...alam terik panas mentari yang memancar menyinari tanah Baitul Haram, seorang ulama zuhud yang bernama Muhammad Abdullah al-Mubarak keluar dari rumahnya untuk menunaikan ibadah haji. Di sana dia leka melihat seorang pemuda sedang asyik membaca selawat dalam keadaan ihram. Malah di Padang Arafah dan di Mina pemuda tersebut hanya membasahkan lidahnya dengan selawat ke atas Nabi.
“Hai saudara,” tegur Abdullah kepada pemuda tersebut. “Setiap tempat ada bacaannya tersendiri. Kenapa saudara tidak membanyakkan doa dan solat sedangkan itu yang lebih dituntut? Saya lihat saudara asyik membaca selawat saja.” “Saya ada alasan tersendiri,” jawab pemuda itu. “Saya meninggalkan Khurasan, tanah air saya untuk menunaikan haji bersama ayah saya. Apabila kami sampai di Kufah , tiba-tiba ayah saya sakit kuat. Dia telah menghembuskan nafas terakhir di hadapan saya sendiri. Dengan kain sarung yang ada, saya tutup mukanya. Malangnya, apabila saya membuka semula kain tersebut, rupa ayah saya telah bertukar menjadi himar. Saya malu. Bagaimana saya mau memberitahu orang ramai tentang kematian ayah saya sedangkan wajahnya begitu bodoh (buruk) sekali?
“Saya terduduk di sisi mayat ayah saya dalam keadaan kebingungan. Akhirnya saya tertidur dan bermimpi. Dalam mimpi itu saya melihat seorang pemuda yang tampan dan baik akhlaknya. Pemuda itu memakai tutup muka. Dia lantas membuka penutup mukanya apabila melihat saya dan berkata, “Mengapa kamu susah hati dengan apa yang telah berlaku?” “Maka saya menjawab, “Bagaimana saya tidak susah hati sedangkan dialah orang yang paling saya sayangi?" “Pemuda itu pun mendekati ayah saya dan mengusap wajahnya sehingga ayah saya berubah wajahnya menjadi seperti sedia kala. Saya segera mendekati ayah dan melihat ada cahaya dari wajahnya seperti bulan yang baru terbit pada malam bulan purnama.
“Engkau siapa?” tanya saya kepada pemuda yang baik hati itu. “Saya yang terpilih (Muhammad).” “Saya lantas memegang jarinya dan berkata, “Wahai tuan, beritahulah saya, mengapa peristiwa ini boleh berlaku?”
Rahasia Membaca shalawat 100 kali
“Sebenarnya ayahmu seorang pemakan harta riba. Allah telah menetapkan agar orang yang memakan harta riba akan ditukar wajahnya menjadi himar di dunia dan di akhirat. Allah telah menjatuhkan hukuman itu di dunia dan tidak di akhirat.
“Semasa hayatnya juga ayahmu seorang yang istiqamah mengamalkan selawat sebanyak seratus kali sebelum tidur. Maka ketika semua amalan umatku ditontonkan, malaikat telah memberi tahu keadaan ayahmu kepadaku. Aku telah memohon kepada Allah agar Dia mengizinkan aku memberi syafaat kepada ayahmu. Dan inilah aku datang untuk memulihkan semula keadaan ayahmu.”
Berjuangpun harus mengikuti perhitungan yang logis
Surat al-Kahfi: 83-85: "Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain. Katakanlah: Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya. Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya (di muka) bumi, dan telah Kami datangkan kepadanya sebab segala sesuatu, dan diapun mengikuti sebab-sebab itu."
Mukaddimah
Bukan nabi juga bukan rasul, tetapi kisah hidupnya diceritakan secara panjang lebar oleh Allah dalam al-Qur'an. Ia tidak lain adalah Dzul Qarnain, seorang yang sangat berkuasa, yang kekuasannya meliputi timur dan barat. Dzul Qarnain adalah seorang penakluk. Dia telah menang dalam beberapa pertempuran dalam waktu yang amat singkat. Dalam setiap kali bertempur, ia dan pasukannya selalu keluar sebagai pemenang. Begitu gemilangnya kemenangan yang diraihnya sehingga tidak seorang pahlawanpun, dari dulu hingga masa kini yang mampu menandinginya. Orang Barat menyebutnya Alexander the Great.
Pengungkapan kisah ini tentu saja bukan tanpa target. Allah secara sengaja mengungkap kisah di atas agar dijadikan pelajaran oleh ummat Islam yang rajin membaca dan pandai mencari ibrah atas segala peristiwa sejarah. Apalagi kemudian Allah sendiri dalam ayat di atas mengungkapkan rahasia di balik sukses besar yang dicapai oleh Dzul Qarnain. Apa rahasia kemenangan spektakulernya? Letak kemenangannya adalah pada pengetahuannya tentang sebab musabab . Pendek kata, ia jauh lebih pintar dibanding manusia sezamannya.
Ibnu Katsir ketika membahas ayat di atas meriwayatkan atsar dari Jabir bin Ammar, dia berkata: "Pada suatu kali aku bersama Ali ra. Seseorang bertanya kepadanya bagaimana Dzul Qarnain mampu sampai ke timur dan barat. Beliau menjawab, 'Maha suci Allah yang telah menundukkan awan baginya, memberinya sabab musabab, dan telah memanjangkan tangannya.'"
Hamba yang shaleh
Manusia telah ditunjuk oleh Allah menjadi khalifah-Nya di muka bumi. Tugas khalifah adalah memakmurkannya, sebagaimana yang difirmankan dalam Al-Qur'an. Penunjukaan manusia menjadi khalifah di muka bumi sempat mengundang protes para malaikat. Mereka merasa lebih berhak ditunjuk sebagai pengelola bumi dibandingkan dengan makhluk baru yang bernama manusia. Dalam catatan belum pernah sekalipun para malaikat melakukan desersi atau pelanggaran. Semua titah dan perintah Allah dilaksanakan tanpa mengurangi titik komanya. Akan tetapi Allah mempunyai alasan lain atas penunjukan ini. Allah yang Maha Mencipta tentu Maha Mengetahui atas segala ciptaan-Nya. Dia tahu bahwa untuk mengelola bumi tidak cukup dengan modal ketaatan saja. Di samping ketaatan, harus dilengkapi dengan pengetahuan yang cukup tentang alam. Itulah sebabnya sebelum dilantik menjadi khalifah, Nabi Adam dibekali tentang nama-nama . Para ahli tafsir sepakat memberi makna nama-nama itu dengan pengetahuan tentang unsur-unsur yang terkandung pada setiap benda-benda alam.
Pengetahuan itu tentu saja tidak datang secara tiba-tiba, tapi melalui proses penelitian dan pengkajian yang panjang dan mendalam. Pada masyarakat yang masih primitif tentu pengetahuannya tentang alam sangat minim sehingga mereka hanya mampu memanfaatkan dan mengekplorasi secara minim pula. Sebaliknya pada masyarakat modern, di mana pengetahuan dan pemahamannya mengenai alam sudah begitu canggihnya, maka eksplorasi, bahkan eksploitasi alam terjadi secara besar-besaran.
Pada dasarnya Allah telah menundukkan alam sebagai fasilitas hidup bagi manusia. Asal mereka mampu mengungkap rahasia yang terkandung di dalamnya, mereka pasti mampu menguasainya. Seorang ahli botani yang menguasai rahasia tanah akan mampu menguasai tanah untuk berbagai kepentingan, utamanya yang berkaitan dengan pertanian dan perkebunan. Seorang insinyur sipil, dengan disiplin ilmunya bisa mendirikan bangunan hingga tingkat 100 lebih. Seseorang yang menguasai hukum-hukum ekonomi, tentu ia akan mampu menguasai sektor ekonomi. Dalam kaitan ini tidak ada syarat, apakah orang tersebut telah beriman atau kafir. Siapa saja yang mampu membuka misteri alam dan fenomenanya, mereka akan dapat menguasainya. Dalam bidang apa saja, termasuk bidang politik, berlaku hukum yang sama, siapa yang menguasai ilmunya dan menerapkan sesuai dengan ilmunya, maka akan berkuasa. Setidaknya mereka akan dominan. Dengan demikian, kekuasaan politik, kekuasaan ekonomi, dan kekuasaan alam sepenuhnya dimenangkan oleh mereka yang memahami dan menerapkannya sesuai dengan rahasia-rahasia yang terkandung di dalamnya. Dalam bahasa yang lebih pas, Allah menyebutkan bahwa penguasaan bumi itu akan diwariskan kepada hamba-Nya yang shalih, sebagaimana firman-Nya:
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa." (QS. An-Nuur: 55)
Shalih dalam pengertian ayat ini adalah siapa saja yang berlaku dan bersikap sesuai dengan sunnatullah di alam raya. Sebagai ilustrasi, di suatu malam di masjid yang megah, telah berkumpul ratusan orang yang tenggelam dalam dzikir-dzikir panjang. Masjid itu tinggi sekali melebihi bangunan yang lain. Para pengurusnya lupa memasang penangkal petir. Sedikit agak jauh dari mesjid itu ada bangunan yang tak kalah menariknya. Di bangunan ini berkumpul ratusan muda-mudi sedang menikmati pesta dansa. Mereka tenggelam dalam alunan musik yang menghentak-hentak, sambil tak lupa menelan pil ekstasi, koplo, dan aneka minuman keras. Pemilik bangunan ini sudah tahu bahaya yang akan timbul jika sewaktu-waktu ada petir, sehingga ia memasang penangkal petir di atas bangunannya. Maka bila esoknya ternyata yang tersambar petir justru bangunan masjid, tak perlu heran. Mereka yang 'menyalahkan takdir' dan bertanya kenapa rumah ibadah yang hancur berarti kurang menyadari bahwa keshalihan itu berkaitan dengan ketundukan manusia pada hukum-hukum alam alias sunnatullah.
Hukum Sebab Akibat
Al-Qur'an memberi porsi perhatian yang sangat besar pada peristiwa-periistiwa masa lalu. Kisah-kisah tokoh bersama kaumnya disebut-sebut al-Qur'an di berbagai tempat agar kita mau meperhatikan bagaimana nasib mereka setelah melakuan perbuatan tertentu. Allah mengajak kita memperhatikan bahwa masyarakat manusia dikendalikan oleh sunnah dan hukum tertentu yang menentukan nasib akhir mereka. Sunnatullah adalah hukum-hukum yang berlaku secara relatif atau mutlak yang menentukan gerak kehidupan dan mahkluk hidup, yang mengatur perjalanan sejarah dan jatuh-bangunnya sebuah peradaban. Untuk itulah kita diperintahkan untuk melakukan perjalanan di muka bumi guna melihat berbagai kejadian sebagai akibat dari suatu tindakan, baik yang dilakukan oleh perorangan maupun oleh sebuah bangsa. Tidak cukup hanya menelusuri kehidupan manusia masa kini, bahkan kita diperintahkan juga melakukan berjalanan balik ke masa lalu, dengan melihat sejarah bangsa-bangsa terdahulu. Allah berfirman: "Katakanlah, berjalanlah kamu di muka bumi, perhatikanlah bagaimana kesudahan nasib orang-orang terdahulu." (QS ar-Ruum: 42)
Kita diperintahkan untuk memperhatikan sikap-sikap sombongnya Fir'aun, penguasa tiran yang sangat berkuasa. Melalui figur Fir'aun kita diperintah mempelajari, bagaimana nasib akhirnya orang yang berlaku sombang dan memerintah sebuah negara secara otoriter. Selama ini banyak yang mengira bahwa sunnatullah yang eksak itu hanya mengenai alam, sementara dalam bidang sosial tidak terjadi hal itu. Padahal sama saja, baik ilmu alam maupun ilmu sosial itu sifatnya eksak atau pasti. Hanya saja dalam ilmu-ilmu sosial faktornya banyak sekali sehingga terasa sulit menemukan kepastiannya. Meskipun demikian kita tetap diperintah Allah untuk mengembangkan penelitian sosial, sehingga pada akhirnya kita dapat memahami hukum-hukum sosial yang berlaku secara umum.
Kesalahan ummat Islam sehingga mengalami kemunduran sekian lama, salah satunya adalah akibat dari sikap mereka yang kurang menghargai proses dan masalah sebab-akibat. Mereka merasa dengan beriman saja sudah cukup. Seolah-olah dengan iman itu mereka menjadi hamba-Nya yang istimewa, sehingga hukum sebab-akibat itu tidak mengenai dirinya. Sikap seperti inilah yang menghancurkan bangsa Yahudi dahulu, yang merasa mendapatkan perlakuan istimewa, bahkan menyebut dirinya mengaku sebagai anak-anak Tuhan. Perlu diketahui bahwa tidak ada orang yang diistimewakan sehingga ia terbebas dari hukumnya. Sebagai hamba Allah yang menyandang sifat khilaf dan lupa, tak pantas kita merasa diistimewakan Allah. Sikap seperti itu merupakan sifat kaum Yahudi yang mengaku sebagai kekasih-Nya, padahal Allah telah menantang mereka agar minta mati supaya bertemu dengan-Nya. Akan tetapi sungguh mereka takut juga menghadapi kematian.
Rasulullah adalah orang yang paling dekat hubungannya dengan Allah. Beliau adalah Nabi dan kekasih-Nya. Akan tetapi dalam hal ini Nabi Muhammad tetap memperhatikan hukum sebab akibat dalam urusan perjuangan memenangkan Islam. Contoh yang paling dekat adalah dalam peristiwa hijrah. Meskipun beliau yakin terhadap ayat di bawah ini: "Jika kamu tidak menolongnya, Allah sungguh menolongnya." (QS at-Taubah: 40). Juga percaya bahwa Allah memberi perlindungan penuh kepadanya atas semua gangguan manusia, sebagaimana yang difirmankan-Nya, "Allah memeliharamu dari manusia." (al-Ma-idah: 67). Akan tetapi Rasulullah tetap mengikuti jalan sunnatullah ketika berupaya menyelamatkan diri dari serangan musuh. Beliau tidak mengandalkan pertolongan dan perlindungan Allah semata. Beliau mengerahkan segala daya dan upaya sebagai ikhtiar manusia untuk melindungi diri. Itulah sebabnya Nabi melakukan persiapan yang sangat matang untuk mengelabuhi musuh-musuhnya. Beliau datangi rumah Abu Bakar di siang terik matahari, tidak sebagaimana biasanya. Ketika di rumah Abu Bakar, semua penghuni rumah tidak diperkenankan mendengarkan rencana perjalanannya. Yang tahu rencana hijrahnya hanya tiga orang saja, yaitu Nabi sendiri, Abu Bakar, dan Ali bin Abi Thalib. Abu Bakar mempersiapkan kendaraan berikut pemandunya. Perjalanan yang ditempuh tidak sebagaimana lazimnya. Ini semua merupakan usaha maksimal yang manusiawi untuk melindungi diri dari serangan musuh. Persiapan apa lagi yang kurang dari Rasulullah?
Inilah yang kurang dipahami oleh banyak kaum muslimin sehingga mereka tidak merasa perlu mengikuti hukum manusiawi, apalagi jika mereka merasa dalam garis perjuangan menegakkan kalimah Ilahi. Mereka merasa dengan bahwa setiap pejuang mesti mendapatkan pertolongan Allah, karenanya mereka merasa tak perlu mempersiapkan diri secara logis. Bisa dimengerti jika kemudian dalam setiap fron ummat Islam mengalami banyak kekalahan.
Naik Salah, Turun Pun Salah
Pada zaman dulu di negara Arab, ramai orang menunggang kaledai sebagai kendaraan. Seorang bapa membawa anaknya ke satu tempat dengan membawa seekor kaldai. Kedua-dua mereka menaiki kaldai itu dan lalu di sebuah pekan. Keadaan ini menarik perhatian orangramai. Ada di antara mereka berkata "Ini kes aniaya. Kaldai tu dah le kecil. Dua-dua orang pulak naik. Kan tu menyeksa binatang.. Tak ada peri kemanusiaan langsung".
Si-bapa mendengar komen mereka. Lalu si bapa turun dan membiarkan anaknya sendirian di atas kaldai. Si-bapa meneruskan perjalanan sambil berjalan kaki. Mereka pun melalui sekumpulan orangramai. Sekali lagi ada yang komen, "Kurang ajar punya anak. Dia sedap-sedap naik kaldai. Bapanya dibiarkan berjalan kaki."
Si-anak mendengar komen mereka, lalu dia turun dan menyuruh bapanya pula menunggang kaldai. Si-anak berjalan kaki mengiringi bapanya di atas kaldai. Mereka pun melalui sekumpulan orang. Sekali lagi mereka mendengar rungutan "Bapa tak ada otak, dia sedap naik kaldai, anaknya dibiarkan berpeluh berjalan."
Mendengar komen itu, si-bapa pun turun dan berjalan bersama-sama anak. Kaldai itu dibiarkan berjalan sendirian. Mereka pun melalui sekumpulan orang. Masih ada yang komen "Apalah bodohnya orang tua ni. Ada kaldai tapi tak mau naik. Kalau macam ni, lebih baik tak payah bawa kaldai!"
Mendengar kata-kata ini, si-bapa pun memberitahu anaknya. "Beginilah keadaan masyarakat. Mereka hanya pandai komen. Pandai melihat kesalahan orang. Ada saja yang tak betul. Kalau kita ikut saja kata-kata mereka rosak kita. Kita tidak boleh terima pandangan mereka secara melulu. Kita kena fikirkan kesemuanya dan kita buat apa yang baik pada kita. Jangan pedulikan komen mereka.."
Moral & Iktibar
• Kebanyakan orang memang suka mencari kesalahan orang
• Pendapat dan komen mereka tidak boleh diikut melulu kecuali memang ada asas dan kebenaran.
• Pertimbangan mesti berdasarkan keadaan dan senario yang kita hadapi.
• Yang baik jadikan teladan, yang buruk jadikan sempadan
Kisah Taubat
Pada zaman dulu, ada seorang lelaki yang telah membunuh 99 orang . Dia ingin menjumpai pendita untuk meminta fatwa supaya dia dapat bertaubat dari dosanya. Sebaik saja berjumpa, dia pun menerangkan bahawa dia telah membunuh 99 orang dan bertanya sama ada dia masih ada peluang untuk bertaubat. Pendita dengan tegas mengatakan dia tidak boleh bertaubat kerana dosanya terlalu banyak. Lelaki itu mejadi marah dan terus membunuh pendita itu, menjadikannya mangsa yang ke-100. Dia masih ingin untuk bertaubat dan terus mencari kalau-kalau ada ulama yang boleh membantunya. Akhirnya dia berjumpa dengan seorang ulama. Dia menceritakan bahawa dia telah membunuh 100 orang dan bertanya sama ada Allah masih menerima taubatnya. Ulama itu menerangkan dia masih ada harapan untuk bertaubat. Seterusnya dia menyuruh lelaki itu pergi ke sebuah negeri di mana terdapat sekumpulan abid (orang beribadat). Apabila sampai di sana nanti, ulama itu menyuruhnya tinggal di sana dan beribadat bersama mereka. Ulama itu melarangnya pulang ke negeri asalnya yang penuh dengan maksiat. Lelaki itu mengucapkan terima kasih lalu terus menghala ke negeri yang diterangkan oleh ulama tadi. Sebaik saja sampai separuh perjalanan, dia jatuh sakit lalu meninggal dunia. Ketika itu terjadilah perbalahan antara dua malaikat, iaitu Malaikat Rahmat dan
Malaikat Azab. Malaikat Rahmat ingin mengambil roh lelaki itu kerana pada pendapatnya dia adalah orang baik lantaran azamnya untuk bertaubat sementara Malaikat Azab mengatakan dia mati dalam su'ul-khatimah kerana dia telah membunuh 100 orang dan masih belum membuat sebarang kebajikan. Mereka saling berebutan dan tidak dapat memutuskan keadaan lelaki itu. Allah kemudian menghantar seorang malaikat lain berupa manusia untuk mengadili perbalahan mereka berdua. Dia menyuruh malaikat itu mengukur jarak tempat kejadian itu dengan kedua-dua tempat; adakah tempat kejadian itu lebih dekat dengan tempat kebajikan yang hendak dituju atau lebih dekat dengan tempat dia mula bertolak. Sekiranya jaraknya lebih dekat dengan
tempat kebajikan, dia kepunyaan Malaikat Rahmat. Setelah diukur, didapati jarak ke negeri kebajikan melebihi kadar sejengkal saja. Lalu roh lelaki itu terus diambil oleh Malaikat Rahmat. Lelaki itu akhirnya mendapat pengampunan Allah.
Golongan yang masuk Syurga
Sebuah hadis diriwayatkan daripada 'Auf bin Malik bahawa Baginda S.A.W. bersabda: "Orang-orang Yahudi telah berpecah kepada tujuh puluh satu golongan (ihda wa sab'ina firqatan). Satu golongan daripada mereka itu dalam syurga dan yang tujuh puluhnya dalam neraka. Orang-orang Nasara pula berpecah menjadi tujuh puluh dua golongan, tujuh puluh satu golongan mereka dalam neraka, dan satu golongan dalam syurga. Demi Tuhan yang diri Muhammad berada dalam tangan kekuasaannya, benar-benar umatku akan berpecah kepada tujuh puluh tiga golongan, satu golongan berada dalam syurga dan tujuh puluh dua dari mereka dalam neraka. Baginda ditanya: Siapakah mereka (yang masuk syurga) itu?". Jawab Baginda "Jama'ah".
Termasuk ke dalam golongan yang selamat ini ialah jumhur ummat Islam dan golongan terbanyaknya (al-sawad al-a'zam) yang terdiri daripada para pengikut Imam-imam Malik, Shafie, Abu Hanifah Auza'i, Thauri dan Daud Zahiri.
Dalam Bughyatu'I-Mustarshidin 32 disebutkan bahawa yang dikatakan tujuh puluh dua golongan yang sesat itu ialah mereka yang terdiri daripada tujuh golongan.
Pertama, kaum Syiah yang terlalu melebihi dan memuja'Ali dan keluarganya; mereka sampai tidak mengakui khalifah-khalifah Abu Bakar, 'Umar dan 'Uthman. Mereka ini berpecah menjadi dua puluh dua golongan.
Kedua, golongan Khawarij yang terlalu berlebihan dalam membenci Sayyidina 'Ali r.a. Antara mereka ada yang mengkafirkan beliau. Pada pandangan mereka, orang-orang yang melakukan dosa besar menjadi kafir. Mereka ini kemudiannya berpecah menjadi dua puluh golongan.
Ketiga, kaum Mu'tazilah yang mempunyai fahaman bahawa Allah tidak mempunyai sifat-sifatnya, dan bahawa manusia melakukan amalnya sendiri dengan bebas merdeka, dan bahawa Tuhan tidak boleh dilihat dalam syurga, dan bahawa orang-orang yang melakukan dosa besar diletakkan antara syurga dan neraka; mereka juga beranggapan bahawa Mi'raj Nabi S.A.W. adalah dengan roh sahaja. Kemudiannya mereka ini berpecah menjadi dua puluh golongan.
Keempatnya ialah kaum Murji'ah (seperti paham kristen) yang mempunyai pegangan bahawa sesiapa yang melakukan dosa, maka itu tidak mendatangkan mudarat bila ia sudah beriman, sebagaimana katanya bila seseorang itu kafir maka kebajikan yang bagaimanapun dilakukan tidak memberi manfaat juga. Mereka ini kemudiannya berpecah kepada lima golongan.
Kelimanya ialah golongan Najjariyah yang mempunyai pegangan bahawa perbuatan manusia dijadikan oleh Tuhan dan Tuhan tidak mempunyai sifat-sifat. Mereka berpecah kepada tiga aliran.
Keenamnya ialah kaum Jabbariyah yang mempunyai keyakinan bahawa manusia tidak terdaya apa-apa; usaha atau ikhtiar manusia tidak ada sama sekali. Mereka terdiri daripada satu golongan sahaja.
Ketujuhnya ialah kaum Musyabbihah, iaitu kaum yang mempunyai pegangan bahawa Tuhan mempunyai sifat-sifat sebagaimana yang ada pada manusia, umpamanya Tuhan ada tangan, ada kaki, duduk atas 'Arsy, naik tangga dan turun tangga dan sebagainya. Mereka terdiri dari satu golongan sahaja. Dengan itu maka jumlah mereka semua adalah tujuh puluh dua golongan.
Golongan yang selamat ialah golongan yang satu sahaja iaitu golongan Ahli' Sunnah wal-Jama'ah.
Sebagai reaksi daripada apa yang timbul itu yang membawa kepada timbulnya berbagai firqah itu, maka timbullah golongan Ahli's-Sunnah wal-Jama'ah yang diketuai oleh dua orang ulama' besar dalam Usulu'd-din iaitu Syaikh Abu'l Hasan al-Ash'ari radiya'Llahu 'anhu dan Syaikh Abu Mansur al-Maturidi radiya'Llahu 'anhu. Dari segi 'aqidah seseorang itu boleh dipanggil Sunni sahaja, yang menunjukkan bahawa ianya adalah tergolong ke dalam golongan Ahli's-Sunnah; ataupun ia boleh dipanggilkan Asy'ari atau Asya'irah?
Lihatlah golongan ke-7.. apa pendapat saudara....??? Pintu taubat masih terbuka. Jgn saudara termasuk dlm golongan ke-7 di atas.
Taubatnya Seorang Laki-laki Pendosa Ditangan Puteri Kecilnya
Dia tinggal di Riyadh, hidup dalam kesesatan dan tidak mengenals Allah kecuali hanya sedikit. Bertahun-tahun tidak pernak masuk masjid dan tidak pernah bersujud kepada Allah meski hanya sekali. Allah menghendaki taubatnya ditangan puteri kecilnya.
Dia menceritakan kisahnya: Aku biasa begadang sampai pagi bersama teman-temanku untuk beramain-main dan bersenda gurau. Aku tinggalkan isteriku dalam kesendirian dan kesusahannya yang hanya Allah yang mengetahuinya. Isteriku yang setia tak mempu lagi menasehatiku yang sudah tak mempan lagi diberi nasehat.
Pada suatu malam, aku baru pulang dari begadang, jarum jam menunjukkan pukul 03.00 pagi, aku lihat isteri dan puteri kecilku terlelap tidur. Lalu aku masuk ke kamar sebelah untuk menghabiskan sisa-sisa malam dengan melihat film-film porno melalui video, waktu itu, waktu dimana Allah azza wajalla turun dan berkata: " Adakah orang yang berdoa sehingga aku mengabulkannya?. Adakah orang yang meminta ampun sehingga aku mengampuninya?, Adakah orang yang meminta kepadaku sehingga aku memberinya ".
Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan kulihat puteriku yang belum genap berusia 5 tahun. Dia melihatku dan berkata: " Bapak, ini suatu aib bagimu, takutlah kepada Allah ", dan mengulanginya tiga kali kemudian menutup pintu dan pergi. Aku terkejut lalu aku matikan video. Aku duduk termenung dan kata-katanya terngiang-ngiang ditelingaku dan hampir membinasakanku, lalu aku keluar mengikutinya tapi dia sudah kembali lagi ketempat tidurnya.
Aku seperti gila, tidak tahu apa yang baru saja menimpaku waktu itu. Tak lama kemudian terdengar suara adzan dari masjid dekat rumah yang memecah kegelapan malam, menyeru untuk shalat subuh.
Aku berwudlu lalu pergi kemasjid. Aku tidak bersemangat untuk shalat, hanya saja karena kata-kata puteriku membuatku gelisah.
Shalat dimulai, imam bertakbir dan membaca beberapa ayat Al-Qur'an. Ketika dia bersujud, akupun bersujud dibelakangnya dan meletakkan dahiku di atas tanah sampai aku menangis keras tanpa kuketahui sebabnya. Inilah sujud pertama kali kulakukan kepada Allah azza wajalla sejak tujuh tahun yang lalu.
Tangisan itu adalah pembuka kebaikan bagiku, tangisan itu telah mengeluarkan apa yang ada dalam hatiku berupa kekafiran, kemunafikan dan kerusakan. Aku merasakan butir-butir keimanan mulai meresap kedalam jiwaku.
Setelah shalat aku pergi bekerja. Ketika bertemu dengan temanku, dia heran melihatku datang cepat padahal biasanya selalu terlambat akibat begadang sepanjang malam. Ketika dia menanyakan penyebabnya, aku menceritakan apa yang kualami tadi malam. Kemudian dia berkata: " Bersyukurlah kepada Allah yang telah menggerakkan anak kecil itu sehingga menyadarkanmu dari kelalaianmu sebelum datang kematianmu ." Setelah tiba waktu dzuhur, aku merasa cukup lelah karena belum tidur sejak malam. Lalu aku minta kepada temanku untuk menggantikan tugasku, dan aku pulang ke rumah untuk beristirahat. Aku ingin cepat-cepat melihat puteriku yang menjadi sebab hidayahku dan kembaliku kepada Allah.
Aku masuk kerumah dan disambut oleh isteriku sambil menangis, lalu aku bertanya, " Ada apa denganmu, isteriku ?", jawaban yang keluar darinya laksana halilintar. " Puterimu telah meninggal dunia ".
Aku tak bisa mengendalikan diri dan menangis. Setelah jiwaku tenang, aku sadar bahwa apa yang menimpaku semata-mata ujian dari Allah azza wajalla untuk menguji imanku. Aku bersyukur kepada Allah azza wajalla. Aku mengangkat gagang dan menghubungi temanku. Aku memintanya datang untuk membantuku.
Temanku datang dan membawa puteriku, memandikannya dan mengafaninya lalu kami menshalatkannya dan membawanya kepemakaman, temanku berkata: " Tidak ada yang pantas memasukkannya ke liang kubur kecuali engkau ", lalu aku mengangkatnya dengan berlinang air mata dan meletakkannya di liang kubur. Aku tidak mengubur puteriku, tapi mengubur cahaya yang telah menerangi jalan hidupku. Aku bermohon kepada Allah SWT agar menjadikannya penghalang bagiku dari api neraka dan memberi balasan kebaikan kepada isteriku yang penyabar. Dikutip dari : Hakikat Taubat.
Kisah Uqa'il Dengan Rasulullah SAW
Pada suatu hari Uqa'il bin Abi Thalib telah pergi bersama-sama dengan Nabi Muhammad s.a.w. Pada waktu itu Uqa'il telah melihat peristiwa ajaib yang menjadikan hatinya bertambah kuat di dalam Islam dengan sebab tiga perkara tersebut. Peristiwa pertama adalah, bahawa Rasulullah s.a.w. akan mendatangi hajat yakni mebuang air besar dan di hadapannya terdapat beberapa batang pohon. Maka baginda s.a.w. berkata kepada Uqa'il, "Hai Uqa'il teruslah engkau berjalan sampai ke pohon itu, dan katalah kepadanya, bahawa sesungguhnya Rasulullah berkata; Agar kamu semua datang kepadanya untuk menjadi aling-aling atau penutup baginya, kerana sesungguhnya baginda akan mengambil air wuduk dan buang air besar."
Uqa'il pun keluar dan pergi mendapatkan pohon-pohon itu dan sebelum dia menyelesaikan tugas itu ternyata pohon-pohon sudah tumbang dari akarnya serta sudah mengelilingi di sekitar baginda s.a.w. Peristiwa kedua adalah, bahawa Uqa'il berasa haus dan setelah mencari air ke mana pun jua namun tidak ditemui. Maka baginda s.a.w. berkata kepada Uqa'il bin Abi Thalib, "Hai Uqa'il, dakilah gunung itu, dan sampaikanlah salamku kepadanya serta katakan, "Jika padamu ada air, berilah aku minum!". Uqa'il lalu pergilah mendaki gunung itu dan berkata kepadanya sebagaimana yang telah disabdakan baginda itu. Maka sebelum ia selesai berkata, gunung itu berkata dengan fasihnya, "Katakanlah kepada Rasulullah, bahawa aku sejak Allah S.W.T menurunkan ayat yang bermaksud : ("Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu beserta keluargamu dari (seksa) api neraka yang umpannya (bahan bakar) dari manusia dan batu)." "Aku menangis dari sebab takut kalau aku menjadi batu itu maka tidak ada lagi air padaku."
Peristiwa yang ketiga ialah, bahawa ketika Uqa'il sedang berjalan dengan Nabi, tiba-tiba ada seekor unta yang meloncat dan lari ke hadapan rasulullah, maka unta itu lalu berkata, "Ya Rasulullah, aku minta perlindungan darimu." Unta masih belum selesai mengadukan halnya, tiba-tiba datanglah dari belakang seorang Arab kampung dengan membawa pedang terhunus. Melihat orang Arab kampung dengan membawa pedang terhunus, Nabi Muhammad s.a.w. berkata, "Hendak mengapakah kamu terhadap unta itu ?" Jawab orang kampung itu, "Wahai Rasulullah, aku telah membelinya dengan harga yang mahal, tetapi dia tidak mahu taat atau tidak mahu jinak, maka akan kupotong saja dan akan ku manfaatkan dagingnya (kuberikan kepada orang-orang yang memerlukan)." Rasulullah s.a.w. bertanya, "Mengapa engkau mendurhakai dia ?" Jawab unta itu, "Wahai Rasulullah, sungguh aku tidak mendurhakainya dari satu pekerjaan, akan tetapi aku menderhakainya dari sebab perbuatannya yang buruk. Kerana kabilah yang dia termasuk di dalam golongannya, sama-sama tidur meninggalkan solat Isya'. Kalau sekiranya dia mahu berjanji kepada engkau akan mengerjakan solat Isya' itu, maka aku berjanji tidak akan menderhakainya lagi. Sebab aku takut kalau Allah menurunkan seksa-Nya kepada mereka sedang aku berada di antara mereka."
Akhirnya Nabi Muhammad s.a.w. mengambil perjanjian orang Arab kampung itu, bahawa dia tidak akan meninggalkan solat Isya'. Dan baginda Nabi Muhammad s.a.w. menyerahkan unta itu kepadanya. Dan dia pun kembali kepada keluarganya
Semerbak Iman Masyita
Bercakap fasal iman, saban tahun kita mendengar peristiwa 'israk dan mikraj' khususnya tentang kehebatan iman Masyita, tukang sisir rambut anak Firaun.
Firaun menjadi sombong dan angkuh kerana kebesaran empayarnya dan kehebatan pengaruhnya di kalangan rakyat Mesir. Dia mengaku sebagai tuhan yang agung dan memusuhi sesiapa saja yang bertuhankan selain dirinya. Malahan dia akan membunuh mereka yang tidak mengaku Firaun sebagai tuhan.
Masyita walaupun bekerja di istana Firaun, namun di dalam hati kecilnya tetap bertuhankan Allah yang Maha Berkuasa dan Dialah juga yang menjadikan segala makhluk di muka bumi ini termasuk Firaun yang mengaku dirinya sebagai Tuhan. Kepercayaan ini dirahsiakannya supaya tidak diketahui oleh Firaun dan sekutunya.
Pada suatu hari, sedang dia menyisir rambut anak Firaun, sikat di tangannya terjatuh. Masyita terlatah dan berkata "Mampus Firaun! " Apabila anak Firaun mendengar kata-kata penghinaan terhadap bapanya, dia berkata, "Kenapa kau berkata begitu terhadap bapaku? Adakah tuhan lain selain bapaku?"
"Memang benar! Tuhanku dan tuhan bapamu ialah Allah." Mendengar kata-kata itu, anak Firaun menjadi marah. "Baik kamu bertaubat, kalau tidak aku akan beritahu bapaku." Masyita bertegas dan mengatakan, "Pergilah kau beritahu bapa kau. Aku tetap dengan pendirianku bahawa tuhan yang sebenarnya ialah Allah."
Sebaik saja Firaun diberitahu oleh anaknya tentang Masyita, dia menjadi murka dan memanggil Masyita. Dia bertanya sama ada benar apa yang dikatakan oleh anaknya itu. Masyita tetap mengatakan Tuhannya ialah Allah. Firaun mengugut untuk membunuh Masyita dan keluarganya sekiranya dia tidak mengubah pendiriannya.
Keesokannya keluarga Masyita dibawa ke satu tempat lapang, berhadapan dengan sebuah kawah besar yang berisi dengan minyak yang sangat panas. Firaun hendak memasukkan kesemua keluarga Masyita termasuk anaknya yang masih kecil ke dalam minyak panas sekiranya Masyita tidak mengaku Firaun sebagai tuhan. Keimanan Masyita tidak luntur meskipun berhadapan dengan ancaman maut.
Melihatkan iman Masyita yang tidak berganjak, Firaun menyuruh askarnya mencampakkan keluarga Masyita seorang demi seorang ke dalam kawah yang besar itu. Apabila sampai giliran anaknya yang kecil, perasaan Masyita menjadi belas dan sebak. Hati siapa tidak sedih melihatkan anak yang disayangi akan dilontar ke dalam kawah yang membuak-buak dengan minyak panas. Masyita meminta supaya dia dicampakkan dulu sebagai ganti kepada anaknya. Tiba-tiba dengan kuasa Tuhan, anaknya yang kecil itu membuka mulut dan berkata, "Ibu, jangan bersedih. Teruskan! Biarkan saya dicampak ke dalam kawah itu." Masyita dan orang-orang di sekeliling terperanjat melihat seorang bayi boleh berkata-kata.
Mendengar kata-kata anaknya itu, Masyita menjadi semakin yakin dan tabah. Dia menghulurkan anaknya untuk dicampakkan ke dalam kawah. Tanpa belas kesihan askar Firaun terus melontarkan anak Masyita ke dalam minyak panas. Selepas itu barulah Masyita dibawa ke tepi kawah yang panas itu lalu dicampakkan ke dalamnya.
Demikianlah hebatnya Masyita mempertahankan kebenaran aqidah sehingga dia dan keluarganya terkorban dibunuh oleh Firaun. Keberanian seorang wanita memperjuangkan kebenaran dan keimanan ini dirakam dan diingati setiap tahun oleh seluruh manusia. Dalam peristiwa Israk Mikraj, Nabi sampai di satu tempat yang sangat harum. Malaikat Jibril menerangkan bahawa tempat itu ialah tempat bersemadinya Masyita dan keluarganya.
Awas! Mana-mana pemimpin yang bongkak dan mengaku kehebatannya sebagai pemimpin, takbur, sombong dan berlagak sebagai superman yang kuku besi, nyatalah ciri-ciri Firaun yang terkutuk itu sudah diwarisinya. Nauzubillah!
Moral & Ikhtibar
- Orang yang mengorbankan jiwa dan raganya demi menegakkan kebenaran diberikan kedudukan yang tinggi di sisi Allah.
- Bukan lelaki saja yang mempunyai semangat yang kental dan tinggi dalam memperjuangkan kebenaran. Golongan wanita yang dianggap kaum yang lemah juga mempunyai keberanian dengan izin Allah
- Allah menetapkan hati hamba yang mencari keredhaanNya sehingga seorang bayi mampu bercakap dalam usia yang paling muda. Anak Masyita adalah salah seorang bayi yang boleh bercakap semasa kecil lagi. Contoh lain ialah anak Siti Mariam yang menafikan ibunya melahirkan anak haram.
- Orang yang Allah tidak kehendaki keimanannya dibiarkan mereka hidup dalam kezaliman sehingga menyangka keburukan sebagai kebaikan dan kebaikan pula dipandang sebagai kejahatan.
- Manusia jangan menyangka mereka mudah saja dibalas dengan syurga selagi tidak diduga dengan pelbagai musibah dan kesusahan.
- Dunia adalah tempat bersusah-payah, manakala akhirat ialah tempat kesenangan abadi.
- Prinsip dan pegangan hidup orang tua-tua, "Bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian" seharusnya dijadikan pedoman hidup bagi kita.
- Manusia yang senang kehidupannya tanpa diduga oleh Allah belum lagi diiktiraf keselamatannya di akhirat
- Kesenangan di dunia belum boleh dijadikan bukti sebagai tanda Allah menyayangi mereka. Begitu juga kesusahan di dunia bukan menjadi bukti bahawa Allah membenci mereka.
- Kesenangan di dunia bukan menjadi kayu pengukur kepada kesenangan di akhirat. Kesusahan di dunia pula bukan menjadi kayu pengukur kepada kesusahan di akhirat.
Suci Lahir Bathin
Peristiwa Isra Mi'raj adalah rentetan pengalaman Nabi yang sepatutnya menjadi teladan dalam usaha menuju ke jalan Allah. Pada permulaan perjalanan yang penuh mistik ini, Nabi Muhammad dibawa oleh Malaikat Jibril ke telaga zam-zam. Di sana Nabi Muhammad menjalani proses pembedahan. Hatinya dicuci dengan air zam-zam dan kemudian dimasukkan semula bersama dengan iman dan hikmah.
Setelah tamat peringkat penyucian ini, barulah perjalanan israk dan mikraj dimulakan. Sepanjang perjalanan Israk, Nabi menempuh pelbagai pengalaman penuh misteri yang kesemuanya dilaluinya dengan jaya sehinggalah berlaku pertemuan dengan jemaah Nabi dari Adam hinggalah ke akhirnya. Nabi diiktiraf sebagai penghulu segala Nabi apabila beliau terpilih sebagai imam dalam solat jemaah yang didirikan di Baitul Maqdis.
Begitu juga dalam perjalanan Mikraj dari Baitul Maqdis naik hingga ke Sidratul Muntaha melalui tujuh lapisan langit, Nabi berjaya menempuh pelbagai ujian dan rintangan sehingga ke Mustawa. Di sini Malaikat Jibril berhenti kerana tidak mampu melangkah lebih jauh lagi. Nabi Muhammad meneruskan perjalanan bersendirian hingga ke 'Arasy. Inilah kemuncak yang paling agung, di mana Nabi Muhammad menerima perintah solat 50 waktu sehari semalam. Atas nasihat Nabi Musa, Nabi Muhammad merayu kepada Allah untuk dikurangkan sehinggalah menjadi 5 kali sehari semalam.
Inilah mukjizat terbesar yang dikurniakan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai satu pengiktirafan Allah kepada Nabi dan Rasul teragung sepanjang zaman.
Moral & Iktibar :
- Syarat penting untuk menuju ke hadrat Allah ialah penyucian diri zahir dan batin.
- Pembedahan ini adalah simbolik kepada proses pembersihan jasmani dan rohani. Untuk memulakan sesuatu ibadat perlulah terlebih dahulu bertaubat dari sebarang dosa. Apabila diri bersih dari dosa, barulah segala ibadat diterima Allah.
- Dalam ibadat solat, misalnya, perkara pertama ialah penyucian dari hadas besar dan kecil. Ini adalah penyucian secara lahir. Dari aspek batin, seseorang perlu bertaubat dan menjauhkan diri dari sifat-sifat mazmumah yang boleh mencederakan pahala ibadat.
- Untuk memulakan perjalanan menuju kepada Allah, mestilah mendapat bimbingan guru yang mursyid. Mereka merupakan pakar rujuk dalam memberikan bimbingan ke jalan yang lurus.
- Dalam usaha merawat penyakit lahir, kita sering berjumpa doktor atau tabib. Penyakit lahir hanya membahayakan selagi nyawa ada di badan. Tetapi penyakit yang lebih bahaya ialah penyakit batin seperti ria', takbur, bangga diri, sombong, cinta dunia dan sebagainya yang perlu diberikan rawatan intensif dan segera kerana bahayanya bukan setakat di dunia malah berpanjangan hingga akhirat. Untuk merawat penyakit batin ini, kita perlu merujuk kepada para ustaz, ulama' dan guru yang mursyid. Mereka adalah doktor penyakit batin