Tata Cara Menjaga dan Meningkatkan Kualitas Keimanan & Keislaman

http://aang-zaeni.blogspot.co.id/ Indonesia adalah Negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, akan tetapi, lihatlah realita sekarang, mayoritas dari kita sepertinya tidak meresapi dan memaknai nilai-nilai keislaman itu sendiri, dengan kata lain banyak yang cuma Islam KTP. contoh paling ringan adalah syahadat. Hal inilah yang sekarang sering difahami orang dengan makna sempit. Mereka beranggapan bahwa pengakuan syahadat itu sudah cukup melalui lisan saja, sehingga tingkah laku serta muru’ah tidaklah menjadi sorotan dikala bertentangan dengan makna syahadat itu sendiri. Karena itu, bukan hal yang asing untuk didengar di zaman sekarang jika ada seorang tokoh masyarakat atau bahkan ulama harus mendekam dalam sangkar hukum disaat terbukti korupsi. Hal ini tentunya tidak terlepas dikarenakan oleh pemahaman syahadat yang sempit oleh ummat Islam.

Contoh konkrit yang lain adalah shalat, mayoritas umat Islam saat ini sepertinya juga hanya menganggap shalat sebagai rutinitas belaka, bukan sebagai kebutuhan ruhaniah, dan shalat hanya dianggap sebagai kewajiban yang secepatnya harus dikerjakan. Hal ini sangat mungkin terjadi pada diri individu seorang muslim. Kita menganggap bahwa syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji adalah sesuatu yang wajib dalam rutinitas ritual ibadah biasa, sehingga dalam pelaksanaannya bentuk kegiatan ibadah tersebut sangatlah miskin akan nilai spiritual dan makna.

Sekarang marilah kita lihat masa kini dimana kita bisa melihat banyak sekali orang yang pemahamannya tentang Islam kurang. Sehingga otomatis kualitas keislamannya kurang pula. Ada sebagian diantara kita yang melihat kualitas keislaman seseorang melalui tampilan zhahir (luar)nya saja. Kalau orang memakai gamis dan peci atau sorban maka ia dikatakan kyai atau orang yang kualitas Islamnya bagus. Padahal orang yang berpakaian preman sekalipun belum tentu kulaitas keislamannya jelek, karena iman itu tidak tergantung dari penampilan. Nabi juga mengatakan bahwa “iman itu di hati”, jadi yang mengetahui iman itu hanya Allah. Namun, rasulullah juga memberi sedikit gambaran., bahwa orang yang disipilin dalam ibadah dan orang yang memiliki akhlak yang baik maka itu adalah sebagian dari cerminan iman dan Islam yang berkualitas.

Mujahidin dalam konteks sekarang bisa diartikan sebagai seorang yang selalu bekerja keras dan bersungguh-sungguh dalam segala aspek kegiatan. Sedangkan muhlisin adalah sifat seseorang yang dalam setiap kegiatan sehari-harinya didasarkan selalu karena Allah. Sehingga dari dua sifat ini saja, seumpamanya kita mengambil contoh seorang anggota dewan legislatif, kita bisa melihat betapa hebatnya seseorang itu. Bila dua sifat itu diterapkan maka seorang anggota legislatif akan selalu hadir dalam setiap sidang, memperhatikan suara rakyat keseluruhan, membela hak rakyat, menolak nepotisme, tidak korupsi, dan mengurangi tidurnya di malam hari karena ia memiliki jiwa mujahid sebagaimana dicontohkan Rasul SAW dan para Khulafaur Rasyidin. Bahkan ia justru akan selalu berdoa, sholat, dan puasa untuk mengharapkan petunjuk Allah SWT. Subhanallah, semoga kita dapat meningkatkan kualitas keislaman kita, sehingga kita menjadi sosok muslim yang dapat dijadikan teladan. Amin ya Rabb.
http://aang-zaeni.blogspot.com/2016/10/tata-cara-menjaga-dan-meningkatkan.html

Kualitas keislaman adalah ukuran maksimal keislaman seorang muslim yang harus dicapai agar keislamannya mempunyai nilai di mata Allah. Akan tetapi, di dalam pencapaiannya, tidak bisa lepas dari sebuah proses, yakni pengaplikasian ibadah yang telah disyari’atkan. Sangatlah mustahil untuk penggapaian kualitas tanpa sebuah usaha disertai kuantitas.

Kualitas keislaman sangat erat hubungannya dengan kualitas keimanan serta ihsan, karena ketiga hal ini mempunyai ikatan yang fungsional, yakni saling memfungsikan satu sama lain. Jadi, tidak mungkin ada seorang muslim yang kualitas keislamannya bagus, sedangkan kualitas keimanannya tidak, atau sebaliknya. Karena kedua hal ini saling berkaitan, kalau kualitas keislamannya bagus, tetapi tanpa disertai dengan kualitas keimanannya, maka seseorang itu belum dikatakan berkualitas.

Pentingnya Kualitas Keislaman Muslim

Kita semua tidak mengetahui berapa lama kita akan hidup atau kapan kita akaan meninggal, karena itulah kita harus memanfaatkan hidup dan kesempatan yang diberikan dengan sebaik- baiknya, dan dalam Islamlah hal ini kita dapatkan. Islam menjelaskan makna hidup yang hakiki melalui perbandingan dua ayat yang sangat kontras, seperti dicontohkan di dalam Alquran. Seorang yang telah mati menurut mata lahir kita, bahkan telah terkubur ribuan tahun, jasadnya telah habis dimakan cacing dan belatung lalu kembali menjadi tanah, namanya sudah hampir dilupakan orang. Tetapi yang mengherankan, Allah SWT memandangnya masih hidup dan mendapat rezeki di sisi-Nya, dalam ayat yang berbunyi : "Janganlah kalian menyangka orang-orang yang gugur di jalan Allah itu telah mati, bahkan mereka itu hidup dan mendapat rezeki di sisi Allah." [1]. Sebaliknya ada orang yang masih hidup menurut mata lahir kita, masih segar-bugar, masih bernapas, jantungnya masih berdetak, darahnya masih mengalir, matanya masih berkedip, tetapi justru Allah menganggapnya tidak ada dan telah mati, seperti disebutkan dalam firman-Nya : "Tidak sama orang yang hidup dengan orang yang sudah mati. Sesungguhnya Allah SWT mendengar orang yang dikehendaki-Nya, sedangkan kamu tidak bisa menjadikan orang-orang yang di dalam kubur bisa mendengar," [2].

Maksud ayat ini menjelaskan Nabi Muhammad tidak bisa memberi petunjuk kepada orang-orang musyrikin yang telah mati hatinya, hal ini menunjukkan bahwa kualitas seseorang tidak dilihat dari zahirnya, akan tetapi tergantung dari kualitas amal perbuatannya.

Menggapai Kualitas Keislaman

Karena pada dasarnya kekurangan kebanyakan umat Islam adalah buruknya pondasi iman dan Islam yang mereka miliki, maka hal yang pertama kali harus ditata adalah pondasinya terlebih dahulu. [3] Bangunan yang kuat adalah bangunan yang didirikan di atas pondasi yang kuat pula. Iman adalah pondasinya. Mereka diharapkan tidak hanya mengetahui tentang rukun iman yang 5 saja, tetapi lebih dari itu mereka harus ditanamkan perasaan untuk menjiwai apa sebenarnya yang terkandung dalam rukun iman itu semuanya dan memahami cabang-cabangnya. Sehingga kita mengharapkan dalam hati mereka tercermin karakter yang kuat sesuai dengan Islam.

Ada banyak cara untuk meningkatkan kualitas hidup dan keislaman seseorang, diantaranya adalah menegakkan pilar- pilar utama dari agama Islam, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits Nabi SAW :

كان النبي صلى الله عليه و سلم بارزا يوما للناس فأتاه جبريل فقال ما الإيمان ؟ قال ( أن تؤمن بالله وملائكته وبلقائه ورسله وتؤمن بالعبث ) . قال ما الإسلام ؟ قال ( الإسلام أن تعبد الله ولا تشرك به وتقيم الصلاة وتؤدي الزكاة المفروضة وتصوم رمضان ).......... رواه الشيخان[4]

Dalam hadits ini disebutkan bahwa pilar agama Islam ada lima, yakni menyembah Allah, tidak menyekutukan-Nya, mendirikan shalat, membayar zakat, serta berpuasa di bulan Ramadhan, untuk menggapai kualitas keislaman, pastinya kita harus mengerjakan syari’at dengan baik.

Selain itu yang tidak kalah penting adalah memaknai syahadat, banyak orang yang bersyahadat, dalam artian dia sudah berikrar untuk memeluk Islam, akan tetapi juga banyak orang yang tidak meresapi maknanya. Sebenarnya, disaat kalimat syahadat keluar dari syafatain dan diikrarkan oleh lisan, disana mengandung makna bahwa dia telah mengucapkan suatu pengakuan bahwa hanya Allahlah satu-satunya Tuhan yang ia sembah dan Muhammad Rasul Al-Aminlah yang telah menyampaikan risalah-Nya kepada manusia. Dengan lantunan ikrar tersebut pula ia mengungkapkan status kemuslimannya.

Faktor kedua adalah tiang dari bangunan harus kuat. Dalam hal ini tiang agama adalah sholat.[5] Sedangkan sholat adalah bagian dari rukun Islam. Maka proses kedua adalah menegakkan tiang-tiang agama atau rukun Islam sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Sholat juga merupakan kewajiban paling utama setelah tauhid. Apabila sholat seorang muslim baik maka seluruh amal perbuatannya akan baik, begitu pula sebaliknya, jika sholatnya rusak maka seluruh amal perbuatannya pun rusak. Oleh karena itu sholat sangat membutuhkan perhatian serius, teristimewa yang harus diperhatikan. Semakin khusyu’ shalat seseorang, semakin tinggi kualitas keislamannya.

Al Imam Ahmad berkata, “Sesungguhnya kualitas keislaman seseorang adalah tergantung pada kualitas ibadah sholatnya. Kecintaan seseorang kepada Islam juga tergantung pada kecintaan dalam mengerjakan sholat. Oleh karena itu kenalilah dirimu sendiri wahai hamba Allah! Takutlah kamu jika nanti menghadap Allah Azza Wa Jalla tanpa membawa kualitas keislaman yang baik. Sebab kualitas keislaman dalam hal ini ditentukan oleh kualitas ibadah sholatmu.” (Ibn al Qayyim, ash Sholah, hal 42 dan ash Sholah wa hukmu taarikihaa, hal 170-171)[6]

                              Tata Cara Menjaga dan Meningkatkan Kualitas Keimanan

Apabila hal-hal yang mendasar di atas sudah tertanam, yakni pondasi keimanan dan tiang agama (shalat) maka hal ketiga yang harus dibangun adalah membuat atap pelindung untuk menyempurnakan fungsi bangunan itu.[7] Dalam hal ini sangatlah penting kiranya kita menambah makna hidup secara umum dengan memunculkan nilai-nilai Islami dalam pergaulan umum. Secara umum, orang menganggap kualitas seseorang itu dari akhlak, intelektual, dan kebaikannya. Jadi, sesuai dengan prinsip Islam yang rahmatan lil alamin, seorang muslim harus mampu mentransformasikan sunnah Rasul dan ajaran Islam dalam pergaualan umum. Nilai-nilai Islam atau ajaran Islam yang dimaksud di sini antara lain sikap-sikap kedisiplinan dalam segala hal, kesopanan, kerajinan, kesungguhan, dan nilai–nilai Islami lainnya. Diantara sifat- sifat dan sikap itu antara lain :

Menumbuhkan sifat mujahidin dalam segala hal,

حَدَّثَنَا اسْمَاعِيْلُ قَالَ حَدَّثَنَا مَالِكُ عَنْ أَبِي الزِنَادِ عَنِ الأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّم قَالَ : تَكَفَّلَ اللهُ لِمَنْ جَاهَدَ فِي سَبِيْلِ اللهِ لاَ يُخْرِجُهُ إلاَ الجِهَادَ فِي سَبِيْلِهِ و تَصْدِيقَ كَلِمَاتِهِ بِأَنْ يُدْخِلَهُ الجَنَّةَ أَوْ يَرْجِعَهُ إلَى مَسْكَنِهِ الَذِى خَرَجَ مِنْهُ مَعَ مَا مَالَ مِنْ أَجْرٍ أَوْ غَنِيْمَةٍ. (رواه البخارى)[8]

Mempraktekkan sifat mukhlishin dalam kehidupan.

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بنِ يُوسُف عَن سُفْيان عَن سَلَمَةِ بنِ "كَهَيل" عن عَبْدِ اللهِ بن عبد الرحمن بن أبزى عن أبيه قَال كان النَبِيُ صلى الله صلى الله عليه و سلم إذا أصبح قال أصبحنا على فطرة الإسلام و كلية الإخلاص و دين نبينا مُحَمَد و ملّة إبراهيم حنيفا مسلما.[9]

Kita serahkan segala sesuatu hanya kepada Allah, seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 22 dan surat an-Nisa ayat 125 :

Dan Barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang Dia orang yang berbuat kebaikan, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan. (Q.S Luqman: 22)

Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.(Q.S An-Nisa: 125)

Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas keislaman bisa dicapai apabila kita menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan selalu berpegang pada agama kita, karena fungsi agama bagi manusia adalah pengendali perilaku agar tindak- tanduk kita didasarkan pada kebenaran dan keadilan, dan agama adalah kebutuhan primer.

Selalu berdzikir kepada Allah SWT, karena dengan berdzikir akan mengangkat derajat seseorang ke martabat yang lebih tinggi[10], serta dengan berdzikir, hati kita akan menjadi tenang dan tenteram. Sebagaimana yang tersurat dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat 28 :(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlahhanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.

Efisiensi waktu dan kesempatan serta kesehatan, apabila seseorang muslim dapat memanfaatkan hal ini dengan baik, serta mengisinya dengan berbuat ihsan, baik dengan sesama makhluk, kepada sang Khaliq .dan juga kepada diri sendiri, maka kulitas keislamanlah yang ia raih, karena ihsan adalah hasil cerminan dari aspek keislaman dan keimanan yang tentu saja saling berkaitan. Efisiensi waktu ini berkenaan dengan hadits nabi SAW :

حَدَّثَنَا المَكِيُّ بنِ إِبْرَهِيْم أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ بنِ سَعِيْد هُوَ ابنُ أَبِي هِنْدٌ عَنْ أَبِيهِ عِن ابْنِ عَبَاس رَضِيَ اللهُ عَنْهُما قَال : قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ ((رواه البخارى))[11]

Dari Abdullah ibn Sa’id bin Abi Hindun dari ayahnya berkata : aku mendengar Ibnu ‘Abbas berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Dua nikmat yang sering dilalaikan oleh mayoritas manusia adalah kesehatan dan waktu luang”.

