Naskah Teks Khutbah Jumat Singkat Padat: Meninggalkan Perkara Yang Sia-Sia
Khutbah Pertama :
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْاِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا، وَوَعَدَ لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا. اَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
Hadirin jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah SWT!
Materi khutbah pada siang hari ini merupakan penjelasan panjang dari satu sabda Nabi yang sangat pendek dan ringkas, yaitu tentang nasehat beliau agar kita meninggalkan setiap perkara yang tidak penting dan sia-sia; menghindarkan diri dari segala hal yang tidak berguna dan tak bermanfaat. Hadits inilah yang oleh Imam Ibn Rajab dinilai sebagai akar dari hadits tarbawiy, yakni hadits-hadits tentang pendidikan umat. Sebuah hadits yang berisi ajaran utama yang harus dipahami dan diamalkan oleh setiap muslim di sepanjang hidupnya. Hadits itu diriwayatkan dari Abi Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda :
من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه.
Bahwa salah satu ciri kebaikan Islam seseorang adalah ia meninggalkan segala hal yang tidak bermanfaat.
Baca Juga>Makalah Khutbah Jumat: Keutamaan Shalat
>Khutbah Jumat Ideologis: Hakikat Cinta Kepada Allah SWT
>Materi Khutbah Idul Fitri: Penawar Racun Kehidupan
Hadits yang sangat pendek ini, di dalamnya terkandung hikmah yang sangat luas. Dalam kitab al-Wafi fi Syarhil Arba’in an-Nawawi misalnya, Syaikh Musthafa al-Bugha menjelaskan bahwa hadits ini muatan isinya mencakup separuh dari keseluruhan ajaran agama. Karena agama itu sejatinya berisi ajaran tentang bagaimana seharusnya kita bertindak dan berprilaku, yang pada prinsipnya agar kita tidak berbuat sesuatu yang sia-sia dan tidak bermanfaat, baik ditinjau dari aspek moralitas, etika maupun agama.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Berdasarkan hadits ini, sebagai seorang muslim sudah sepatutnya kita merenungkan kembali apa yang sering kita perbuat dalam kehidupan sehari-hari. Apakah kita telah benar-benar mengamalkan pesan Nabi tersebut, yakni meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat?, ataukah malah sebaliknya, kita justeru lebih banyak melakukan sesuatu yang dalam pandangan agama sebenarnya hanya menyia-nyiakan waktu?: mementingkan segala hal yang sebenarnya tidak penting, dan mengejar keinginan-keinginan yang sesungguhnya tidak kita butuhkan, baik untuk kemashlahatan duniawi lebih-lebih kemashlahatan ukhrawi, sebagaimana yang banyak melanda masyarakat di era modern saat ini, di mana budaya konsumerisme (sikap konsumtif), life style (gaya hidup) sudah semakin mewabah.
Baca Juga>
Secara lebih jauh, hadits Nabi di atas sesungguhnya dapat menjadi sumber inspirasi bagi kita untuk melakukan 3 (tiga) hal penting dalam upaya memperbaiki tatanan kehidupan masyarakat. Ketiga hal itu adalah: yang pertama, إقامة المجتع الفاضل, yakni membangun masyarakat yang ideal. Yaitu masyarakat yang bersatu, saling menghargai dan bersinergi satu sama lain. Kepentingan seseorang tidak boleh mengganggu kepentingan orang lain. Demikian pula dengan kebebasannya, tidak boleh melanggar kebebasan orang lain. Masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang saling terikat satu sama lain dalam satu tali ukhuwwah (rasa persaudaraan) dan silaturrahim (jalinan kasih sayang). Kepentingan sosial harus lebih diutamakan dari pada kepentingan individu dan golongan.
Selanjutnya upaya yang kedua adalah إقامة المجتمع المقتصد, yakni membangun pola hidup masyarakat yang sederhana, baik sederhana dalam pola pikir, tindakan maupun tingkah laku. Karena kehidupan yang sederhana diawali dari tindakan yang sederhana. Tindakan yang sederhana diawali dari ucapan yang sederhana, dan ucapan yang sederhana bersumber dari pola pikir yang sederhana, yakni pola pikir yang lebih berorientasi pada aspek faidah dan manfaat, serta menjauhi hal yang sia-sia dan tidak berguna.
