http://aang-zaeni.blogspot.co.id/ Sayyid Qutb, dalam bukunya Ma’allim Fi at-Thariq, mengatakan “jikalau orang eropa maju karena meninggalkan agamanya, maka karena meninggalkan agamanya juga, muslim justru menjadi mundur dan terbelakang”
Mari kita renungkan himbuan yang dikatakan oleh Sayyid Qutb, kita tidak perlu susah-susah untuk memikirkan kenapa dengan menanggalkan agama, orang eropa maju. Hal yang perlu kita renungi dalam-dalam adalah, muslim-muslim yang mundur karena meninggalkan agamanya.
Mari kita refleksikan ungkapan ketersadaran Sayyid Qutb dengan kenyataan muslim sekarang. Data internasional menyebutkan, satu juta Israil yang notebene-nya Yahudi, 1600 dari mereka adalah pakar keilmuan, satu juta Amerika yang notabene-nya adalah Kristiani 160 di antara mereka adalah pakar keilmuan dan kita, mayoritas muslim di Indonesia ini, hanya 65 lima yang disebut pakar, lebih ironisnya lagi, hanya 6 yang muslim. Bukankah data ini sudah menjadi kenyataan yang memilukan?
Maka di sini, kami mencoba mengajak..., mari sekarang kita berlari, kembali kepada al-Quran, kitab suci sebagai pedoman ajaran agama yang kini tengah kita lupakan, islam dan kitab yang dikatakan oleh Said Nursi, seorang renaisans of Islam “Religon is the father of all sains and al-Qur’an is the book of sains” agama adalah bapak dari seluruh pengetahuan dan al-Qur’an adalah kitab yang mengandung berbagai macam ilmu pengetahuan.”
Langkah-langkah awal dari pelarian kita ini, menyadarkan kita, akan keadaan gelap gulita, jauh dari ketercahayaan, sebuah gambaran yang sangat indah di dalam firman Allah, surat Ibrahim : 1
الر كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.
Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah, memberikan penjelasan dari ayat tersebut, yang dimulai dengan sebuah pertanyaan mendalam
“Kenapa dalam menyifati ketergelapan Allah menggunakan kata jama’ “az-Zhulumat” sedangkan untuk cahaya, Allah menggunakan kata mufrad “an-Nur”?. Karena, lanjut, Quraish Shihab, Allah ingin menjelaskan bahwa kegelapan banyak sumbernya, kegulitaan bisa datang dari berbagai macam hal, dan di tengah sumber cahaya yang ada, hanya satu cahaya yang Allah tunjukkan sebagai petunjuk dari ketergelapan yang beraneka ragam. Ialah sumber cahaya Islam, cahaya dari al-Qur’an.
Al Quran Sebagai Cahaya Kehidupan
Salah satu lontaran cahaya yang dipancarkan dari sumber cahaya al-Qur’an adalah ajakan untuk meningkatkan keilmuan yang dilandasi dengan keimanan agar setiap kegelapan-kegelapan itu terserami cahaya secara menyeluruh.
Anjuran ini dalam islam sangat besar, bahkan dalam al-Qur’an orang yang menyandingkan iman dan ilmu adalah orang yang diberi pangkat derajat yang tinggi. selaras dengan itu, hadis yang bersifat praksis atas al-Qur’an yang konseptual, menyebutkan kewajiban orang-orang agar menuntut ilmu, sementara orang yang tak berilmu dikatakan dalam syair arab, bagai mayat yang berjalan:
“Kebodohan bagi orang yang bodoh adalah maut sebelum kematiannya
Tubuhnya menjadi kuburan sebelum liang lahat sebenarnya
Jiwa yang terdapat dalam dirinya menjadi resah gelisah
Hingga sekalipun telah datang hari kebangkitan, maka tiada lagi kebangkitan baginya
Menyelaraskan iman dan ilmu adalah sebuah kemutlakan, tanpa ada ilmu ibadah yang dilakukan tidak membuahkan ketakutan kepada Allah swt. Innama yakhsyallaha min ibadihi al-Ulama, sebaliknya orang yang hanya mencari ilmu tanpa mengisi jiwanya dengan sprit spritualitas, maka ilmu itu hanya akan melahirkan kesombongan dan kerugian.
Lihatlah apa yang telah terjadi pada Qorun, setelah diingatkan bahwa harta-harta yang diberikan padanya adalah anugrah yang Allah berikan pada dirinya, dia malah congkak dan mengatakan, innama utituhu ala ilmin indi.
Albert Einstein, setelah melihat tragedi pemboman yang membumi hanguskan hirosma dan Nagasaki, ia menulis surat yang menyiratkan ketersesalannya yang begitu dalam “ini adalah kesalahan yang terbesar yang pernah saya buat selama hidup, kalau saya tau begini jadinya saya lebih memilih jadi reparasi arloji”. Saya berasumsi, bahwa dari peristiwa itu, akhirnya beliau merenung dan menyimpulkan perenungan tersebut dengan satu penyataan yang popular hingga sekarang.
“Religion without sains is lame an sains without religion is blind”
Keterwajiban kita terhadap al-Qur’an tidak hanya menjadikannya sebagai sebuah bacaan yang berpahala, defenisi al-Qur’an sebaga wahyu Allah yang diturunkan secara mutawatir dan membacanya adalah ibadah jangan kita artikan sempit. Ini pulalah yang disindir oleh iqbal dalam syairnya :
Hai kaum musliminDalam surat Thaha : 113 dinyatakan :
Hidupmu tidak kalian landasi dengan kebijakan qur’ani
Kitab sumber kehidupanmu
Kitab pangkal kekuatanmu
Kini tidak sampai padamu
Melainkan di saat ajal menjemput
Dia dibaca diatas kepalamu
Aneh.. sungguh aneh
Kitab yang diturunkan sebagai petunjuk kehidupan
Justru dibaca untuk mengantarkan kematian
وَكَذَلِكَ أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا وَصَرَّفْنَا فِيهِ مِنَ الْوَعِيدِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ أَوْ يُحْدِثُ لَهُمْ ذِكْرًا
Dan Demikianlah kami menurunkan Al Quran dalam bahasa Arab, dan kami Telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al Quran itu menimbulkan pengajaran bagi mereka.
At-tahbari dalam kitab Jami’ al-Bayan an Ta’wil al-Qur’an memberikan penjelasan yang apik, yang bisa kita simpulkan dua poin. Yang pertama, bahwa Allah menyuruh hamba-hambanya menjadi orang yang bertakwa, dan al-Qur’an adalah peringatan dan pelajaran.
Di langkah pelarian kita yang terakhir, mari kita renungi dalam-dalam tafsiran ayat ini, perintah Allah menjadi orang yang bertakwa tidak akan terwujud jika kita tidak menjadikan al-Qur’an sebagai sebuah pelajaran, untuk itu al-Qur’an tidak hanya untuk dibaca, tapi untuk dikaji maknanya, karena hanya dengan itu, maka tiada keraguan baginya. Yaitu kitab ini sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa. Qur;an tidak akan menjadikan hambanya sebaga ulama jika tidak dikaji secara mendalam, dan ulama tidak menjadi seorang ‘abid yang kaffah juga jika tidak menyelaraskan ilmu dengan islam.
Lanjut pelarian kita, mencapai cahaya terang al-Qur’an dan mari kita sirami ketergelapan-ketergelapan yang menyelubungi umat muslim di zaman ini, dan wujudkan negeri yang Allah janjikan “baldatun tayyyibatun warabbun ghafur”