Banyak dari kita semua tidak sadar, dan hampir tidak menyadarinya bahwa waktu ini adalah sesuatu hal yang begitu berharga dalam kehidupan kita semua,waktu adalah sesuatu yang sangat bernilai dan sangat mahal untuk bisa digantikan dengan hal yang lain. Waktu berjalan dengan sangat cepat dan tidak akan pernah kembali,

Menta’ati rambu- rambu perjalanan spiritual

Setiap muslim perlu berjuangn untuk selalu empertahankan tambatan dan kualitas keislamannya, yakni dengan cara melatih serta membiasakan jiwa untuk melakukan keta’atan dan hukum- hukum yang telah digariskan Allah SWT. Perjalanan menuju Allah adalah perjalanan spiritual. Tujuannya Allah dan bekalnya adalah akhlak mulia dan amal shaleh, dan seorang muslim berharap mendapat petunjuk dari Tuhan serta menggapai kualitas keislamannya.[12] Rambu- rambu perjalanan spiritual itu antara lain taubat, wara’, ‘iffah, qana’ah, sabar, dan lain- lain.

Selalu melawan hawa nafsu

Dalam proses peningkatan kualitas diri seseorang, sering terjadi pergulatan antara idealitas dengan hawa nafsu. Tergantung diri kita sendiri, apakah kita bisa menahan nafsu kita atau tidak

وَ قَالَ الحَسَنُ أَخَذَ اللهُ عَلَى الحِكَام أَنْ لاَ يَتَّبِعُوْا الهَوَى وَ لاَ يَخْشُوا النّاسَ............[13]

Kita harus memerangi hawa nafsu semaksimal mungkin, karena hawa nafsu itu akan membawa kita pada kemaksiatan. Orang- orang yang lalai dikerangkeng oleh hawa nafsu dan perbuatan maksiat akan diikat kegelisahan.[14] Menahan hawa nafsu ini terdapat dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 135 yang berbunyi : Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia[361] Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.

Seorang muslim itu tidak mengganggu saudara muslim yang lain, seperti yang termaktub dalam hadits Nabi SAW :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ... (رواه الشيخان)[15]

Dari Abdillah bin Amr R.A dari Nabi SAW bersabda : “Sebaik-baik (kualitas) keislaman kaum mukminin adalah orang yang kaum muslimin merasa aman dari (kejahatan gangguan) lisan dan tangannya…” (HR. Bukhari Muslim)

Catatan Kaki

[1] (Q.S Ali Imran : 169).
[2] (QS Al-Fathir : 22)
[3] Nafi Nur Rauf, “Kualitas Keislaman” dalam http://sma6bekasi.com/content/view/259/61/, diakses tanggal 19 Maret 2010
[4] Hadits ini terdapat dalam “Shahih Bukhari” bab “iman” no. 48, selain itu juga terdapat dalam “shahih muslim” bab “iman” no 10 dan 11, serta dalam “Sunan Ibnu Majah” pada muqaddimah.
[5] Nafi Nur Rauf, “Kualitas Keislaman”……
[6] NN, “keutamaan shalat” dalam http://zesi.student.fkip.uns.ac.id/, diakses tanggal 19 Maret 2010
[7] Nafi Nur Rauf, “Kualitas Keislaman”…….
[8] Hadits ini terdapat dalam shahih Bukhari, bab “lima hal yang fardhu”, juga terdapat dalam shahih Muslim no. 2486.
[9] juga terdapat dalam shahih Bukhari.
[10] M. Al-Ghazali Selalu Melibatkan Allah………. Hlm 129
[11] Terdapat dalam shahih Bukhari bab “Riqaq” , lihat juga sunan At-Tirmidzi bab “Zuhd ‘an Rasulillah” no. 2226 dan ibnu Majah bab “Zuhd” no 1460.
[12] Selalu Melibatkan Allah hlm 122
[13] Terdapat dalam Shahih Bukhari, bab “ Al-Hikam”.
[14] Abd Aziz Al-Darini, Terapi Menyucikan hati : Kunci- kunci mendekatkan diri kepada Allah, (Bandung : Mizan Pustaka, 2004) hlm 23.
[15] Musthafa M. ‘Imarah, “Jawahirul Bukhari” (Surabaya : Nurul Huda, 1271 H) hlm. 16 lihat shahih Bukhari dam Muslim bab “Iman” no 59, Sunan At-Tirmidzi bab “ Iman pada rasul” no 2552.

Subscribe to receive free email updates: