Contoh Materi Khutbah Jumat Tentang Kehidupan Istiqomah dalam Keimanan

Sebagaimana dimaklumi oleh umat Islam, berdasarkan dalil-dalil syar’i dari Alquran dan sunnah, bahwa setiap amal dan ucapan dipandang benar dan dapat diterima, hanya bila berdasarkan aqidah yang benar. Maka jika aqidah itu tidak benar, dengan sendirinya setiap tindakan maupun ucapan yang bersumber dari aqidah tadi adalah sah atau batal.

Kitabullah dan sunnah rasul-Nya Al Amin telah memberikan petunjuk, bahwa aqidah yang benar itu meliputi: iman kepada Alloh, iman kepada kitab-kitab, iman kepada para Rasul, iman kepada hari akhir, dan iman kepada qadar baik dan buruk. Dengan prinsip keimanan itu pula Alloh menurunkan kitab-kitabnya yang mulia dan mengutus Rasul-Nya. Cabang dari prinsip-prinsip ini diantaranya adalah keimanan pada hal-hal yang ghaib. 

Keenam prinsip keimanan tersebut kemudian dibagi lagi menjadi bercabang-cabang iman diantaranya adalah kewajiban seorang muslim yaitu untuk mengimani dan percaya dengan sepenuh hati terhadap hak Alloh SWT, terhadap tempat kembali di hari akhir dan perkara-perkara yang ghaib lainnya. Akibat dari keimanan yang kuat akan menciptakan akhlak-akhlak yang terpuji. Akhlak terpuji itulah yang seharusnya kita jaga selalu karena dalam implementasinya peran dari keistiqamahan iman sangatlah penting.

Setidaknya materi khutbah jumat tentang kehidupan Istiqomah dalam Keimanan ini, akan mengurai seputar permasalahan berikut:
  1. Apa pengertian iman dan siapa orang – orang yang beriman ?
  2. Apa pengertian istiqamah dan fadhilahnya?
  3. Bagaimanakah iman di atas tauhid ?
  4. Kapan istiqamah di kontekstualisasikan?
  5. Bagaimana hubungan (korelasi) iman dan istiqamah?
Iman adalah: dzikir dan iman adalah satu rangkaian yang memungkinkan setiap Muslim menerima siraman kebahagiaan. Dengan iman, seorang muslim bisa tegar, sabar dan kuat dalam mengarungi kehidupan. Ia bahagia dalam cobaan hidup yang penuh penderitaan, kesengsaraan dan kesakitan. Dengan iman di hati, ia bersikap tawakal. Allah berfirman : "Sesungguhnya orang-orang beriman itu ialah orang-orang yang apabila disebut (nama) Allah, gemetar hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, maka bertambah iman mereka karenanya. Dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal".
http://aang-zaeni.blogspot.com/2016/10/contoh-materi-khutbah-jumat-tentang.html

Iman yang benar mempunyai ciri tersendiri yang digambarkan oleh Alquran. Ia tertegun dan terharu tatkala nama Allah disebut dan bahkan ia terdorong ingin meluapkan kegembiraan dan kerinduannya dengan menjerit seraya bersujud dan menangis. Bergetar hatinya dan bertambahlah imannya tatkala nama Allah disebut. Ia selalu menjaga hatinya agar tidak lalai akan Allah (dzikrullah). Ia akan selalu berbisik ke dalam lubuk hatinya tatkala menghadapi persoalan dan kesulitan di dunia. Karena disitulah Allah meletakkan ilham sebagai pegangan untuk menentukan sikap. Sehingga kaum yang beriman akan selalu terjaga dalam hidayah dan bimbingan Allah swt. Seperti dalam surat al Baqarah: 177:

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.”

Dan dalam surat al Baqarah ayat 285:“ Rasul Telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali."”

Di antara ayat-ayat di atas, hadits-hadist juga banyak yang menegaskan hal yang sama. Di antara jumlah hadits itu, terdapat sebuah hadits sahih yang masyhur, diriwayatkan oleh iman Muslim dari Amirul Mu’minin Umar bin khatab ra. Yang menyatakan bahwa malaikat jibril pernah bertanya pada nabi SAW tentang iman, maka jawab Nabi kepadanya:

االايمان ان تؤمن بالله وملاءكته وكتبه ورسله واليوم الاخر وتؤمن بالقدر وشره 

“Iman itu adalah kamu beriman kepada Alloh, malaikat, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya dan hari akhir serta beriman kepada qadha baik dan buruk.” (HR. Bukhari, Muslim dari Abu Hurairah ra).

Orang-orang yang beriman Dalam surat al mu’minun: 1-7 dijelaskan bahwa orang-orang yang beruntung adalah orang-orang yang beriman. Dan orang yang beriman yaitu:
  • Orang yang khusyuk dalam shalatnya.
  • Orang yang menjauhkan diri perbuatan yang sia-sia.
  • Orang yang menjaga nama baiknya dan martabatnya sebagai orang mukmin yang terhormat.
Pada surat al Hajj Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”

Sebagai inti dari kandungan ayat tersebut adalah mengerjakan shalat dan berbuat kebajikan yang seharusnya semua orang-orang yang beriman berbuat demikian.Kemudian orang-orang yang beriman juga dituntut supaya mematuhi putusan pengadilan yang berdasarkan atas hukum Alloh, sebagaimana firmannya: “Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami menden gar, dan kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung.”

Dalam ayat-ayat di atas dipertegas lagi bahwa orang-orang yang berbuat kebaikan, yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan orang yang yakin tentang hari akhirat, pasti mendapat rahmat dan petunjuk dari Alloh dan sebagai buahnya adalah mendapat keuntungan dan kemenangan yang tidak bisa dinilai dengan uang dan harta betapapun banyaknya.

Menurut aqidah ahlus sunnah, iman kepada Alloh juga mencakup keyakinan bahwa iman itu adalah pernyataan yang disertai amalan iman dapat bertambah manakala ketaatannya kepada Alloh, dan dapat berkurang bila seseorang bermaksiyat kepada Alloh. Seorang muslim tidak boleh melakukan “takfir” (mengafirkan) seseorang muslim lainnya yang berbbuat dosa, selain dosa syirik.

Dalam kaitan ini Rasulullah bersabda bahwa:

ان الله يخرج من النار من كان في قلبه مثقال خردل من ايمانز

“Sesungguhnya Alloh mengeluarkan dari neraka siapa saja yang di hatinya masih terdapat keimanan, walaupun itu hanya sebesar biji sawi”

Hadits ini memberikan motivasi pada kita untuk selalu istiqamah dalam beriman. Istiqamah di sini diartikan mempertahankan keimanan dan aqidahnya dalam kondisi apapun. Sehingga iman akan selalu terjaga dan tidak akan tergoyahkan. Keimanan yang kuat adalah kunci orang-orang yang beriman. Dan telah disebutkan pada hadits tersebut bahwa orang yang beriman pasti akan masuk masuk surga. Istiqamah dalam beriman dapat memerangi sifat syirik yang dapat menutup hati dari hidayah-Nya. Di sinilah dapat kita lihat arti pentingnya istiqamah bagi keimanan.

Istiqamah menurut bahasa berarti: tegak lurus. Adapun makna menurut istilah agama Islam ialah : Berdiri teguh di atas jalan yang lurus, berpegang pada aqidah Islam dan melaksanakan syari'atnya dengan tekun, tidak berubah dan tidak berpaling dalam keadaan bagaimanapun.[6] Muslim yang beristiqamah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan aqidahnya dalam kondisi apapun. Ia bak batu karang yang tegar menghadapi gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Raghib yang menyatakan bahwa seseorang disebut istiqamah bila ia tetap berada di jalan yang lurus.

Dalam hadits Nabi SAW :


عن ابي عمرو وقيل ابي عمرة سفيان بن عبد الله رضلى الله عنه قال: قلت : يا رسول الله! قل لى فلى الاسلام قولا لا اسال عنه احدا غيرك. قال: قل امنت بالله ثم استقيم( رواه مسلم) 

“Dari Abu ‘Amr dan ada pula yang mengatakan dari Abu ‘Amrah yaitu Sufyan bin Abdullah RA, beliau berkata : Aku telah berkata (memohon petunjuk): Wahai Rasulullah SAW katakanlah kepadamu suatu perkara tentang Islam yang aku tidak lagi menanyakannya kepada seseorang selain kepadamu. Maka bersabdalah beliau : Katakan lah: Aku percaya kepada Alloh, kemudian beristiqamahlah kamu”.

Dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa esensi dari istiqamah adalah komitmen dengan aqidah keimanan dengan berbagi tuntutan dan konsekkuensinya sampai akhir hayat. Orang yang mati dalam keadaan seperti ini disebut juga dengan " Husnul Khatimah"(HR. Muslim)

Dan dalam hadits lain:

وعن ابي هريرة رضى لله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: قاربوا وسددوا وعلموا انه لن ينجو احد منكم بعمله, قالوا: ولا انت يارسول الله؟ قال: ولا انا ان يتغمدنى الله برحمة منه و فضل(رواه مسلم)

“Dari Abu Hurairah ra. Berkata, Rasulullah SAW. Bersabda: “ biasa-biasa lah kamu sekalian di dalam mendekatkan diri kepada Alloh dan berpegang teguhlah kamu sekalian terhadap apa yang kalian yakini. Ketahuilah bahwa tak ada seorangpun din antara kamu sekalian yang selamat karena amal perbuatannya”. Para sahabat bertanya : Tidak juga tuan wahai Rasullalloh?”. Beliau menjawab : Tidak juga saya, kecuali jika Alloh melimpahkan rahmat dan karuniaNya”. (riwayat Muslim).
Tersebut dalam QS. Al Jin 72 : 15-17 :“Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, Maka mereka menjadi kayu api bagi neraka jahannam. Dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak). ‘Untuk kami beri cobaan kepada mereka padanya. dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam azab yang amat berat”.

Dalam surat ini dapat disimpulkan bahwa pengertian istiqamah memiliki kata dasar yang sama dengan ﻘﺎﻡ ; berdiri tegak lurus dan ﺇﻘﺎﻤﺔ ; tanda dimulainya penegakan salat jamaah. Karena itu istiqamah sering diartikan dengan teguh hati, taat asas atau konsisten. Istiqamah disini adalah tegak dihadapan Alloh atau tetap pada jalan yang lurus dengan tetap menjalankan kebenaran dan menunaikan janji baik yang berkaitannya dengan ucapan, perbuatan, sikap dan niat. Dengan kata lain, istiqamah adalah menempuh shiratal mustaqim dengan tidak menyimpang dari ajaran Tuhan.
Dengan demikian istiqamah meliputi keyakinan (akidah) dan ketaatan menjalankan syari'at Islam, yang digariskan Alloh dalam al Qur'an dan RasulNya dalam hadits. Tidak berubah pendirian karena ancaman dan godaaan , tidak mundur dan tidak berpaling dari taat dan amal karena hambatan dan tantangan.

Firman Alloh dalam surat fushilat: 6 :Artinya: Katakanlah: "Bahwasanya Aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, Maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. dan Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya,

Lafadz فاستقيموا pada ayat tadi bahwasanya Alloh telah memerintahkan kepada hambanya untuk beristiqamah dalam hal kebaikan selalu.

Satu hal yang perlu dipahami pula bahwa istiqamah ini terkait dengan keimanan, dan keimanan itu berkaitan dengan hati. Diantara sifat yang menonjol dari hati adalah berbolak-balik. Seperti dalam hadits:

انما سمي القلب من تقلبه 

" Dinamakan hati itu " qalb" karena (sifatnya) yang berbolak- balik".

Sifat hati yang tidak tetap inilah menyebabkan keadaan seseorang sulit diprediksi apakah ia tetap beriman (istiqamah) atau ia tidak berhasil mempertahankan keimanannya(tidak istiqamah) sampai menginjak garis lurus. Secara umum istiqamah menyangkut 3 hal:
  1. Istiqamah dengan lisan
  2. Istiqamah dengan hati
  3. Istiqamah dengan jiwa
Fadhilah Istiqamah dalam Keimanan
Kenyataan dalam perjuangan hidup menunjukan bahwa orang-orang sukses dalam perjuangannya adalan mereka yang memiliki istiqamah. Perjuangan yang berhasil menggondol piala kemenangan adalah perjuangan yang pantang surut dan mundur dalam memperjuangkan cita-citanya. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa istiqamah membuahkan kemenangan.

Istiqamah dengan menjalankan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-larangan. Akan mendapatkan kabar gembira berupa surga bagi ahli iman dan istiqamah menjelang wafatnya. Dan Kabar gembira tersebut hanya didapatkan oleh orang-orang yang membersihkan tauhid(keimanannya) dari noda-noda syirik dan tetap menjaga kemurniaan tauhidnya hingga berjumpa dengan Alloh.
Istiqamah di atas Tauhid
Dalam surat fushilat : 30-32; “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu".

Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.

‘Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Maksudnya adalah mereka berkata bahwa Alloh adalah Rabb dan sesembahan kami. Tidak ada sesembahan yang haq kecuali Dia. Mereka mengatakan hal itu dengan terangan dan didasari dengan keimanan. Selain itu mereka tetap kokoh tegar dan istiqamah di atas apa yang mereka ucapkan. Mereka tidak mengganti, merubah dan meninggalkan penghambaan diri kepada Alloh SWT. Mereka melakukan segala perintahNya dan meninggalkan segala laranganNya. Demikian Syeikh Abu Bakr Al Jazairi menerangkan dalan Asairut tafasir 4/575.

Ada beberapa penafsiran para sahabat dan tabiin taentang makna istiqamah dalam ayat tersebut:

Abu Bakar RA,” mereka tidak mempersekutukan Alloh sedikitpun dan tidak berpaling kepada selain Alloh. Mereka beristiqamah atas keyakinan bahwa Alloh adalah Rabb mereka”.

Ibnu Abbas RA,” mereka berisiqamah di atas persaksian bahwa tidak ada Illah yang berhak disembah kecuali Alloh”.

Umar bin Khattab RA,” mereka istiqamah dengan taat kepada Alloh dan tidakn menyimpang sebagaiman a menyaimpangnya ssesuatu.

Ali RA,” mereka istiqamah denaag menjalankan kewajiban-kewajiban yang Alloh perintahkan. Mujahid dan Ibrahim An Nakha’i Rahimakumulloh berkata” mereka mengucapkan la ilaha illalloh dengan tidak berbuat syirik setelahnya hingga berjumpa dengan Alloh”.

Mujahid dan Ibrahim An Nakha’i Rahimakumullah berkata: “ Mereka mengucapkan La ilaha illalloh denagan tidak berbuat syirik setelahnya hingga berjumpa dengan Alloh.”

Abul Aliah,” mereka berkata (Rabb kami adalah Alloh) kemudian mengikhlaskan agama dan amalanya untuk Alloh.

Qatadah berkata,” mereka beristiqamah di atas ketaatan Alloh.” 

Demikianlah beberapa penafsiran yangb disebutkan oleh sebagian ahl tafsir antara lain Imam Al Qurthubi Imam As Syaukhani dan Imam Ibnu Rajab alm Hanbali yang dinukil dalam kitab jami’ul ulum wal Hikam.

Kapan dan Bagaimana Istiqamah Dikontekstualisasikan ?

Istiqamah setiap saat, masa dan keadaan, istiqamah akan sangat diperlukan ketika terjadi perubahan seperti yang kita hadapi bersama dalam keseharian; pemilu, promosi jabatan, tempat kerjaan dan lain –lain. Karena pada saat perubahan biasanya banyak godaan istiqamah kemudian bisa diartikan denagn tidak kompromi dengan hal-hal yamg yang negatif, seperti suap, menerima sumbangan dari di korupsi dan lain-lain perlukan.

Yang perlu dicatat bahwa istiqamah tidak identik dengan stagnasi dan statis, melainkan lebih dekat kestabilitas yang dinamis. Orang yang istiqamah ibarat mobil yang stabil dalam perjalanan dan perubahan yan cepat. Ia akan tetap tenang, konsisten, tidak goyah apalagi takut oleh lajunya perubahan dan keadaan. Melihat pentingnya istiqamah tadi maka kita sebagai seorang muslim yang beriman harus beriman dengan mengistiqamahkannya.

Sayyid Qutub menulis bahwa paling tidak ada tiga hal pokok yang dikandung oleh surat Jin: 16-17 tadi. Yaitu:

Pertama; adanya hubungan yang sangat erat antara kontistensin suatu umnan agama untuk melaksanakan tuntuntan agama dengan kesejahteraan lahir dan batin serta faktor-faktor penyebabnya.

Kedua; kesejahteraan merupakan ujian Alloh kepada hamba-hambaNya. Bersabar dalam menghadapi kenikmatan kesejahteraan lebih sulit darraipada kesabaran dalam kesempitan. Karena kesejahteraan sering memnjadikan orang lupa daaratan dan kesesmpitanmengundan orang untauk mengingat Tuhannya.

Ketiga; berpaling dari peringa Alloh dapat mengantar kepada ujian Tuhan berupa limpahan rizki yang menggundang jatuhnya sikas. Dengan kata lain, peningkata kesejahteraan atau rizki yang dibarengi dengan pengabdian nilai-nilai Ilahi akan mengakibatakan peningkatan siksa. Dalam perspekotif ini, kita bisa mengulas mengapa negara-negara yang mayoritas Muslim dan alamnya makmur, tapi miskin dan tertinggal, seperti kita Indonesia ini.
Korelasi Iman dengan Istiqamah
Istiqamah telah menjadi sunatullah bahwa setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti tidak terlepas dari cobaan dan rintangan hidup karena memang hidup ini sendiri, baik sukses, beruntung atau tidak adalah cobaan. Namun dalam menghadapi ini ada yang merasakannya denagna ringan dan tidak tergoda, tetap ada juga yang merasakannya berat dan terdorong untuk melanggar. Pada saat seperti itulah seseorang diiuji keimanannya. Salah satu cara untuk mempaertaahankannya adalah dengan istiqamah. Bahkan setiap muslim dituntut untuk istiqamah yang sebenar-benarnya dan sesempurna-sempurnanya istiqamah. Istiqamah yang benar dan sempurna yaitu benar dan lurus, konsisten dengan teguh hati dalam setiap ucapan, perbuatan dan tujuan.

Untuk beristiqamah tentunya tidaklah mudah bahkan sangatlah sulit. Namun untuk memperoleh hikmahnya secara optimal dan pahala yang besar, istiqamah adalah jalannya. Dalam sebuah ujaran arab ” istiqamah itu lebih baik dan utama dari seribu karamah”. Untuk itulah, maka diperlukan kesungguhan lahir (ijtihad dan jihad) dan batin (mujahadah) dengan tetap waspada terhadap berbagai macam dan bentuk rayuan dan godaan. Setiap muslim dituntut melakukan istiqamah ini.
Sumber Rujukan
Al-Qur’an dan Terjemahnya
Aziz, Syaikh Abdul bin Abdullah bin Baaz. tt. Aqidah shahihah Versus Aqidah Bathilah.Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia
Hasan, Ali. Orang-orang yang untung dan rugi. 1996. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Ya’qub, Hamzah. Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan Mu’min ;Tashawuf dan Taqarrub. 1992. Jakarta: Pustaka Atista.
Abdul Ghafur, Waryono. 2005. Tafsir Sosial ; Mendialogkan Teks dengan Konteks. Yogyakarta: eLSAQ Press
Http://209.85.175.104/search?q=cache:gpsluip4I1kJ:www.geocities.com/dmgto/tafsir2011/tauhid.htm+iman+dan+istiqamah&hl=en&cd+76.
Http://www.dzikrullah.com/bpm_34_iman_030304.htm
Ghozali terj. Abu Laila dan M. Tohir. 1995. Akhlak Seorang Muslim. Bandung: PT. Ma’arif

Catatan Kaki

[1] Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Aqidah shahihah Versus Aqidah Bathilah, (Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia, tt), hlm. 2
[2] http://www.dzikrullah.com/bpm_34_iman_030304.htm
[3] Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Aqidah Shahihah Versus Aqidah Bathilah,( Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia,tt), hlm. 4
[4] M. Ali Hasan, Orang-orang yang untung dan rugi,(Jakarta: 1996) hlm. 2-4
[5] Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Aqidah Shahihah Versus Aqidah Bathilah,( Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia,tt), hlm.28
[6] Hamzah Ya’qub, Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan Mu’min ;Tashawuf dan Taqarrub, (Jakarta: Pustaka Atista, 1992) hlm. 270.
[7] M. Al Ghozali terj. Abu Laila dan M. Tohir, Akhlak Seorang Muslim.(Bandung: PT. Ma’arif, 1995), hlm. 106
[8] Waryono Abdul Ghafur, Tafsir Sosial ; Mendialogkan Teks dengan Konteks, ( Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005) hlm. 22-23
[9]http://209.85.175.104/search?q=cache:gpsluip4I1kJ:www.geocities.com/dmgto/tafsir2011/tauhid.htm+iman+dan+istiqamah&hl=en&cd+76. 13 mei. 2008. 17.00

Contoh materi khutbah jumat tentang kehidupan Istiqomah dalam Keimanan di atas masih berbentuk bahan mentah, sehingga dianjurkan untuk mengolahnya sebelum dikhutbahkan. Terima Kasih

Subscribe to receive free email updates: