Khutbah Jumat Paling Mantap: Akhlak Terhadap Makhluk


إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
 يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ تَعَالَى أَيْضًا: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّا بَعْدُ؛

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Pada masa Nabi Muhammad saw, di ceritakan setelah Nabi saw pulang ke rahmatullah, para sahabat-sahabat beliau sangat kangen dan rindu ingin berjumpa dengan Nabi saw karena akhlak dan budi pekerti yang tinggi yang mengundang kerinduan sehingga rasa ingin jumpa dan bertemu dengan beliau. Datanglah seorang sahabat kepada istri beliau bernama Aisyah, Sahabat tersebut berkata “Wahai Umul Mukminin, ibunda kami, kami ini sangat rindu sekali dengan Rasulullah padahal Rasulullah sudah tiada. ”Tolong ceritakan kepada kami sosok pribadi dari pada Rasulullah. Pertanyaan sahabat Rasul ini sempat mengundang rasa haru kepada Aisyah. Beliau kemudian terkenang keluhuran budi pekerti akan Rasulullah saw. Kemudian dengan penuh haru Aisyah pun berkata dengan singkat: “Bahwa baginda Rasulullah saw prilakunya, akhlaknya adalah Al-qur’an.” Jadi Rasulullah adalah sosok al-Quran yang berjalan dan hidup.

Inilah gambaran bagaimana kita berakhlak yang baik yakni sesuai dengan tuntunan yang ada dalam al-Quran karena semua prilaku kehidupan manusia semuanya tertera dalam al-Quran. Maka tidak berlebihan kalau Rasulullah menyatakan: “Sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan Akhlak.”
https://aang-zaeni.blogspot.com/2018/02/khutbah-jumat-paling-mantap-akhlak.html

Bila kita kenang bagimana Akhlak dari Nabi SAW akan kita temukan sangat banyak sekali bagaimana kesatuan beliau, bagaimana kerendahan hati beliau, sampai di ceritakan. Suatu hari datang seorang arab baduy dia katakan “Wahai baginda Rasul, ketika kami menyeru penduduk kampung untuk masuk kedalam Islam, kami katakan bahwa dengan memeluk Islam kalian akan mendapatkan keuntungan dunia akhirat, dunia akhirat pasti selamat, sehingga mereka berbondong-bondong masuk Islam, tapi kondisi sekarang mereka sedang menghadapi masa paceklik, krisis ekonomi yang luar biasa sehingga sendi-sendi kehidupan hampir lumpuh, yang tadinya kaya menjadi setengah miskin, yang tadinya miskin sekarang lebih miskin lagi.” Kemudian orang bduiy itu berkata:“Wahai baginda Rasul mereka dulu memeluk Islam kerena satu tujuan yaitu ingin makmur dalam kehidupan dunianya , kami hawatir mereka akan kembali keluar dari Islam kerena mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan.”  Kemudian Rasul mengutus Ali untuk mendata seberapa parah kemiskinan di kampung baduy itu. Kemudian kembali Ali ra. dan berkata “Ya Rasulullah hampir-hampir tidak ada makanan yang dapat mereka makan di sana sangatlah miskin mereka.  Kemudian Rasulullah bertanya kepada sahabat-sahabatnya: “Siapakah di antara kalian yang mempunyai setumpuk kurma atau makanan yang akan di berikan kepada mereka,  Mereka menjawab: Tidak ada”. Rasulullah berkata : “Baik kalau begitu aku yang akan mengusahakan . Beberapa hari kemudian datanglah seorang yang memiliki kekayaan dan berkata kepada Rasul: “Ya Muhammad akan aku hutangi engkau dengan kurma dan engkau akan membayar pada wakut yang aku tentukan. Kemudian Rasulullah meminta kepada sahabat untuk mengambil kurma yang dipinjamkan dari orang tersebut untuk diberikan kepada penduduk baduy yang sedang membutuhkan makanan.

Waktu demi waktu telah berlalu sudah jatuh tempo hutang beliau terhadap orang kaya tersebut, kemudian datanglah orang tersebut untuk menagih janji dan berkata dengan nada marah sambil memegang sorban Rasulullah dan kerah bajunya, sambil berkata: “Muhammad sudah jatuh tempo kau harus membayar hutangmu dan bani Abdu Muthalib adalah orang yang suka menangguhkan bayar hutang. Berdirilah sahabat Umar sambil berkata “Kamu ini kurang ajar kepada Rasulullah, kalau saja rasulullah mengijinkan, kau sudah ku bunuh”  Kemudian Nabi berkata “Wahai Umar kau lunasi saja hutangku dan kau tambah 20 gantang kurma sebagai ganti ancamannya terhadap orang ini.”  Akhirnya di bayarlah oleh Umar, kemudian orang kaya itu berkata: “Umar kamu tahu siapa saya”. Tidak kata Umar. “ Saya adalah pendeta yahudi, nama saya adalah  Zaed As sana’ah, ketika aku melihat wajah Muhammad maka aku dapatkan di sana seperti apa yang di gambarkan dalam kitab suci kami, tanda-tanda dan ciri-ciri kenabian, hanya aku belum melihat sosok pribadi dan akhlak dari seorang Muhammad , oleh karenanya aku ingin mengujinya, setelah aku saksikan bagaimana keteguhan hati beliau dan kesabaran beliau, maka sekarang saksikan aku adalah sahabat kalian, dan separuh dari hartaku, aku sumbangkan untuk Islam.

Ini adalah salah satu bukti ketinggian akhlak dari Rasulullah saw. Jika kita perhatikan apapun perintah Allah SWT  dalam bentuk ibadah dan ta’at kepadanaya hampir muaranya adalah kepada akhlak itu sendiri. Kalau iman itu di katakan sebagai pondasi, kemudian Islam sebagai tiang agama maka akhlak itu adalah bangunan dari agama itu sendiri. Seseorang yang memiliki keimanan kepada Allah, keimanan pada hari akhir, mereka melakukan shalat, puasa, zakat dan lain-lain. Sementara dia tidak menghiasi diri dengan akhlak terpuji ibarat Rumah tanpa bangunan hanya tonggak-tonggak tiang belaka, sangat tidak indah dan akan mudah roboh pada akhirnya.

Kita perhatikan saja, dari ibadah shalatpun pada ujungnya shalat itu adalah bagaimana membentuk pribadi-pribadi yang berakhlak dengan pendidikan shalat. Kita di didik untuk satu jiwa, senasib sepenanggungan, satu kedudukan, tidak ada kaya tidak ada miskin, inilah pendidikan yang tercamtum dalam shalat, bahwa kita di mata Allah adalah sama. Demikian juga dengan puasa bahwa dari sekian banyak puasa yang terakhirnya bertujuan berprilaku baik dalam kehidupan sosial, ditandai dengan kejujuran dan akhlak mulia dalam pergaulan kehidupannya. Kemudian ibadah haji dan ibadah lainnya pada akhirnya adalah tetap menjurus kepada pendidikan akhlak baik dengan Allah dengan manusia dan dengan lingkungannya.

Makhluk dapat di bedakan menjadi makhluk ghoir Akillah yakni makhluk yang tidak berakal, maka prinsip akhlak terhadap mereka yang utama adalah kita memanfaatkan mereka dan tidak berlebih-lebihan. Ketika Allah swt menciptakan makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan, maka akhlak kita kepada mereka adalah kita mengekplorasi bukan mengekploitasi. Allah swt memberikan batasan-batasan kepada kita, ketika manusia memanfaatkan apa yang telah Allah berikan.

Allah telah memberikan segalanya, yang didarat maupun di lautan, dari tumbuhan, binatang, semuanya untuk manusia, maka akhlak kita kepada mereka adalah kita memanfaatkan tetapi tidak berlebih-lebihan, lebih lagi sampai mendzalimi makhluk tersebut. Kenapa demikian, karena akhlak yang baik tegak dan hancurnya suatu bangsa. Sauki Almanfaludi mengatakan yang artinya: “Bahwa satu bangsa akan tegak manakala akhlaknya mulia dan satu bangsa akan hancur manakala akhlaknya tiada.”

Demikian dengan akhlak kepada makhluk, kepada alam semesta, kepada lingkungan hidup, kalau kita mengekploitasi secara berlebihan, contoh dari hutan saja, kita berlebihan memanfaatkan hutan itu tanpa tidak mempedulikan reboisasi, atau penghijauan kembali, maka yang akan rugi adalah diri kita sendiri seperti terjadi bencana tanah longsor, gunung meletus dan lain-lain. Ini apabila akhlak sudah tidak ada maka ke hancuran akan terjadi.

Sementara akhlak kepada makhluk sesuai dengan prinsip-prinsip :

1). Adanya saling tolong- menolong antara keduanya, atau ta’awun. Kalau kita perhatikan ajaran-ajaran Islam tentang hubungan baik dengan sesama manusia atau disebut muamalah yang ada hampir semuanya bersumber dari prinsi ta’awun, adanya pinjam-meminjam, tolong menolong itu pada dasarnya dari prinsip ta’awun. Seorang ulama pernah menyaksikan orang yang sedang bermaksiat, kemudian yang lain mencaci maki kepada orang tersebut,  maka ulama tersebut melarangnya sambil berkata: “Andai kau lihat saudaramu masuk ke lubang apa yang engkau lakukan.” Mereka menjawab “Tentu kami akan menolongnya” Ulama berkata lagi : “Dan apabila saudaramu terperosok kejurang kemaksiatan, maka caranya bukan di caci maki, bukan di hina, tapi tolong dia dari perbuatan yang terjang itu.”  Rasulullah saw memberikan petunjuk: Unshur dzalimu wat ta’awun, tolonglah orang yang di aniaya dan yang menganiaya . Sahabat-sahabat bertanya: “ Ya Rasulullah kalau menolong orang yang di aniaya kami mengerti, tetapi kalau kamu menolong orang yang menganiaya apa maksudnya. Kata Rasulullah: “Hentikan dia dari sifat dzalimnya itu adalah bentuk pertolongan kita”.

2). Bersikap adil kepada sesama manusia dan makhluk lainnya. Misalnya karena ilmu dan harta kita yang lebih sehingga dengan semena-mena berbuat kasar kepada sesama, ini juga pernah di kisahkan seorang gubernur Basrah yang bernama Abu Musa al Ansari pada masa pemerintahan Umar Ra. Abu Musa al Ansari di tunjuk sebagai gubernur, datang seorang prajurit baduy, dan menuntut harta rampasan perang karena aturannya adalah siapa yang membunuh musuh, maka dia berhak kepada kekayaan musuh tersebut. Orang baduy ini datang kepada gubernur dan berkata: “Saya dalam pertempuran kemarin, sudah membunuh sekian banyak musuh, makanya berikan kekayaan-kekayaan musuh-musuh tersebut. Tapi Abu Musa al Ansari sahabat Rasul ini yang di pandang sebagai ulama , sahabat memiliki ijtihad lain dia melihat ada ke maslahatan umat, maka ia hanya berikan separonya dari keseluruhan kepada prajurit tersebut. Prajurit ini tidak mau terima, ia bersikeras bahwa harta itu adalah hak saya, dan saya harus petahankan hak saya, Tapi Abu Musa al Ansari tetap pada pendiriannya dan sempat muncul dalam hatinya, bahwa dia adalah gubernur dialah yang berkuasa di sini, akhirnya prajurit ini di beri hukuman yaitu berdiri di tengah lapangan dan di cambuk sebanyak 20 kali dan rambutnya di cukur habis. Atas hukuman menentang terhadap keputusan gubernur.

