<Contoh Teks Khutbah Jumat Muhammadiyah: Sukses Memanfaatkan Waktu> Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah!. Sebentar lagi kita akan mengalami pergantian tahun masehi. Itu artinya dengan bergantinya tahun maka usia kita akan bertambah. Dengan bertambahnya usia ini apakah kita telah banyak memanfaatkan umur untuk kebaikan atau malah sebaliknya?
Nabi bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ، وَشَرُّ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ
“Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik amalannya. Dan sejelek-jelek manusia adalah orang yang panjang umurnya dan jelek amalannya.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim)
Memanfaatkan umur di dunia ini sangat penting karena waktu terus berjalan, dan tak mungkin akan terulang kembali. Manusia dituntut untuk memaksimalkan waktu atau mempergunakan kesempatan yang diberikan untuk perbuatan-perbuatan bermutu, sehingga tak menyesal di kehidupan kelak. Orang-orang yang menyesal di akhirat digambarkan oleh Al-Qur’an merengek-rengek minta kembali agar bisa memperbaiki perilakunya.
حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ ٱلۡمَوۡتُ قَالَ رَبِّ ٱرۡجِعُونِ ٩٩ لَعَلِّيٓ أَعۡمَلُ صَٰلِحٗا فِيمَا تَرَكۡتُۚ كَلَّآۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَاۖ وَمِن وَرَآئِهِم بَرۡزَخٌ إِلَىٰ يَوۡمِ يُبۡعَثُونَ ١٠٠
Artinya: “(Demikianlah keadaan orang-orang yang durhaka itu) hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan.” (QS Al-Mu’minun: 99-100)
Sangat penting bagi kita untuk memanfaatkan umur. Sebab salah satu perkara yang akan dipertanggungjawabkan nanti dihadapan Allah adalah tentang umur. Untuk apa ia dipergunakan. Sebagaimana sebuah hadist.
لَا تَزُوْلُ قَدَمَا ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ.
Artinya: “Tidak akan bergeser kedua kaki anak Adam di hari kiamat dari sisi RabbNya, hingga dia ditanya tentang lima perkara (yaitu): tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan, dan dalam hal apa (hartanya tersebut) ia belanjakan serta apa saja yang telah ia amalkan dari ilmu yang dimilikinya.” (HR. at-Tirmidzi)
Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Memanfaatkan umur dengan sebaik-baiknya adalah kunci menuju kesuksesan. Ada banyak kisah orang sukses yang memanfaatkan waktunya. Dan, hampir semua orang sukses adalah orang yang memanfaatkan waktunya dengan baik.
Sebaliknya, orang gagal adalah orang yang tidak bisa memanfaatkan waktu dengan baik. Waktu-waktu yang dimanfaatkan orang beriman itu seharusnya seperti yang dilakukan para sahabat dan pejuang jaman Rasulullah. Di mana pada siang hari mereka seperti singa di padang pasir yang berjuang tanpa lelah sedangkan malam harinya dihabiskan dengan beribadah seperti rahib-rahib.
Orang besar dan sukses adalah mereka yang memanfaatkan waktunya dengan baik. Dia tidak mau ada waktu—semenit saja—yang terbuang tanpa kebaikan dan kemanfaatan.
Ada sebuah kalimat dari Syekh Ahmad ibn Atha'illah as-Sakandari dalam kitab al-Hikam yang patut kita renungkan:
رُبَّ عُمُرٍ اتَّسَعَتْ آمادُهُ وَقَلَّتْ أمْدادُهُ، وَرُبَّ عُمُرٍ قَليلَةٌ آمادُهُ كَثيرَةٌ أمْدادُهُ.
"Kadang umur berlangsung panjang namun manfaat kurang. Kadang pula umur berlangsung pendek namun manfaat melimpah."
Jadi, tidak penting panjang atau pendeknya umur. Yang terpenting adalah seberapa banyak manfaat umur yang kita miliki. Oleh karena itu, kita jangan menyia-nyiakan waktu yang telah Allah berikan kepada kita. Khususnya, ketika kita diberikan kenikmatan berupa kesehatan dan waktu luang.
Nabi bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“(Ada) dua nikmat yang kebanyakan orang tertipu padanya, (yaitu nikmat) sehat dan senggang.” (HR. Al-Bukhari dan At-Tirmidzi, lihat Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2304)
Kalau mau jujur, sebenarnya kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk sesuatu yang tidak bermanfaat daripada yang bermanfaat. Kita lebih banyak bermain daripada belajar. Kita lebih banyak bersendagurau daripada berfikir dan berdzikir. Kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk membuka facebook, whatsApp dari pada membuka Al-Qur’an. Lebih banyak menghabiskan waktu untuk urusan duniawi daripada ukhrowi.
Hadirin Jamaah Jum’at yang berbahagia
Kita akan merasakan kenikmatan jika kenikmatan tersebut telah lenyap atau hilang. Kita akan merasakan nikmatnya sehat ketika kita telah tertimpa sakit. kita akan merasakan nikmatnya waktu luang jika kita telah disibukkan oleh berbagai macam perkara. Oleh sebab itu, kita manfaatkan sebaik-baiknya kenikmatan Allah ini. Imam Al-Ghazali mengatakan, ketika seseorang disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dalam kehidupannya di dunia, maka sesungguhnya ia sedang menghampiri suatu kerugian yang besar. Sebagaimana sebuah hadist.
عَلاَمَةُ اِعْرَاضِ اللهِ تَعَالَى عَنِ الْعَبْدِ، اشْتِغَالُهُ بِمَا لاَ يَعْنِيهِ، وَ اَنﱠ امْرَأً ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مَنْ عُمُرِهِ، في غَيرِ مَا خُلِقَ لَهُ مِنَ الْعِبَادَةِ، لَجَدِيرٌ اَنْ تَطُولَ عَلَيْهِ حَسْرَتُهُ
Artinya: "Pertanda bahwa Allah ta'ala sedang berpaling dari hamba adalah disibukkannya hamba tersebut dengan hal-hal yang tak berfaedah. Dan satu saat saja yang seseorang menghabiskannya tanpa ibadah, maka sudah pantas ia menerima kerugian berkepanjangan.”
Dalam Al-Qur’an pun Allah telah mengingatkan.
وَٱلۡعَصۡرِ ١ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡرٍ ٢ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ ٣
Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati dalam supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.”
Hadirin Jamaah Jum’ah yang dimulyakan Allah
Sebentar lagi kita akan mengalami pergantian tahun. Terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama tentang hukum merayakan tahun baru masehi. Ada yang memperbolehkan ada yang tidak memperbolehkan atau mengharamkannya. Dasar diperbolehkannya perayaan tahun baru adalah Perayaan malam tahun baru masehi itu tidak terkait dengan ritual agama tertentu. Ia adalah adat masyarakat dunia secara universal yang bukan lagi milik kelompok tertentu atau agama tertentu. Di berbagai belahan dunia, orang-orang merayakan tahun baru bahkan diiringi dengan pesta dan lainnya.Tetapi bukan di dalam rumah ibadah, juga bukan dalam rangka perayaan agama. Sehingga perkara seperti ini kembali kepada hukum asal muamallah, yakni boleh sampai ada hal yang mengharamkannya. Jika ada seorang muslim yang merayakan tahun baru dengan niat mengikuti ibadah orang kafir, maka hukumnya pasti haram. Atau perayaannya diisi dengan dengan hal-hal yang haram seperti mabuk-mabukkan, perzinahan dan perjudian maka hukumnya sudah pasti haram. Tapi bila seseorang sekedar turut menyaksikan pawai, makan bersama keluarga dengan moment tahun baru tentunya diperbolehkan.
Sedangkan pendapat yang mengharamkannya adalah sebab perayaan tahun baru adalah ibadah orang kafir, tasyabbuh dengan kafir, penuh kemaksiatan, bid’ah dan pemborosan. Lantas, kita pilih yang mana? Terserah pada kita. Jika sekiranya kita mampu untuk melakukan sesuai dengan pendapat pertama ya silahkan. Tapi, kalau kita khawatir akan terjerumus kepada kemaksiatan dan dosa, langkah yang hati-hati adalah kita melewati malam hari sebagaimana biasanya atau dengan bermuhasabah (introspeksi).
Dan yang patut kita renungkan tentang hakikat perayaan tahun baru adalah momen tahunan ini seyogyanya disikapi secara wajar dan tepat. Kebahagiaan terhadap tahun baru semestinya diarahkan kepada rasa syukur terhadap usia yang masih tersisa, bukan menunjukkan kebanggaan berlebihan atas tahun baru itu sendiri. Sisa usia itu merupakan kesempatan untuk menambal kekurangan, memperbaiki yang belum sempurna, dari perilaku hidup kita di dunia. Tahun baru lebih tepat menjadi momen muhasabah (introspeksi) dan ishlah (perbaikan) diri kita.
Hadirin Jamaah Jum'at yang berbahagia
Kita masih diberikan kesempatan untuk beribadah dan beramal. Bertambahnya umur kita sesungguhnya adalah berkurangnya kesempatan kita. Mungkin secara kuantitas umur kita semakin bertambah tetapi secara kualitas kesempatan kita untuk beribadah kepada allah semakin berkurang. Maka kita gunakan sisa-sisa waktu ini untuk semakin menjadikan diri kita muslim yang baik, kita harus bertekad hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari kedepan harus lebih baik dari hari ini karena itulah yang dikatakan sebagai orang beruntung atau orang sukses.