Naskah Khutbah Jum’at Lengkap : Perayaan Maulid Nabi Antara Ajaran & Tradisi


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Khutbah Pertama:

الحمد لله الذي منّ علينا برسوله الكريم, وهدانا به إلى الدين القويم والصراط المستقيم, وأمرنا بتوقيره وتعظيمه وتكريمه, وفرض على كلّ مؤمن أن يكون أحبَّ إليه من نفسه وأولاده وخليله, وجعل محبّتَه سببا لمحبّته وتفضيله, أشهد أن لا إله إلاّ اللهُ الرؤوفُ الرحيم, وأشهد أنّ محمّدا عبده ورسوله ذو الجاه العظيم, صلّى الله وسلَّم عليه وعلى سائر المرسلين, وآل كلٍّ والصحابة والتابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين. أمّا بعد, فيا أيّها الحاضرون, اتّقوا اللهَ حقَّ تُقاته, ولا تموتنّ إلاّ وأنتم مسلمون.

Hadirin sidang Jum’at yang dirahmati Allah!

Segala puji dan rasa syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kita dapat berkumpul di masjid ini dalam keadaan sehat wal ‘afiat, baik jasmani maupun ruhani. Dan berkumpulnya kita semua di masjid ini, semoga menjadi pertanda masih adanya iman dan Islam yang terpatri di dalam hati. Ini semua tentu tak lain merupakan hidayah dan ‘inayah-Nya yang juga patut kita syukuri, dengan cara senantiasa bertaqwa kepada Allah Rabbul ‘Izzati. Sikap ketaqwaan yang kita miliki itu harus selalu dijaga dan diupayakan secara istiqamah dan sungguh-sungguh sehidup semati, seraya berharap semoga kelak pada saatnya kita semua akan menutup usia dan meninggalkan dunia ini dalam keadaan husnul khatimah. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Hadirin sekalian rahimakumullah!

Hal yang juga patut kita syukuri pada kesempatan ini adalah, dipertemukannya kembali kita dengan bulan kelahiran Nabi, yakni bulan Rabi’ul Awal 1438 H yang saat ini sedang kita lalui. Bulan ini merupakan bulan yang sangat bersejarah bagi umat Islam di seluruh dunia. Karena pada bulan inilah, lebih dari 14 abad yang silam, seorang manusia sekaligus makhluk-Nya yang paling mulia dan paripurna dilahirkan ke muka bumi, yakni Rasulullah Muhammad SAW. Dan, sebagaimana kita maklumi bersama, hampir di setiap sudut wilayah umat Islam di dunia, tak terkecuali di negeri kita, momentum hari kelahiran Rasulullah SAW yang jatuh tepatnya pada tanggal 12 Rabi’ul Awal, merupakan sebuah tradisi luhur yang setiap tahun selalu dilaksanakan.

Hadirin yang dirahmati Allah!

Memperingati atau merayakan maulid Nabi pada hakikatnya bukanlah perbuatan terlarang (bid’ah) seperti dipahami sebagian kalangan yang memahami arti bid’ah secara tekstual. Karena, sebagaimana dijelaskan oleh al-Imam al-Hafidz Jalaludin as-Suyuthi, seorang ulama besar bermadzhab Syafi’i yang mendapat julukan “ibnu al-kutub” lantaran semasa hidupnya ia menulis tak kurang dari 500 buah kitab. Imam As-Suyuthi adalah seorang ulama multidisiplin ilmu yang hidup pada abad 10 H, dan merupakan orang yang paling alim di zamannya (bergelar al-‘allaamah) di bidang ilmu hadits dan berbagai cabangnya, serta menghapal tak kurang dari 200 ribu hadits Nabi. Terkait peringatan maulid Nabi, beliau menjelaskan, bahwa mengadakan peringatan maulid Nabi pada hakikatnya merupakan satu bentuk kecintaan kita kepada Rasulullah SAW, sekaligus wujud kegembiraan dan rasa syukur kita atas kelahirannya, sebab, kelahiran Rasulullah di muka bumi telah nyata menjadi rahmat bagi alam semesta. Bahkan, dalam sebuah hadits qudsi dinyatakan, Allah SWT berfirman: “laulaaka ya Muhammad, maa khalaqtul aflak” (andaikan tidak karenamu wahai Muhammad, maka tidak akan aku ciptakan alam semesta).
http://aang-zaeni.blogspot.com/2017/02/naskah-khutbah-jumat-lengkap-perayaan.html

Selain penjelasan yang dikemukakan al-Imam Jalaluddin as-Suyuthi di atas, masih banyak penjelasan lain terkait pentingnya perayaan maulid Nabi yang dikemukakan oleh ulama salafus shalih, di antaranya: Syaikh Tajuddin Umar ibnu Ali al-Lakhami as-Sakandari atau yang lebih dikenal dengan nama Imam al-Fakihani, seorang ulama bermadzhab Malikiy, dalam kitabnya “al-Maurid fi al-Kalam ‘ala al-Maulid”; kemudian Syaikh Ibnu al-Hajj al-Fa’siy dalam kitabnya “Hasyiyah Mayyarah”; lalu Syaikh Abu Abdillah ibn al-Hajj al-Malikiy dalam kitabnya “al-Madkhal”; termasuk kitab “at-Tanbihat al-Wajibat” yang ditulis oleh Hadhratus Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari. Bahkan, Syaikh Ibnu Taimiyah yang pemikiran-pemikirannya sering dijadikan rujukan oleh kelompok yang kerap membid’ahkan peringatan maulid Nabi, di dalam kitabnya yang berjudul Iqtida’ as-Shirath al-Mustaqim, beliau secara tegas menyatakan:

فتعظيم المولد واتّخاذه موسمًا قد يفعله بعضُ الناس يكون له فيه أجرٌ عظيمٌ لِحُسن قَصدِه وتعظيمِه لرسول الله صلى الله عليه وآله وسلَّم...    
(Bahwa mengagungkan maulid Nabi dan menjadikannya sebagai satu tradisi yang dilakukan oleh sekelompok orang, di dalamnya terdapat pahala yang amat besar lantaran kemuliaan tujuannya dalam rangka mengagungkan Rasulullah SAW.)
Hadirin sidang Jum’at yang dirahmati Allah SWT

Terkait fadhilah atau keutamaan memperingati Maulid Nabi, al-Imam Syihabuddin Ahmad Ibnu Hajar al-Haitsami as-Syafi’i dalam kitabnya an-Ni’matul Kubra ‘alaa al-‘Alam fii Maulidi Sayyidi Waladi Adam, beliau mengemukakan banyak riwayat yang bersumber dari Nabi dan para Sahabat. Di antaranya sabda Nabi yang menyatakan:

مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدِي كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَـوْمَ الْقِيَامَةِ. وَمَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا فِى مَوْلِدِي فَكَأَنَّمَا اَنْفَقَ جَبَلاً مِنْ ذَهَبٍ فِى سَبِيْلِ اللهِ.
“Barang siapa yang memuliakan hari kelahiranku maka aku akan memberinya syafa’at pada hari kiamat. Dan barang siapa memberikan infaq satu dirham untuk meghormati hari kelahiranku, maka ia akan mendapatkan pahala seperti memberikan infaq segunung emas untuk kepentingan di jalan Allah”
 Selain itu, Sahabat Abu Bakar As-Shiddiq RA juga berkata:

مَنْ أَنْفَقَ دِرْهَماً فِى مَوْلِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ رَفِيْقِيْ فِى الْجَنَّةِ.
“Barang siapa memberikan infaq satu dirham untuk memperingati kelahiran Nabi SAW, maka akan menjadi temanku di dalam surga”.
Demikian pula Sahabat Umar bin Khatthab RA, ia menyatakan:

مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ أَحْيَا اْلإِسْلاَمَ.
“Barang siapa memuliakan hari kelahiran Nabi SAW, berarti ia telah menghidupkan syiar agama Islam”.
Sahabat Ali Bin Abi Tholib RA pun berkata:

مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَخْرُجُ مِنَ الدُّنْياَ اِلاَّ بِاْلإِيْمَانِ.
“Barang siapa memuliakan hari kelahiran Nabi SAW, maka ia tidak akan meninggal dunia kecuali dalam keadaan membawa iman”.
Hadirin sidang Jum’at rahimakumullah!

Tradisi perayaan maulid Nabi ini, di wilayah nusantara bahkan dimanfaatkan oleh “Wali Songo” sebagai sarana dakwah, yang dikemas dengan berbagai cara untuk menarik minat masyarakat agar menyatakan syahadatain (2 kalimat syahadat), sebagai pertanda seseorang masuk Islam. Itulah sebabnya dalam tradisi masyarakat muslim di Jawa, perayaan maulid Nabi ini sering diidentikkan dengan kata “Syahadatain”, atau yang dalam lidah orang Jawa disebut “Sekaten”. Tidak hanya itu, 2 kalimat syahadat tersebut, oleh Raden Sa’id atau Sunan Kalijaga, disimbolkan dengan 2 buah gamelan yang diciptakan sendiri oleh beliau dan masing-masing diberi nama “Kiai Nogowilogo” dan “Kiai Guntur Madu”, yang senatiasa ditabuh di halaman masjid Demak setiap kali perayaan maulid Nabi berlangsung. Sebelum kedua gamelan tersebut ditabuh, orang-orang yang baru masuk Islam terlebih dahulu harus melewati pintu “pengampunan” terlebih dahulu yang diberi nama pintu “Ghafura” (dalam bahasa Arab, yang berarti Allah Maha Pengampun). Hingga selanjutnya istilah pintu "ghafura" ini dalam lidah orang Jawa berubah menjadi pintu “gapura”.

Hadirin yang dimuliakan Allah SWT

Setelah periode Wali Songo dan Kesultanan Demak selesai, dilanjutkan dengan periode Kesultanan Pajang dan Mataram. Pada masa Kesultanan Mataram, tradisi perayaan maulid Nabi ini pun tetap dilestarikan hingga saat ini. Pada masa itu muncul istilah “grebeg mulud”. Kata “grebeg” artinya “mengikuti”, yakni mengikuti Sultan dan para ulama keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan maulid Nabi. Selain itu muncul pula istilah Panjang Jimat di kesultanan Cirebon, yang berlangsung sejak masa Syekh Syarif Hidayatullah hingga saat ini. Secara filosofis, kata Panjang berarti lestari dan terus menerus, sedangkan kata Jimat berarti benda pusaka yang sangat dihormarti. Istilah Panjang Jimat pada hakikatnya bermakna upaya untuk menjaga dan melestarikan pusaka yang paling berharga milik umat Islam selaku umat Rasulullah SAW, berupa dua kalimat syahadat.

Selain tradisi-tradisi di atas, masih banyak tradisi lain di wilayah Islam nusatara yang selalu dilaksanakan dalam rangka mengungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas kelahiran Rasulullah SAW. Dan alhamdulillah, di masyarakat kita pun sampai saat ini tradisi peringatan maulid Nabi masih terus dilakukan. Itu semua tentu merupakan hal yang sangat positif untuk terus kita lestarikan, sebagai salah satu wujud kecintaan kita kepada Rasulullah SAW.  
        
Hadirin sekalian hadaniyallahu wa iyyakum !

Di atas semua uraian tersebut, hal yang sesungguhnya paling penting dan paling utama untuk kita pahami adalah, perayaan demi perayaan maulid Nabi yang setiap tahun kita laksanakan, hendaknya diikuti pula dengan peningkatan kualitas kecintaan kita kepada Rasulullah SAW secara nyata, dengan cara meneladani akhlak dan prilaku Nabi serta mengikuti seluruh ajarannya, termasuk juga patuh dan berpedoman kepada petunjuk para ulama selaku pewaris perjuangan Nabi hingga akhir zaman. Hal ini agar perayaan maulid Nabi yang setiap tahun kita laksanakan, tidak hanya berhenti pada kegiatan seremonial belaka, akan tetapi memiliki atsar atau pengaruh positif bagi perbaikan diri, keluarga, dan masyarakat kita dalam rangka upaya meningkatkan iman dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

Demikian uraian Naskah Khutbah Jum’at Lengkap : Perayaan Maulid Nabi Antara Ajaran & Tradisi yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat khususnya bagi pribadi khathib dan umumnya bagi seluruh jama’ah sekalian. [ ]

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم, لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو اللهَ واليومَ الآخِرَ وذَكَرَ اللهَ كثيرا. بارك اللهُ لي ولكم في القرآن العظيم, ونفعني وإيّاكم بما فيه مِن الآيات والذكر الحكيم, وتقبّل منّي ومنكم تِلاوَتَه إنّه هو السميع العليم. وقل ربّ اغفر وارحم وأنت خير الراحمين.

Khutbah Kedua:

الحمد لله على إحسانه, والشكر له على توفيقه وامتنانه. أشهد أن لا إله إلاَّ الله وحده لا شريك له, وأشهد أنَّ سيدنا محمدا عبده ورسوله الدّاعى إلى رضوانه. اللهمّ صلّ على سيدنا محمد, وعلى آله وأصحابه وسلِّم تسليما كثيرا. أمّا بعد, فيا أيها الناس, اتّقوا الله فيما أمر وانتهوا عمّا نَهَاكم. واعلموا أنَّ الله أمَركم بأمرٍ بدأ فيه بنفسه وثـنّى بملآئكته بقدسه, وقال تعالى إنَّ الله وملآئكته يصلّون على النبى يآأيها الذين آمنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما. اللهمّ صلّ على سيدنا محمد وعلى أنبيآئك ورسلك وملآئكتك المقرّبين, وارضَ اللهمّ عن الخلفاء الراشدين أبي بكر وعمر وعثمان وعليّ وعن بقيّة الصحابة والتابعين وتابعي التابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين, وارض عنّا معهم برحمتك ياأرحم الراحمين.
اللهمّ اغفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات الأحيآء منهم والأموات, إنّك سميع قريب مجيبُ الدعوات. اللهمّ أعزّ الإسلام والمسلمين وَأَذِلَّ الشّركَ والمشركين وانصر عبادَك الْمُوَحِّدِين المخلِصين واخذُل مَن خذَل المسلمين ودَمِّرْ أعدآئَنا وأعدآءَ الدّين وأَعْلِ كلماتِك إلى يوم الدين. اللهمّ ادفع عنّا البلاءَ والوَباءَ والزَّلازِلَ والْمِحَنَ وسوءَ الفتنة ما ظهر منها وما بطن عن بَلَدِنا إندونيسيا خآصةً وعن سائرِ البُلدانِ المسلمين عآمة يَا ربّ العالمين. ربّنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار. عبادَ الله! إنَّ الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتآء ذي القربى وينهى عن الفحشآء والمنكر والبغي يعظكم لعلّكم تذكّرون, واذكروا الله العظيم يَذْكُرْكُمْ واشكروه على نِعَمِهِ يَزِدْكم واسئلوه من فضله يُعْطِكم, وَلَذِكرُ اللهِ أكبر.

Subscribe to receive free email updates: