Setiap hari boleh jadi kita akrab dengan hiburan atau permainan. Kalau kita nonton TV, akan mudah kita jumpai berbagai bentuk hiburan (entertainment) seperti film, sinetron, musik, lawak, dan sebagainya. Permainan (game) juga mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti permainan game on-line, atau permainan dalam bentuk bermacam-macam cabang olah raga, seperti tennis, bola volley, dan sebagainya.
Memang kelihatannya berbagai hiburan dan permainan itu menyenangkan dan menghibur. Namun sebenarnya ada banyak bahayanya bagi umat Islam, baik yang nyata atau terselubung. Mengapa? Karena kita sekarang tidak hidup dalam masyarakat Islami yang menerapkan syariah Islam. Kita saat ini hidup dalam masyarakat kapitalis yang tidak kenal halal haram, yang mempertuhankan materi/uang serta menomorsatukan syahwat dan kenikmatan tubuh. Segala sesuatu diukur dengan uang, tanpa peduli lagi dengan halal haram. Tanpa ingat lagi akan pahala dan dosa, lupa akan surga dan neraka. Dalam kondisi seperti ini, hiburan dan permainan mudah menjerumuskan umat Islam ke lembah dosa.
Orang yang diyakini atau ada prasangka kuat bahwa dia akan menggunakan benda seperti game atau alat permainan game online dalam hal yang haram maka tidak boleh menjual benda tadi kepadanya mengingat firman Allah yang artinya, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS al Maidah:2).
Dalam Fatawa al Lajnah al Daimah 13/109 disebutkan, “Segala benda yang dipergunakan untuk hal yang haram atau ada prasangka kuat untuk hal yang haram maka haram hukumnya memproduksi barang tersebut. Demikian pula mengimpornya, menjualnya dan memasarkannya di antara kaum muslimin”. Al Lajnah al Daimah lil Ifta mendapatkan pertanyaan dengan teks sebagai berikut, “Aku adalah sarjana elektro. Aku bekerja menservis radio, TV, video dan alat-alat semisal. Aku berharap mendapatkan fatwa tentang terus menerus bekerja seperti ini. Perlu diketahui jika aku meninggalkan pekerjaanku ini aku akan kehilangan banyak dari kemampuanku dan berarti aku kehilangan profesi yang telah kupelajari sepanjang hidupku. Aku akan mendapatkan banyak masalah jika meninggalkan pekerjaan tersebut”.
Jawaban al Lajnah, “Terdapat banyak dalil dari al Qur’an dan sunah yang menunjukkan bahwa seorang muslim berkewajiban untuk mencari pekerjaan yang halal. Sehingga sepatutnya anda mencari pekerjaan lain yang halal. Sedangkan pekerjaan sebagaimana yang anda ceritakan bukanlah pekerjaan yang halal karena alat-alat tersebut pada umumnya dipergunakan untuk hal-hal yang haram” (Fatawa al Lajnah al Daimah 14/420).
Sedangkan PS (Play station) dan CD-nya hukumnya sama dengan hukum masalah di atas. Sehingga boleh dijual kepada orang yang kita memiliki prasangka kuat bahwa orang tersebut akan menggunakannya dalam hal yang mubah. Haram hukumnya menjual benda tersebut kepada orang yang kemungkinan besar akan menggunakannya dalam hal yang haram. Banyak orang menggunakan PS dengan penggunaan yang haram. Seharusnya hiburan itu seperlunya, dilakukan jika memang dibutuhkan. Namun ternyata menurut banyak orang isi pokok hidup adalah hiburan. Banyak orang menghabiskan banyak waktu, harta dan tenaganya di depan PS atau semisalnya. Jika tidak, mereka pergi ke tempat-tempat nongkrong, kolam renang, jalan-jalan dan duduk santai dengan kawan, pergi ke tempat-tempat wisata dan semisalnya.
Banyak orang yang main PS atau alat permainan semisalnya karena sebab PS melalaikan kewajiban shalat lima waktu dan tidak melakukan hal-hal bermanfaat secara agama ataupun dunia. Dengan alasan-alasan tersebut kami berani menegaskan haramnya bermain PS bagi orang-orang semisal di atas. Adapun orang yang bisa bersikap proporsional, hanya sejenak saja bermain PS dengan tujuan mencari hiburan, PS tidak menyebabkan melalaikan kewajiban dan melakukan hal-hal bermanfaat secara agama ataupun dunia ditambah PS tersebut bebas dari berbagai kemungkaran semisal musik, gambar wanita telanjang maka bermain PS untuk orang yang memenuhi kriteria di atas itu tidak masalah, insya Allah. Yang terbaik bagi seorang muslim adalah berusaha untuk mencari pekerjaan halal yang tidak ada subhat di dalamnya. Hendaknya kita selalu ingat dengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Semua bagian badan yang tumbuh dari harta yang haram maka api neraka itulah yang lebih baik untuknya” (HR Thabrani dan dinilai sahih oleh al Albani dalam Shahih al Jami’ no 4519).
Lantas bagaimana hukum hiburan dan permainan itu menurut syariah Islam? Pada dasarnya, Islam adalah agama fitrah, yaitu sangat mengerti fitrah manusia yang dapat mengalami kejenuhan dan kebosanan. Karena manusia memang berbeda dengan malaikat yang diwajibkan terus menerus berdzikir kepada Allah SWT. Islam juga tidak mewajibkan kepada setiap muslim untuk terus menerus mengisi waktunya di masjid saja, atau untuk terus menerus mengaji Al Qur`an, atau untuk terus menerus berdakwah, dan sebagainya. Maka dari itu, Islam tidak melarang umatnya untuk sesekali mengisi waktu luangnya dengan mencari hiburan dan menikmati permainan. Tentu bukan sembarang hiburan atau permainan, melainkan hiburan dan permainan yang dihalalkan oleh syariah Islam. Rasulullah SAW sendiri pernah berlomba lari dengan ‘Aisyah RA. (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Pernah pula Rasulullah SAW bersenda gurau (mizah) dengan seorang nenek-nenek, yang minta didoakan supaya masuk surga. Rasulullah SAW berkata kepadanya,”Sesungguhnya surga tak akan dimasuki nenek-nenek.” Perempuan itu terkejut dan menangis, mengira tak akan surga. Rasulullah SAW lalu menjelaskan bahwa maksudnya tidak demikian. Maksudnya, nenek-nenek tak akan masuk surga sebagai nenek-nenek, tapi oleh Allah SWT akan dijadikan muda dan perawan kembali ketika masuk surga, sesuai QS Al Waaqi’ah : 35-37. (HR Tirmidzi). Ini menunjukkan bahwa Islam membolehkan hiburan atau permainan, tentu sepanjang sesuai syariah Islam. (Yusuf Qaradhawi, Al Halal wal Haram fil Islam, hlm. 252-254).
Secara umum, hiburan dan permainan yang sesuai syariah Islam wajib memenuhi 3 (tiga) syarat sebagai berikut; Pertama, hiburan atau permainan itu haruslah halal secara syariah, misalnya olah raga lari, memanah, renang, dan sebagainya. Jadi tidak boleh hiburan atau permainan itu berupa sesuatu yang haram, baik haram dari segi zatnya (seperti narkoba, minuman keras), maupun haram dari segi aktivitasnya (seperti perjudian, prostitusi, seks bebas, dsb). Keharaman dari segi aktivitasnya ini, banyak sebab dan rinciannya dalam syariah Islam.
Misalkan ada hiburan atau permainan yang diharamkan karena menyerupai kaum non muslim (tasyabbuh bil kuffar), misalnya merayakan hari raya non muslim (misal Natal), atau diharamkan karena menyerupai lain jenis, misal bermain drama dimana laki-laki berperan sebagai wanita atau sebaliknya. Kedua, hiburan atau permainan tidak boleh melalaikan kita dari kewajiban. Misalnya, kewajiban sholat, bekerja, menutup aurat, menuntut ilmu, berdakwah, dan sebagainya. Jadi ketika berolah raga renang misalnya, tidak boleh mengumbar aurat atau bentuk tubuh.
Ketika olahraga lari atau sepak bola, misalnya, tidak boleh mengenakan celana pendek, karena hal itu berarti meninggalkan kewajiban menutup aurat. Tidak boleh pula lari pagi dengan meninggalkan sholat Shubuh misalnya. Tidak boleh pula pergi memancing tapi meninggalkan kewajiban dakwah atau ngaji, atau dilakukan dengan membolos kerja. Ketiga, hiburan atau permainan itu tidak boleh membahayakan (mudharat), misalnya olahraga beladiri tanpa latihan yang benar, mendaki gunung tanpa persiapan fisik atau peralatan yang memadai, dan sebagainya. Jadi kalau beladiri dilakukan dengan latihan yang benar, atau mendaki gunung dengan persiapan yang memadai, hukumnya tidak haram. Semoga tulisan Hukum Bermain Games dalam Islam ini bermanfaat untuk kita semua dan semoga kita semua bisa memilih-milih apa saja kegiatan yang layak kita kerjakan dan mana yang harus ditinggalkan.
Orang yang diyakini atau ada prasangka kuat bahwa dia akan menggunakan benda seperti game atau alat permainan game online dalam hal yang haram maka tidak boleh menjual benda tadi kepadanya mengingat firman Allah yang artinya, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS al Maidah:2).
Dalam Fatawa al Lajnah al Daimah 13/109 disebutkan, “Segala benda yang dipergunakan untuk hal yang haram atau ada prasangka kuat untuk hal yang haram maka haram hukumnya memproduksi barang tersebut. Demikian pula mengimpornya, menjualnya dan memasarkannya di antara kaum muslimin”. Al Lajnah al Daimah lil Ifta mendapatkan pertanyaan dengan teks sebagai berikut, “Aku adalah sarjana elektro. Aku bekerja menservis radio, TV, video dan alat-alat semisal. Aku berharap mendapatkan fatwa tentang terus menerus bekerja seperti ini. Perlu diketahui jika aku meninggalkan pekerjaanku ini aku akan kehilangan banyak dari kemampuanku dan berarti aku kehilangan profesi yang telah kupelajari sepanjang hidupku. Aku akan mendapatkan banyak masalah jika meninggalkan pekerjaan tersebut”.
Jawaban al Lajnah, “Terdapat banyak dalil dari al Qur’an dan sunah yang menunjukkan bahwa seorang muslim berkewajiban untuk mencari pekerjaan yang halal. Sehingga sepatutnya anda mencari pekerjaan lain yang halal. Sedangkan pekerjaan sebagaimana yang anda ceritakan bukanlah pekerjaan yang halal karena alat-alat tersebut pada umumnya dipergunakan untuk hal-hal yang haram” (Fatawa al Lajnah al Daimah 14/420).
Sedangkan PS (Play station) dan CD-nya hukumnya sama dengan hukum masalah di atas. Sehingga boleh dijual kepada orang yang kita memiliki prasangka kuat bahwa orang tersebut akan menggunakannya dalam hal yang mubah. Haram hukumnya menjual benda tersebut kepada orang yang kemungkinan besar akan menggunakannya dalam hal yang haram. Banyak orang menggunakan PS dengan penggunaan yang haram. Seharusnya hiburan itu seperlunya, dilakukan jika memang dibutuhkan. Namun ternyata menurut banyak orang isi pokok hidup adalah hiburan. Banyak orang menghabiskan banyak waktu, harta dan tenaganya di depan PS atau semisalnya. Jika tidak, mereka pergi ke tempat-tempat nongkrong, kolam renang, jalan-jalan dan duduk santai dengan kawan, pergi ke tempat-tempat wisata dan semisalnya.
Banyak orang yang main PS atau alat permainan semisalnya karena sebab PS melalaikan kewajiban shalat lima waktu dan tidak melakukan hal-hal bermanfaat secara agama ataupun dunia. Dengan alasan-alasan tersebut kami berani menegaskan haramnya bermain PS bagi orang-orang semisal di atas. Adapun orang yang bisa bersikap proporsional, hanya sejenak saja bermain PS dengan tujuan mencari hiburan, PS tidak menyebabkan melalaikan kewajiban dan melakukan hal-hal bermanfaat secara agama ataupun dunia ditambah PS tersebut bebas dari berbagai kemungkaran semisal musik, gambar wanita telanjang maka bermain PS untuk orang yang memenuhi kriteria di atas itu tidak masalah, insya Allah. Yang terbaik bagi seorang muslim adalah berusaha untuk mencari pekerjaan halal yang tidak ada subhat di dalamnya. Hendaknya kita selalu ingat dengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Semua bagian badan yang tumbuh dari harta yang haram maka api neraka itulah yang lebih baik untuknya” (HR Thabrani dan dinilai sahih oleh al Albani dalam Shahih al Jami’ no 4519).
Lantas bagaimana hukum hiburan dan permainan itu menurut syariah Islam? Pada dasarnya, Islam adalah agama fitrah, yaitu sangat mengerti fitrah manusia yang dapat mengalami kejenuhan dan kebosanan. Karena manusia memang berbeda dengan malaikat yang diwajibkan terus menerus berdzikir kepada Allah SWT. Islam juga tidak mewajibkan kepada setiap muslim untuk terus menerus mengisi waktunya di masjid saja, atau untuk terus menerus mengaji Al Qur`an, atau untuk terus menerus berdakwah, dan sebagainya. Maka dari itu, Islam tidak melarang umatnya untuk sesekali mengisi waktu luangnya dengan mencari hiburan dan menikmati permainan. Tentu bukan sembarang hiburan atau permainan, melainkan hiburan dan permainan yang dihalalkan oleh syariah Islam. Rasulullah SAW sendiri pernah berlomba lari dengan ‘Aisyah RA. (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Pernah pula Rasulullah SAW bersenda gurau (mizah) dengan seorang nenek-nenek, yang minta didoakan supaya masuk surga. Rasulullah SAW berkata kepadanya,”Sesungguhnya surga tak akan dimasuki nenek-nenek.” Perempuan itu terkejut dan menangis, mengira tak akan surga. Rasulullah SAW lalu menjelaskan bahwa maksudnya tidak demikian. Maksudnya, nenek-nenek tak akan masuk surga sebagai nenek-nenek, tapi oleh Allah SWT akan dijadikan muda dan perawan kembali ketika masuk surga, sesuai QS Al Waaqi’ah : 35-37. (HR Tirmidzi). Ini menunjukkan bahwa Islam membolehkan hiburan atau permainan, tentu sepanjang sesuai syariah Islam. (Yusuf Qaradhawi, Al Halal wal Haram fil Islam, hlm. 252-254).
Secara umum, hiburan dan permainan yang sesuai syariah Islam wajib memenuhi 3 (tiga) syarat sebagai berikut; Pertama, hiburan atau permainan itu haruslah halal secara syariah, misalnya olah raga lari, memanah, renang, dan sebagainya. Jadi tidak boleh hiburan atau permainan itu berupa sesuatu yang haram, baik haram dari segi zatnya (seperti narkoba, minuman keras), maupun haram dari segi aktivitasnya (seperti perjudian, prostitusi, seks bebas, dsb). Keharaman dari segi aktivitasnya ini, banyak sebab dan rinciannya dalam syariah Islam.
Misalkan ada hiburan atau permainan yang diharamkan karena menyerupai kaum non muslim (tasyabbuh bil kuffar), misalnya merayakan hari raya non muslim (misal Natal), atau diharamkan karena menyerupai lain jenis, misal bermain drama dimana laki-laki berperan sebagai wanita atau sebaliknya. Kedua, hiburan atau permainan tidak boleh melalaikan kita dari kewajiban. Misalnya, kewajiban sholat, bekerja, menutup aurat, menuntut ilmu, berdakwah, dan sebagainya. Jadi ketika berolah raga renang misalnya, tidak boleh mengumbar aurat atau bentuk tubuh.
Ketika olahraga lari atau sepak bola, misalnya, tidak boleh mengenakan celana pendek, karena hal itu berarti meninggalkan kewajiban menutup aurat. Tidak boleh pula lari pagi dengan meninggalkan sholat Shubuh misalnya. Tidak boleh pula pergi memancing tapi meninggalkan kewajiban dakwah atau ngaji, atau dilakukan dengan membolos kerja. Ketiga, hiburan atau permainan itu tidak boleh membahayakan (mudharat), misalnya olahraga beladiri tanpa latihan yang benar, mendaki gunung tanpa persiapan fisik atau peralatan yang memadai, dan sebagainya. Jadi kalau beladiri dilakukan dengan latihan yang benar, atau mendaki gunung dengan persiapan yang memadai, hukumnya tidak haram. Semoga tulisan Hukum Bermain Games dalam Islam ini bermanfaat untuk kita semua dan semoga kita semua bisa memilih-milih apa saja kegiatan yang layak kita kerjakan dan mana yang harus ditinggalkan.