penyesalan, keluhan dan ratapan yang tiada akhir, sebagai balasan dari setiap kejahatan yang pernah manusia lakukan selama hidup di dunia sekarang ini.
Untuk mengurangi kejelekan dan kejahatan dalam peradaban manusia itu, Allah SWT mengutus Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul-Nya serta Kitab-Kitab Sucinya untuk memberi kabar gembira kepada manusia yang berakal akan kehidupan dunia yang fana ini lebih-lebih kehidupan akhirat nanti.
Ditegaskan oleh Allah SWT dalam sambungan Surat At-Tiin di atas : Artinya: ”Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya” (QS At-Tiin, 95:6)
Disambung lagi dengan firman-Nya : Artinya: ”Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya ?” (QS At-Tiin, 95 :7-8)
Di sinilah letak rahasianya, kenapa manusia yang diberi akal dan pikiran, berilmu pengetahuan yang selalu meningkat dan maju yang semaju-majunya, tetapi masih tetap berbuat kejahatan. Yaitu karena manusia hanya pintar, hanya berilmu dan mampu menciptakan berbagai hasil sain dan teknologi yang serba canggih, tetapi tidak percaya atau tipis sekali kepercayaannya kepada Allah dan kehidupan di akhirat nanti. Mereka yang tidak percaya adanya Allah dan Hari Akhir malah berlomba-lomba untuk berbuat kejahatan untuk kesenangan sesaat dalam hidup mereka, karena mereka tidak percaya ada yang lebih kuasa atas mereka, tidak ada yang melihat segala kejahatan mereka, tidak ada yang akan menindak ketika mereka melakukan kejahatan dan kezaliman dalam hidup ini. Akhirnya dengan segala kepintarannya itu manusia saling berlomba untuk berbuat kerusakan dan kejahatan, tanpa memikirkan lagi apakah yang dilakukan itu baik bagi dirinya/orang lain atau justru sebaliknya mereka telah melakukan aniaya kepada diri sendiri dan menzalimi hak-hak kebebasan orang lain.
Kaum muslimin yang diridhai Allah SWT
Berbagai “pathologi sosial” yang dilakukan manusia “keblinger” sebagaimana di atas tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik manakala manusia merasa dirinya telah “cukup” dan tidak memerlukan adanya “intervensi wahyu” untuk mengatur hidup mereka. Sebab, satu-satunya ajaran yang paling lengkap dan sempurna adalah ajaran agama Islam dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ajarkanlah kepada orang-orang yang sedang lupa diri itu tentang Allah dan kehidupan akhirat menurut ajaran Islam yang sebenar-benarnya dan selengkap-lengkapnya, Insya Allah mereka akan merubah pandangan hidupnya yang salah selama ini. Sebagai contoh yang tak terbantahkan dalam sejarah peradaban manusia, pelajarilah bagaimana caranya Allah mengubah keadaan bangsa Arab yang rusak dan penuh “kejahiliahan” menjadi bangsa yang terbaik dalam waktu yang relatif singkat, yaitu dalam tempo 23 tahun saja.
Allah SWT dengan perantaraan Rasul-Nya Muhammad SAW dengan Al-Qur’an, meresaplah ke dalam jiwa setiap orang Islam kepercayaan kepada Allah dan kehidupan sesudah mati di akhirat. Berubahlah bangsa Arab menjadi umat yang terbaik, senang berbuat kebaikan dan beriman serta selalu ingat akan Allah sebagaimana firman-Nya: Artinya: ”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia; menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah” (QS Ali Imran, 3:110)
Manakala manusia gemar berbuat baik, benci berbuat jahat dan banyak ingat akan Allah maka itulah umat manusia yang terbaik, sekalipun barangkali ilmunya tidak terlalu tinggi, pakaian, kendaraan dan rumahnya tidak terlalu bagus. Iman dan taqwa sebagi buah dari kesadaran diri kita sebagai makhluk Allah adalah pendorong yang paling kuat untuk berbuat baik dan sekaligus sebagai rem yang paling ampuh untuk mencegah manusia dari berbuat jahat di dunia ini. Tidak ada satu hal lain yang lebih kuat dan tangguh dari iman dan taqwa itu, yaitu iman atau keyakinan yang seyakin-yakinnya terhadap Allah dan kehidupan sesudah mati di alam akhirat yang kekal.
Baca Juga>Peranan Wahyu dalam Sains dan Teknologi
Sebagai umat mayoritas di negeri Indonesia yang kita cintai ini, kita umat Islam hendaklah secara aktif dan apresiatif senantiasa memperjuangkan terciptanya masyarakat yang beradab, masyarakat yang adil dan makmur, lahir dan batin, yang diridhai Allah SWT. Jadikanlah setiap momentum yang baik termasuk ibadah Jum’at kali ini sebagai tonggak untuk menciptakan masyarakat yang lebih utama, dengan jalan masing-masing kita kembali kepada fitrah kemanusiaan kita sebagai makhluk yang gemar beramal saleh dengan membangun kemaslahatan umat dan membuang nafsu-nafsu kebinatangan yang ada pada diri kita masing-masing.
Kaum Muslimin yang berbahagia!
Berdasarkan uraian di atas perlu saya tegaskan sekali lagi bahwa untuk mengatasi segala macam keburukan dalam masyarakat dulu, sekarang dan masa-masa yang akan datang, perlu adanya usaha yang maksimal untuk meningkatkan iman manusia terhadap Allah dan Hari Akhir. Sebentar lagi umat Islam melaksanakan syiam Ramadhan dilanjutkan dengan Ibadah Haji dan penyembelihan hewan qurban tidak lain tujuannya adalah untuk meningkatkan iman dan taqwa umat Islam, sehingga mereka mampu hidup bersama masyarakat yang berperadaban. Masyarakat yang beradab adalah masyarakat yang ditopang oleh warganya yang senantiasa mengikuti wasiat Nabi SAW yakni ikhlas dalam segala tindak laku dan perbuatan, adil dalam segala tindakannya, sederhana dalam penampilan, mudah memaafkan orang lain, pemberi/dermawan kepada orang yang papa dan masyarakat yang tak berpunya lainnya, penyapa dan ramah dalam pergaulannya, dan senantiasa berpikir, berdzikir dan memberikan kesan yang positif kepada lingkungan sekitarnya.
Demikianlah Teks Khutbah Jumat Pilihan Singkat Terbaru: Islam dan Pembentukan Masyarakat Yg Beradab yang dapat saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan dan kemampuan kepada jamaah yang dirahmati Allah untuk senantiasa melaksanakan apa saja yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya, termasuk perintah untuk menciptakan masyarakat yang beradab.
Oleh karena itu, orang yang banyak ingat dan bersyukur kepada Allah pasti hidupnya akan bahagia, tenang dan tentram. Untuk itu biasakanlah banyak mengingat Allah dan mensyukuri nikmat-Nya, pasti akan kita rasakan sendiri akan hasil dan akibatnya yang sangat indah dalam kehidupan kita di dunia ini, lebih-lebih di akhirat kelak.
Baca Juga>Hukum HAM dan Demokrasi dalam Islam
Kita manusia, adalah satu makhluk Allah yang terbaik kejadiannya, susunan jasmani dan rohaninya. Dengan panca indera dan akal, hati dan nafsu, manusia menjadi makhluk yang berpotensi untuk bertamaddun (berperadaban). Makin lama makin maju dalam segala hal, karena dapat memperbedakan antara yang haq dan yang batil, yang baik dan yang buruk, yang berguna dan yang berbahaya, yang membahagiakan dan yang mencelakakan atau merusak. Dengan banyak mengingati Allah, manusia akan senantiasa ditempa untuk menumbuhsuburkan “fitrah” manusia sebagai makhluk yang beradab, yang dapat memberikan pencerahan dalam kehidupan sosial yang penuh rona dan dinamika ini.
Sekalipun begitu, tidak dapat dibantah juga bahwa manusia tidak hanya mengerjakan kebaikan, tetapi juga mengerjakan banyak keburukan. Kalau banyak manusia yang berbuat baik, maka sungguh berbahagialah masyarakat manusia itu. Tetapi kalau banyak yang berbuat jahat dan melakukan berbagai “teror sosial” sebagai mana sering terjadi saat ini, maka rusak dan kacaulah masyarakat manusia itu.
Firman Allah dalam QS At-Tiin, 95:4-5: Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)”.
Kaum muslimin yang berbahagia !
Sungguh tak terhingga banyaknya kebaikan manusia, tetapi sungguh tak terhingga pula kejelekan manusia dan kejahatan yang dilakukannya. Manakah yang lebih banyak, apakah kebaikannya ataukah keburukannya? Semua orang akan menjawab, ternyata lebih banyak keburukan yang dilakukan manusia itu, sehingga banyak manusia yang resah dan khawatir, yang sengsara dan melarat, penuh derita dan nestapa, lebih-lebih di negara kita yang sedang diuji oleh Sang Khalik tanpa ada kejelasan kapan akan berakhir ini. Bermula dari pukulan balik dari lingkungan yang dieksploitasi dan dicemari secara berlebihan, krisis ekonomi dan moneter yang belum menunjukkan titik terangnya, korupsi politik, ekonomi dan moral yang sangat transparan itu, supremasi kepentingan pribadi, nepotistik dan kelompok atas nama kepentingan bangsa dan negara, runtuhnya sistem hukum, etik dan moral, otonomi daerah yang dipandang “kebablasan” dalam pemerintahan dan pembangunan, dehumanisasi sebagian besar warga yang termarginalkan dan deifikasi oknum-oknum elit dengan perangkat kekuasaan berikut kroni-kroninya, erosi semangat kebangsaan dan kebersamaan yang mengancam integrasi bangsa dan negara sampai kepada merosotnya ketahanan nasional sebagai suatu bangsa yang berdaulat yang ditandai dengan adanya kerentanan terhadap tekanan luar negeri, dan sebagai kompensasinya, terjadi dislokasi agresivitas terhadap rakyat dan lembaga-lembaga dalam negeri, merupakan tumpukan masalah yang sangat mengganggu, menggelisahkan, meresahkan dan mengancam kebahagiaan hidup kita sebagai makhluk yang beradab.
Baca Juga>Sejarah Kerasulan Nabi Muhammad SAW Periode Mekah
Yang dinilai sebagai baik dan buruk di sini bukanlah dari dimensi kecanggihan sains dan teknologi sebagai hasil olah pikir manusia, melainkan akhlak dan budi pekertinya. Selain akhlak dan budi pekerti, manusia makin lama makin maju dalam segala hal; pakaian yang dikenakan semakin baik, kendaran dan rumah serta semua alat yang mereka ciptakan semakin maju dengan pesatnya. Hanya akhlak dan budi pekertinyalah, baik yang bersifat “person” maupun “publik” yang semakin jelek dan buruk. Akibat manusia Indonesia sekian lama hanya berperan sebagai objek saja dalam realitas politik dan sosial serta karena melenturnya swa-kendali, maka muncullah nilai-nilai moralitas baru yang sangat menghawatirkan; antara lain : rasa setia kawan dan etos kerja yang semakin meluntur, ketidakdisiplinan pribadi maupun publik yang semakin menghawatirkan, agresivitas manusia Indonesia yang makin “nggegirisi” sebagai akibat ketidakpastian hidup dan kehidupannya, pendewaan terhadap hasil-hasil teknologi atau menjadi manusia yang sangat materialistik, menurunnya kemampuan menalar dalam setiap persoalan hidup yang dihadapi serta menurunnya kemampuan melakukan komunikasi dan penyelesaian masalah melalui dialog antar pelaku dan menurunnya fungsi utama keluarga, merupakan penurunan akhlak dan budi pekerti yang membutuhkan pencermatan kita bersama.
Kaum Muslimin Yang Berbahagia!
Ketika Allah pertama kali berkehendak untuk menciptakan manusia di atas permukaan bumi ini, Allah SWT memberitahukan kehendak-Nya itu kepada para Malaikat. Para Malaikat langsung berkata, : “Apakah manusia tidak akan berbuat kerusakan di atas bumi dengan menumpahkan darah ?” Allah hanya menjawab : ”Aku lebih tahu, sedang kamu tidak tahu”, sebagaimana firman-Nya dalam QS Al-Baqarah, 2:30: Artinya: ”Dan ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat: ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka (para malaikat) berkata :”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di mubi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman :”Sesungguhnya Aku mengetahui apa-apa yang tidak kamu ketahui”.
Jangankan Allah, malaikat saja sudah mengetahui bahwa manusia yang dijadikan khalifah di muka bumi ini akan berbuat kerusakan dan akan saling menumpahkan darah, saling bunuh-membunuh sesama mereka, karena berbagai sebab dan kepentingan. Manusia yang seharusnya beradab dan menciptakan tatanan masyarakat yang berperadaban itu malah senang berbuat kerusakan dan kejelekan itu sudah diketahui oleh Allah SWT, karena memang demikian inilah yang dikehendaki Allah dengan ciptaan-Nya yang bernama manusia itu. Yaitu satu macam makhluk yang akan silih berganti berbuat kebaikan dan kerusakan di permukaan bumi ini, dari dahulu kala sampai kiamat kelak. Dengan ketentuan, barang siapa yang banyak berbuat kebaikan dan kesalehan akan dibalasi Allah dengan kebaikan pula dan barang siapa yang berbuat dosa dan kerusakan akan dibalas dengan kejahatan pula. Dengan tujuan untuk pembalasan perbuatan manusia inilah Allah Yang Maha Bijaksana dan Maha Perkasa menentukan bahwa kehidupan di dunia ini bukan satu-satunya kehidupan yang dijalani oleh manusia. Di balik kehidupan dunia yang fana ini ada kehidupan lain, di mana semua manusia yang pernah hidup di muka bumi akan dihidupkan kembali untuk mendapatkan pembalasan Allah itu.
Untuk pembalasan hidap pasca kematian itulah Allah menciptakan dua tempat kehidupan bagi manusia di akhirat nanti, yaitu syurga dan neraka. Syurga merupakan tempat yang indah dan penuh keabadian, di mana terdapat segala macam kesenangan, kegembiraan dan kenyamanan, bukan saja berupa makanan dan minuman serta segala macam hiburan, melainkan juga tidak terdapat kebosanan, kelemahan, penyakit dan kematian. Di sana manusia hidup kekal dalam kebahagiaan hidup yang tiada putus-putusnya.
Kebalikannya tempat kembali yang bernama neraka itu, di sana hanya terdapat kesengsaraan dan penderitaan, kepedihan dan kesakitan, satu macam hidup yang penuh dengan penyesalan, keluhan dan ratapan yang tiada akhir, sebagai balasan dari setiap kejahatan yang pernah manusia lakukan selama hidup di dunia sekarang ini.
Untuk mengurangi kejelekan dan kejahatan dalam peradaban manusia itu, Allah SWT mengutus Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul-Nya serta Kitab-Kitab Sucinya untuk memberi kabar gembira kepada manusia yang berakal akan kehidupan dunia yang fana ini lebih-lebih kehidupan akhirat nanti.
Ditegaskan oleh Allah SWT dalam sambungan Surat At-Tiin di atas : Artinya: ”Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya” (QS At-Tiin, 95:6)
Disambung lagi dengan firman-Nya : Artinya: ”Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya ?” (QS At-Tiin, 95 :7-8)
Di sinilah letak rahasianya, kenapa manusia yang diberi akal dan pikiran, berilmu pengetahuan yang selalu meningkat dan maju yang semaju-majunya, tetapi masih tetap berbuat kejahatan. Yaitu karena manusia hanya pintar, hanya berilmu dan mampu menciptakan berbagai hasil sain dan teknologi yang serba canggih, tetapi tidak percaya atau tipis sekali kepercayaannya kepada Allah dan kehidupan di akhirat nanti. Mereka yang tidak percaya adanya Allah dan Hari Akhir malah berlomba-lomba untuk berbuat kejahatan untuk kesenangan sesaat dalam hidup mereka, karena mereka tidak percaya ada yang lebih kuasa atas mereka, tidak ada yang melihat segala kejahatan mereka, tidak ada yang akan menindak ketika mereka melakukan kejahatan dan kezaliman dalam hidup ini. Akhirnya dengan segala kepintarannya itu manusia saling berlomba untuk berbuat kerusakan dan kejahatan, tanpa memikirkan lagi apakah yang dilakukan itu baik bagi dirinya/orang lain atau justru sebaliknya mereka telah melakukan aniaya kepada diri sendiri dan menzalimi hak-hak kebebasan orang lain.
Kaum muslimin yang diridhai Allah SWT
Berbagai “pathologi sosial” yang dilakukan manusia “keblinger” sebagaimana di atas tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik manakala manusia merasa dirinya telah “cukup” dan tidak memerlukan adanya “intervensi wahyu” untuk mengatur hidup mereka. Sebab, satu-satunya ajaran yang paling lengkap dan sempurna adalah ajaran agama Islam dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ajarkanlah kepada orang-orang yang sedang lupa diri itu tentang Allah dan kehidupan akhirat menurut ajaran Islam yang sebenar-benarnya dan selengkap-lengkapnya, Insya Allah mereka akan merubah pandangan hidupnya yang salah selama ini. Sebagai contoh yang tak terbantahkan dalam sejarah peradaban manusia, pelajarilah bagaimana caranya Allah mengubah keadaan bangsa Arab yang rusak dan penuh “kejahiliahan” menjadi bangsa yang terbaik dalam waktu yang relatif singkat, yaitu dalam tempo 23 tahun saja.
Allah SWT dengan perantaraan Rasul-Nya Muhammad SAW dengan Al-Qur’an, meresaplah ke dalam jiwa setiap orang Islam kepercayaan kepada Allah dan kehidupan sesudah mati di akhirat. Berubahlah bangsa Arab menjadi umat yang terbaik, senang berbuat kebaikan dan beriman serta selalu ingat akan Allah sebagaimana firman-Nya: Artinya: ”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia; menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah” (QS Ali Imran, 3:110)
Manakala manusia gemar berbuat baik, benci berbuat jahat dan banyak ingat akan Allah maka itulah umat manusia yang terbaik, sekalipun barangkali ilmunya tidak terlalu tinggi, pakaian, kendaraan dan rumahnya tidak terlalu bagus. Iman dan taqwa sebagi buah dari kesadaran diri kita sebagai makhluk Allah adalah pendorong yang paling kuat untuk berbuat baik dan sekaligus sebagai rem yang paling ampuh untuk mencegah manusia dari berbuat jahat di dunia ini. Tidak ada satu hal lain yang lebih kuat dan tangguh dari iman dan taqwa itu, yaitu iman atau keyakinan yang seyakin-yakinnya terhadap Allah dan kehidupan sesudah mati di alam akhirat yang kekal.
Baca Juga>Peranan Wahyu dalam Sains dan Teknologi
Sebagai umat mayoritas di negeri Indonesia yang kita cintai ini, kita umat Islam hendaklah secara aktif dan apresiatif senantiasa memperjuangkan terciptanya masyarakat yang beradab, masyarakat yang adil dan makmur, lahir dan batin, yang diridhai Allah SWT. Jadikanlah setiap momentum yang baik termasuk ibadah Jum’at kali ini sebagai tonggak untuk menciptakan masyarakat yang lebih utama, dengan jalan masing-masing kita kembali kepada fitrah kemanusiaan kita sebagai makhluk yang gemar beramal saleh dengan membangun kemaslahatan umat dan membuang nafsu-nafsu kebinatangan yang ada pada diri kita masing-masing.
Kaum Muslimin yang berbahagia!
Berdasarkan uraian di atas perlu saya tegaskan sekali lagi bahwa untuk mengatasi segala macam keburukan dalam masyarakat dulu, sekarang dan masa-masa yang akan datang, perlu adanya usaha yang maksimal untuk meningkatkan iman manusia terhadap Allah dan Hari Akhir. Sebentar lagi umat Islam melaksanakan syiam Ramadhan dilanjutkan dengan Ibadah Haji dan penyembelihan hewan qurban tidak lain tujuannya adalah untuk meningkatkan iman dan taqwa umat Islam, sehingga mereka mampu hidup bersama masyarakat yang berperadaban. Masyarakat yang beradab adalah masyarakat yang ditopang oleh warganya yang senantiasa mengikuti wasiat Nabi SAW yakni ikhlas dalam segala tindak laku dan perbuatan, adil dalam segala tindakannya, sederhana dalam penampilan, mudah memaafkan orang lain, pemberi/dermawan kepada orang yang papa dan masyarakat yang tak berpunya lainnya, penyapa dan ramah dalam pergaulannya, dan senantiasa berpikir, berdzikir dan memberikan kesan yang positif kepada lingkungan sekitarnya.
Demikianlah Teks Khutbah Jumat Pilihan Singkat Terbaru: Islam dan Pembentukan Masyarakat Yg Beradab yang dapat saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan dan kemampuan kepada jamaah yang dirahmati Allah untuk senantiasa melaksanakan apa saja yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya, termasuk perintah untuk menciptakan masyarakat yang beradab.