Setelah hukuman selesai kemudian di ambil rambut-rambutnya dan di kumpulkan, kemudian dia pergi untuk menghadap khalifah Umar di Madinah, kemudian dia berkata: “Wahai khalifah, aku melihat Islam adalah agama yang adil, Islam mengajarkan kesejahtraan, Islam mengajarkan kemerdekaan, tapi kenyataannya saya penduduk basrah teraniaya oleh gubernur saya”. Sahabat Umar kemudian menulis surat dan menanyakan keadaan yang sebenarnya kepada gubernur, yang isinya: Kalau memang demikian, jika kau melakukannya di depan umum, maka kau juga mendapat balasannya di depan umum, dan apabila kau melakukannya di tempat sepi, maka balasannyapun di tempat sepi, yaitu di cambuk 20 kali dan di gunduli rambutnya.

Kemudian sahabat Abu Musa al Ansari menyadari kesalahannya bahwa ternyata kekuasaan itu bukan segalanya, tetapi kebenaran adalah di atas segalanya, dan keadilan Islam mengajarkan hal itu Imam Abu Musa dengan kesolehannya menyadari sekalipun juga muncul dalam pikirannya bagaimana mungkin seorang gubernur , seorang sahabat Rasulullah, yang sekian lama, ikut berjuang dengan Rasulullah kemudian akan di permalukan di depan umum, di cambuk dan di gunduli, tapi karena cahaya kebenaran sudah ada dalam dirinya ,maka Abu Musa al Ansari pun menyadarinya.

Kemudian datanglah Abu Musa kelapangan, sahabat-sahabat besar yang ada di sekeliling beliau mendekati prajurit tersebut memberikan nasehat bahwa yang akan di balas ini seorang sahabat Rasulullah yang mulia, alim, bagaimana mungkin akan di permalukan di depan umum, Tapi si prajurit tetap dengan pendiriananya, karena dia merasa sakit hati, akhirnya prajurit itu mendekati sahabat Abu Musa di lapangan, kemudian di pandanginya sehingga timbul rasa iba pada dirinya lalu prajurit tersebut memaafakannya.

Disini Islam menyatakan kepada kita bahwa berakhlak kepada sesama manusia harus menerapkan prinsip-prinsip keadilan, kemudian masih banyak lagi di antara prinsip kasih sayang dan lemah lembut, ini juga salah satu bentuk akhlak seseorang yang dalam dirinya sudah terbina, terlatih dengan ibadah dan taat kepada Allah SWT , maka di dalam hatinya harus tumbuh rasa sayang dan lemah lembut pada sesama.

Pernah seorang ulama melihat si ahli maksiat yang dihina dan dianiaya seraya ulama berkata: “Mengapa enkau begitu keras dan kasar terhadap orang ahli maksiat bukankah Musa dan Harun pun di suruh oleh Allah untuk lemah lembut terhadap fir’aun. Apakah fir’aun dengan ahli maksiat itu lebih jahat orang maksiat ?  “Tidak” Kata ulama itu, kalau saja Nabi Musa yang lebih mulia dari kita di perintah oleh Allah swt masih harus berlemah lembut kepada fira’un yang sudah jelas menentang Allah swt apalagi kita sesama muslim yang ibadah dan beriman kepada Allah swt. Wallahu’alam bisshawab

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالِّذكْرِ الْحَكِيمِ ، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ، أَقُولُ قَوْلِي هذَا وَأَسْتَغْفِرُ الله الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوهُ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِينَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِين، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


اَلْحَمْدُ ِللهِ الْمَلِكِ الْوَهَّابِ، اَلْجَبَّارِالتَّوَّابِ، اَلَّذِيْ جَعَلَ الصَّلاَتَ مِفْتَاحًا لِكُلِّ بَابٍ، فَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَي مَنْ نَظَرَ إِلَي جَمَالِهِ تَعَالَي بِلاَ سِطْرٍ وَلاَ حِجَابٍ وَعَلَي جَمِيْعِ اْلآلِ وَاْلأَصْحَابِ وَكُلُّ وَارِثٍ لَهُمْ إِلَي يَوْمِ الْمَآبِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهِ... أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ الله تَعَالَى: (يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ). أما بعد.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَارْضَ عَنْ سَادَاتِنَا أَصْحَابِ رَسُوْلِكَ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلَي يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.وَأَقِمِ الصَّلاَةِ

Subscribe to receive free email updates: