<Sejarah Kerasulan Nabi Muhammad SAW Periode Mekah>Kerasulan muhammad SAW, merupakan kelanjutan dari para Nabi dan Rasul sebelumnya yang jumlahnya 124.000 (menurut riwayat Abu Dzar al-Ghifari RA, yang diamini oleh muslim Sunni dan Syiah hingga kini) dengan misi utamanya (inti risalahnya); mengimani dengan menyembah hanya Allah Swt, dan menjauhi Taghut. Di dalam Al_Quran terdapat sejumlah ayat yang mengisahkan tentang hal ini, sekaligus menyebut sejumlah Nabi/Rasul, antara lain: Hud AS, Shaleh AS, Syuaib AS. “dan kepada kaum'Ad (kami utus) saudara mereka, Huud. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. kamu hanyalah mengada-adakan saja”.(QS.11/Hud:50)
Begitu pula nabi Musa AS, nabi Ibrahim AS dan putranya Isma’il AS dan Ishak AS (QS.2:133) serta nabi Isa AS (QS.5:72), walau sedikit perbedaan redaksi, tapi substansinya sama yakni mengimani dan menyembah hanya Allah SWT. Bahkan dalam beberapa ayat lain secara tegas menyuruh (menyeru) agar menyembah hanya Allah SWT, dan menjauhi Thaghut. Allah berfirman :
“dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).(QS.16/An Nahl :36).Misi utama para nabi dan rasul tersebut kemudian terkenal dengan istilah doktrin Aqidah-Tauhid, di mana pada masa kerasulan Muhammad SAW periode Makkah selama 13 tahun beliau memfokuskan pada pembinaan aqidah-tauhid ini, dan juga akhlak.
SUBSTANSI (tema) dan STRATEGI DAKWAH NABI SAW.
Adapun inti ajaran Islam periode Makkah (13 tahun) berdasarkan kronologi ayat ayat alquran yang beliau terima yakni 89 surah dengan jumlah ayat 4726 yang dikenal dengan surah-surah makkiyah yang memuat tentang:
- Doktrin tauhid (keesaan Allah Swt) yakni Allah adalah Maha segalanya.
- Hari akhir (kiamat) dan kehidupan sesudah kematian di mana manusia harus menerima segala konsekuensi dari perbuatannya selama di Diunia.
- Kesucian Jiwa (Tazkiah an-Nafs) dari segala bentuk tradisi jahiliyah berupa dekadensi moral (berzina, berjudi, minuman keras, dll).
- Persaudaraan dan persamaan manusia.
Baca Juga : Jaminan Islam Terhadap Non Muslim
Jika kita membaca al-Quran (ayat-ayat Makkiyah) secara komprehensif dan critical thinking menurut Fazlur Rahman kita akan sampai pada tesis bahwa pesan langit tentang pembinaan iman-tauhid dan akhlak tidak berdiri sendiri, melainkan memiliki keterkaitan dengan realitas sosio-kultural masyarakat-musyrikin Makkah. Di sini; al -Quran ayat-ayat Makiyah (terkadang) bernada korektif dan kritik terhadap kelompok-oligarki dan asistokrat Makkah yang berperilaku korup dan menyimpang dari nilai-nilai moral. Di antara kritik alQuran adalah: suka menimbun harta dan menghitung-hitungnya. (Al-Humazah/104:2), melakukan akumulasi kekayaan (At-Takatsur/102:1), enggan menyantuni anak-anak yatim, tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap persoalan kemiskinan; kebiasaan memakan harta warisan dengan rakus; serta kecintaan terhadap kekayaan yang melampaui batas. (QS.Al-Fajr/89:17-20). Bahkan suka berperilaku curang dalam takaran/timbangan. (Al Muthoffifin: 1-3), dan paling keras kritik alquran terhadap mereka (kaum Aristokrat) adalah “tidak mengimani hari akhir, serta sebagai pendusta-pendusta agama (Al Muthoffifin dan al Ma’un: 1-3).
Dari kritik dan koreksi di atas, al-Quran juga mengajukan suatu proyek sosial-ekonomi sebagai alternaternatif dan solusi, yang dalam surah al-Balad/90: 12-16 disebut al-aqabah, atau jalan bagaikan “mendaki bukit” yaitu pemerdekakan manusia dari perbudakan, dan pemberantasan kemiskinan serta kelaparan”. Inilah dakwah tauhid (mission prophetic) yang berdimensi kemanusiaan dan membebaskan. Jadi nabi SAW punya agenda yang mulia yaitu ingin melakukan suatu gerakan sosial yang berkeadilan berbasis doktrin tauhid.
Reaksi Kafir Quraisy terhadap dakwah Nabi SAW.
Merurut Fazlur Rahman dan Prof. Ahmad Syalabi; reaksi kafir Quraisy untuk menolak dakwah Nabi SAW adalah sebagai berikut:
Dari kritik dan koreksi di atas, al-Quran juga mengajukan suatu proyek sosial-ekonomi sebagai alternaternatif dan solusi, yang dalam surah al-Balad/90: 12-16 disebut al-aqabah, atau jalan bagaikan “mendaki bukit” yaitu pemerdekakan manusia dari perbudakan, dan pemberantasan kemiskinan serta kelaparan”. Inilah dakwah tauhid (mission prophetic) yang berdimensi kemanusiaan dan membebaskan. Jadi nabi SAW punya agenda yang mulia yaitu ingin melakukan suatu gerakan sosial yang berkeadilan berbasis doktrin tauhid.
Reaksi Kafir Quraisy terhadap dakwah Nabi SAW.
Merurut Fazlur Rahman dan Prof. Ahmad Syalabi; reaksi kafir Quraisy untuk menolak dakwah Nabi SAW adalah sebagai berikut:
- Mereka sangat keberatan terhadap doktrin persamaan hak dan kedudukan antara semua orang, karena mereka ingin mempertahankan tradisi hidup berkasta-kasta dalam masyarakat, di samping ingin mempertahankan praktek perbudakan diketidak-adilan sosial, sementara Islam menghapusnya. Yakni membebaskan perbudakan ( تحرير رقبة /
فك رقبة) serta menegakkan keadilan sosial. - Mereka menolak keras doktrin Islam tentang kehidupan sesudah mati yakni alam kubur dan alam akhirat, karena mereka merasa ngeri akan siksa dan adzabnya.
- Mereka menolak ajaran Islam karena berat meninggalkan tradisi (warisan) leluhur mereka.
- Mereka menentang keras dengan berusaha memboikot dakwah Nabi SAW karena Islam melarang menyembah berhala.
- Menyiksa sejumlah mantan budak yang telah memeluk Islam, antara lain: Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu Ubais an-Nahdliyah beserta dua anaknya dengan siksa diluar batas perikemanusiaan.
- Mereka mengusulkan agar permusuhan dapat diakhiri jika kedua belah pihak saling “tukar agama” (ibadah) secara bergantian.
Menghadapi situasi tersebut, Rasulullah SAW tidak putus asa, tidak gentar dan tidak sedih, melainkan beliau semakin tegar menyampaikan risalah Allah SWT dengan terus meningkatkan kesabaran, kehati-hatian, keteladanan, simpati dan empati yang luar biasa yang dilandasi keyakinan dan tawakal kepada Allah SWT, bahwa kesuksesan dan kemenangan sedang menanti di seberang sana. Sikap seperti ini terbaca dan tercermin pada pribadi baginda Nabi SAW, sebagaimana firman Allah SWT di akhir surat At-Taubah:
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. 9/at-Taubah: 128).