Penjelasan ini, jika kita pahami secara sepintas memang terkesan bersifat individualis dan pragmatis. Tetapi apabila dipahami secara mendalam sesungguhnya tidaklah demikian. Karena setiap aktifitas dan apapun kesibukan pribadi setiap muslim yang sejati, hakikatnya ditujukan dalam rangka menata diri demi terciptanya tatanan masyarakat yang baik. Karena masyarakat yang baik harus diawali oleh pribadi-pribadi yang juga baik. Atau dengan kata lain, untuk membangun masyarakat yang islami, tentunya harus dimulai dari upaya membangun individu-individu yang islami terlebih dahulu. Sehingga jika masing-masing individu telah menjadi baik, maka dengan sendirinya masing-masing akan memiliki standar penilaian yang sama terhadap realita yang ada di masyarakatnya. Artinya, sesuatu yang dipandang buruk dalam pandangan seorang muslim akan dipandang buruk pula oleh anggota masyarakat lainnya. Demikian pula sebaliknya, apabila sesuatu itu dianggap baik, maka seluruh masyarakat juga akan menyatakan bahwa sesuatu itu baik. Inilah kiranya yang dimaksud oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya tentang salah satu ciri keutamaan iman seorang muslim, yakni :
أن تُحِبَّ للناس ما تُحبُّ لنفسك، وتُكرِهَ لهم ما تُكرِهُ لنفسك
“Hendaknya engkau mencintai orang lain sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri, dan membenci mereka lantaran sesuatu, sebagaimana engkau membenci dirimu sendiri”
Hadits ini secara tidak langsung menyatakan, bahwa iman yang matang akan menyamakan standar nilai kebaikan antara satu orang dengan orang lainnya. Apa yang buruk menurut kita, buruk pula menurut orang lain, begitu pun sebaliknya. Dengan demikian, kebaikan-kebaikan pribadi pada akhirnya akan menjelma menjadi kebaikan kolektif. Sehingga akan terwujudlah masyarakat sebagaimana yang dicita-citakan oleh al-Qur’an, yakni masyarakat yang ideal, sehat dan penuh ampunan Allah SWT: baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Ma’asyiral Muslimin Rahimkumullah
Upaya perbaikan masyarakat yang ketiga adalah إقامة المجتمع الإيماني لا الأناني, yakni membangun masyarakat yang religius (beriman) dan tidak individualis atau egois. Karena sikap religius (keimanan) ini pada prinsipnya berlawanan dengan sikap individualis/egois. Oleh karenanya, sikap lebih mengutamakan kepentingan masyarakat luas (المصلحة العامة) dibanding kepentingan pribadi dan kelompok, adalah syarat mutlak kesempurnaan iman seseorang. Sebagaimana dinyatakan oleh Nabi SAW :
ترى المؤمنين في توادهم وتعاطفهم وتراحمهم مثل الجسد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالحمى والسهر
“Orang-orang mukmin yang saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, adalah laksana satu tubuh, apabila salah satu organ tubuhnya mengalami sakit maka sekujur tubuh akan ikut merasakan sakit”
Begitu juga sebaliknya, seseorang yang di dalam hatinya tidak ada cukup iman, maka ia akan cenderung bersikap individualistis. Apa yang dipikirkan dan dilakukan senantiasa hanya berorientasi pada kepentingan pribadinya, keluarganya atau kelompoknya semata, tanpa pernah berpikir tentang kemashlahatan masyarakatnya secara lebih luas. Seseorang dengan sikap anti sosial semacam ini, pastilah sepanjang hidupnya akan terjebak dalam pola pikir yang serba materialistis, karena segala sesuatunya selalu diukur dengan standar materi dan untung-rugi.
Jama’ah Jum’ah yang berbahagia!
Demikian Naskah Teks Khutbah Jumat Singkat Padat: Meninggalkan Perkara Yang Sia-Sia ini kami sampaikan, semoga bermanfaat bagi kita sekalian.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
الْحَمْدُ الَّذِيْ خَلَقَ الْخَلْقَ لِيَعْبُدُوْهُ، وَأَبَانَ آيَاتِهِ لِيَعْرِفُوْهُ، وَسَهَّلَ لَهُمْ طَرِيْقَ اْلوُصُوْلِ إِلَيْهِ لِيَصِلُوْهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَرْسَلَهُ اللهُ بِاْلهُدَى وَدِيْنِ اْلحَقِّ لِيَكُوْنَ لِلْعَالَمِيْنَ نَذِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ, فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ, اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ, وَاعْلَمُوْا أَنَ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ, وَقَالَ تَعَالَى إِنَ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيَآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَتِكَ الْمُقَرَّبِيْنَ, وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ, وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ, إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ ودَمِّرْ أَعْدَآئَنَا وَأَعْدَآءَ الدِّيْنِ وأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتْنَةِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنا إِنْدُوْنِيْسِيَا خَآصَّةً وَعَنْ سَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَآمَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ! إِنَ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَآءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ, وَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكم, وَلَذِكرُ اللهِ أَكْبَرُ, وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.
Khutbah Pertama :
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْاِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا، وَوَعَدَ لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا. اَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
Hadirin jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah SWT!
Materi khutbah pada siang hari ini merupakan penjelasan panjang dari satu sabda Nabi yang sangat pendek dan ringkas, yaitu tentang nasehat beliau agar kita meninggalkan setiap perkara yang tidak penting dan sia-sia; menghindarkan diri dari segala hal yang tidak berguna dan tak bermanfaat. Hadits inilah yang oleh Imam Ibn Rajab dinilai sebagai akar dari hadits tarbawiy, yakni hadits-hadits tentang pendidikan umat. Sebuah hadits yang berisi ajaran utama yang harus dipahami dan diamalkan oleh setiap muslim di sepanjang hidupnya. Hadits itu diriwayatkan dari Abi Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda :
من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه.
Bahwa salah satu ciri kebaikan Islam seseorang adalah ia meninggalkan segala hal yang tidak bermanfaat.
Baca Juga>Makalah Khutbah Jumat: Keutamaan Shalat
>Khutbah Jumat Ideologis: Hakikat Cinta Kepada Allah SWT
>Materi Khutbah Idul Fitri: Penawar Racun Kehidupan
Hadits yang sangat pendek ini, di dalamnya terkandung hikmah yang sangat luas. Dalam kitab al-Wafi fi Syarhil Arba’in an-Nawawi misalnya, Syaikh Musthafa al-Bugha menjelaskan bahwa hadits ini muatan isinya mencakup separuh dari keseluruhan ajaran agama. Karena agama itu sejatinya berisi ajaran tentang bagaimana seharusnya kita bertindak dan berprilaku, yang pada prinsipnya agar kita tidak berbuat sesuatu yang sia-sia dan tidak bermanfaat, baik ditinjau dari aspek moralitas, etika maupun agama.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Berdasarkan hadits ini, sebagai seorang muslim sudah sepatutnya kita merenungkan kembali apa yang sering kita perbuat dalam kehidupan sehari-hari. Apakah kita telah benar-benar mengamalkan pesan Nabi tersebut, yakni meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat?, ataukah malah sebaliknya, kita justeru lebih banyak melakukan sesuatu yang dalam pandangan agama sebenarnya hanya menyia-nyiakan waktu?: mementingkan segala hal yang sebenarnya tidak penting, dan mengejar keinginan-keinginan yang sesungguhnya tidak kita butuhkan, baik untuk kemashlahatan duniawi lebih-lebih kemashlahatan ukhrawi, sebagaimana yang banyak melanda masyarakat di era modern saat ini, di mana budaya konsumerisme (sikap konsumtif), life style (gaya hidup) sudah semakin mewabah.
Baca Juga>
Secara lebih jauh, hadits Nabi di atas sesungguhnya dapat menjadi sumber inspirasi bagi kita untuk melakukan 3 (tiga) hal penting dalam upaya memperbaiki tatanan kehidupan masyarakat. Ketiga hal itu adalah: yang pertama, إقامة المجتع الفاضل, yakni membangun masyarakat yang ideal. Yaitu masyarakat yang bersatu, saling menghargai dan bersinergi satu sama lain. Kepentingan seseorang tidak boleh mengganggu kepentingan orang lain. Demikian pula dengan kebebasannya, tidak boleh melanggar kebebasan orang lain. Masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang saling terikat satu sama lain dalam satu tali ukhuwwah (rasa persaudaraan) dan silaturrahim (jalinan kasih sayang). Kepentingan sosial harus lebih diutamakan dari pada kepentingan individu dan golongan.
Selanjutnya upaya yang kedua adalah إقامة المجتمع المقتصد, yakni membangun pola hidup masyarakat yang sederhana, baik sederhana dalam pola pikir, tindakan maupun tingkah laku. Karena kehidupan yang sederhana diawali dari tindakan yang sederhana. Tindakan yang sederhana diawali dari ucapan yang sederhana, dan ucapan yang sederhana bersumber dari pola pikir yang sederhana, yakni pola pikir yang lebih berorientasi pada aspek faidah dan manfaat, serta menjauhi hal yang sia-sia dan tidak berguna.
Penjelasan ini, jika kita pahami secara sepintas memang terkesan bersifat individualis dan pragmatis. Tetapi apabila dipahami secara mendalam sesungguhnya tidaklah demikian. Karena setiap aktifitas dan apapun kesibukan pribadi setiap muslim yang sejati, hakikatnya ditujukan dalam rangka menata diri demi terciptanya tatanan masyarakat yang baik. Karena masyarakat yang baik harus diawali oleh pribadi-pribadi yang juga baik. Atau dengan kata lain, untuk membangun masyarakat yang islami, tentunya harus dimulai dari upaya membangun individu-individu yang islami terlebih dahulu. Sehingga jika masing-masing individu telah menjadi baik, maka dengan sendirinya masing-masing akan memiliki standar penilaian yang sama terhadap realita yang ada di masyarakatnya. Artinya, sesuatu yang dipandang buruk dalam pandangan seorang muslim akan dipandang buruk pula oleh anggota masyarakat lainnya. Demikian pula sebaliknya, apabila sesuatu itu dianggap baik, maka seluruh masyarakat juga akan menyatakan bahwa sesuatu itu baik. Inilah kiranya yang dimaksud oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya tentang salah satu ciri keutamaan iman seorang muslim, yakni :
أن تُحِبَّ للناس ما تُحبُّ لنفسك، وتُكرِهَ لهم ما تُكرِهُ لنفسك
“Hendaknya engkau mencintai orang lain sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri, dan membenci mereka lantaran sesuatu, sebagaimana engkau membenci dirimu sendiri”
Hadits ini secara tidak langsung menyatakan, bahwa iman yang matang akan menyamakan standar nilai kebaikan antara satu orang dengan orang lainnya. Apa yang buruk menurut kita, buruk pula menurut orang lain, begitu pun sebaliknya. Dengan demikian, kebaikan-kebaikan pribadi pada akhirnya akan menjelma menjadi kebaikan kolektif. Sehingga akan terwujudlah masyarakat sebagaimana yang dicita-citakan oleh al-Qur’an, yakni masyarakat yang ideal, sehat dan penuh ampunan Allah SWT: baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Ma’asyiral Muslimin Rahimkumullah
Upaya perbaikan masyarakat yang ketiga adalah إقامة المجتمع الإيماني لا الأناني, yakni membangun masyarakat yang religius (beriman) dan tidak individualis atau egois. Karena sikap religius (keimanan) ini pada prinsipnya berlawanan dengan sikap individualis/egois. Oleh karenanya, sikap lebih mengutamakan kepentingan masyarakat luas (المصلحة العامة) dibanding kepentingan pribadi dan kelompok, adalah syarat mutlak kesempurnaan iman seseorang. Sebagaimana dinyatakan oleh Nabi SAW :
ترى المؤمنين في توادهم وتعاطفهم وتراحمهم مثل الجسد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالحمى والسهر
“Orang-orang mukmin yang saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, adalah laksana satu tubuh, apabila salah satu organ tubuhnya mengalami sakit maka sekujur tubuh akan ikut merasakan sakit”
Begitu juga sebaliknya, seseorang yang di dalam hatinya tidak ada cukup iman, maka ia akan cenderung bersikap individualistis. Apa yang dipikirkan dan dilakukan senantiasa hanya berorientasi pada kepentingan pribadinya, keluarganya atau kelompoknya semata, tanpa pernah berpikir tentang kemashlahatan masyarakatnya secara lebih luas. Seseorang dengan sikap anti sosial semacam ini, pastilah sepanjang hidupnya akan terjebak dalam pola pikir yang serba materialistis, karena segala sesuatunya selalu diukur dengan standar materi dan untung-rugi.
Jama’ah Jum’ah yang berbahagia!
Demikian Naskah Teks Khutbah Jumat Singkat Padat: Meninggalkan Perkara Yang Sia-Sia ini kami sampaikan, semoga bermanfaat bagi kita sekalian.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
الْحَمْدُ الَّذِيْ خَلَقَ الْخَلْقَ لِيَعْبُدُوْهُ، وَأَبَانَ آيَاتِهِ لِيَعْرِفُوْهُ، وَسَهَّلَ لَهُمْ طَرِيْقَ اْلوُصُوْلِ إِلَيْهِ لِيَصِلُوْهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَرْسَلَهُ اللهُ بِاْلهُدَى وَدِيْنِ اْلحَقِّ لِيَكُوْنَ لِلْعَالَمِيْنَ نَذِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ, فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ, اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ, وَاعْلَمُوْا أَنَ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ, وَقَالَ تَعَالَى إِنَ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيَآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَتِكَ الْمُقَرَّبِيْنَ, وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ, وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ, إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ ودَمِّرْ أَعْدَآئَنَا وَأَعْدَآءَ الدِّيْنِ وأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتْنَةِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنا إِنْدُوْنِيْسِيَا خَآصَّةً وَعَنْ سَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَآمَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ! إِنَ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَآءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ, وَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكم, وَلَذِكرُ اللهِ أَكْبَرُ, وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.