Istilah hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia.
Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember 1948.
Akan tetapi sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum pernah mengalami penindasan yang dialami Eropa, dimana sistem perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi bagi semua orang sesuai dengan aturan umum yang diberikan oleh Allah kepada seluruh ummat manusia.
Dalam istilah modern, yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Dan dalam wacana modern ini, hak asasi dibagi menjadi dua:
Hak asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya, seperti: hak hidup, hak kebebasan pribadi dan hak bekerja.
Hak asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga dan sebagai individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak berumah-tangga, hak mendapat keamanan, hak mendapat keadilan dan hak persamaan dalam hak.
Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran barat, diantaranya :
Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.
Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.
Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya.
Dapat dimengerti bahwa pembagian-pembagian ini hanya melihat dari sisi larangan negara menyentuh hak-hak ini. Sebab hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan sosial.
(2) HAM Menurut Konsep Islam
ak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat.
Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab pemerintah mempunyai tuga sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah. Allah berfirman:
"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22: 4)
Jaminan Hak Pribadi
Jaminan pertama hak-hak pribadi dalam sejarah umat manusia adalah dijelaskan Al-Qur’an:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya... dst." (QS. 24: 27-28)
Dalam menjelaskan ayat ini, Ibnu Hanbal dalam Syarah Tsulatsiyah Musnad Imam Ahmad menjelaskan bahwa orang yang melihat melalui celah-celah ointu atau melalui lubang tembok atau sejenisnya selain membuka pintu, lalu tuan rumah melempar atau memukul hingga mencederai matanya, maka tidak ada hukuman apapun baginya, walaupun ia mampu membayar denda.
Jika mencari aib orang dilarang kepada individu, maka itu dilarang pula kepada negara. Penguasa tidak dibenarkan mencari-cari kesalahan rakyat atau individu masyarakat. Rasulullah saw bersabda: "Apabila pemimpin mencari keraguan di tengah manusia, maka ia telah merusak mereka." Imam Nawawi dalam Riyadus-Shalihin menceritakan ucapan Umar: "Orang-orang dihukumi dengan wahyu pada masa rasulullah saw. Akan tetapi wahyu telah terhenti. Oleh karenanya kami hanya menghukumi apa yang kami lihat secara lahiriah dari amal perbuatan kalian."
Muhammad Ad-Daghmi dalam At-Tajassus wa Ahkamuhu fi Syari’ah Islamiyah mengungkapkan bahwa para ulama berpendapat bahwa tindakan penguasa mencari-cari kesalahan untuk mengungkap kasus kejahatan dan kemunkaran, menggugurkan upayanya dalam mengungkap kemunkaran itu. Para ulama menetapkan bahwa pengungkapan kemunkaran bukan hasil dari upaya mencari-cari kesalahan yang dilarang agama.
Perbuatan mencari-cari kesalahan sudah dilakukan manakala muhtasib telah berupaya menyelidiki gejala-gejala kemunkaran pada diri seseorang, atau dia telah berupaya mencari-cari bukti yang mengarah kepada adanya perbuatan kemunkaran. Para ulama menyatakan bahwa setiap kemunkaran yang berlum tampak bukti-buktinya secara nyata, maka kemunkaran itu dianggap kemunkaran tertutup yang tidak dibenarkan bagi pihak lain untuk mengungkapkannya. Jika tidak, maka upaya pengungkapan ini termasuk tajassus yang dilarang agama.
(3) Nash Qur’an dan Sunnah tentang HAM
eskipun dalam Islam, hak-hak asasi manusia tidak secara khusus memiliki piagam, akan tetapi Al-Qur’an dan As-Sunnah memusatkan perhatian pada hak-hak yang diabaikan pada bangsa lain. Nash-nash ini sangat banyak, antara lain:
Dalam al-Qur’an terdapat sekitar empat puluh ayat yang berbicara mengenai paksaan dan kebencian. Lebih dari sepuluh ayat bicara larangan memaksa, untuk menjamin kebebasan berfikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya: "Kebenaran itu datangnya dari Rabb-mu, barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir." (QS. 18: 29)
Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap menentang kedzaliman dan orang-orang yang berbuat dzalim dalam sekitar tiga ratus dua puluh ayat, dan memerintahkan berbuat adil dalam lima puluh empat ayat yang diungkapkan dengan kata-kata: ‘adl, qisth dan qishas.
Al-Qur’an mengajukan sekitar delapan puluh ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana hidup. Misalnya: "Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya." (QS. 5: 32). Juga Qur’an bicara kehormatan dalam sekitar dua puluh ayat.
Al-Qur’an menjelaskan sekitar seratus lima puluh ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan. Misalnya: "... Orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertawa diantara kamu." (QS. 49: 13)
Pada haji wada’ Rasulullah menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi manusia, pada lingkup muslim dan non-muslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan wanita. Pada khutbah itu nabi saw juga menolak teori Yahudi mengenai nilai dasar keturunan.
Manusia di mata Islam semua sama, walau berbeda keturunan, kekayaan, jabatan atau jenis kelamin. Ketaqwaan-lah yang membedakan mereka. Rakyat dan penguasa juga memiliki persamaan dalam Islam. Yang demikian ini hingga sekarang belum dicapai oleh sistem demokrasi modern. Nabi saw sebagai kepala negara juga adalah manusia biasa, berlaku terhadapnya apa yang berlaku bagi rakyat. Maka Allah memerintahkan beliau untuk menyatakan: "Katakanlah bahwa aku hanyalah manusia biasa, hanya saja aku diberi wahyu, bahwa Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa." (QS. 18: 110).
(4) Rumusan HAM dalam Islam
pa yang disebut dengan hak asasi manusia dalam aturan buatan manusia adalah keharusan (dharurat) yang mana masyarakat tidak dapat hidup tanpa dengannya. Para ulama muslim mendefinisikan masalah-masalah dalam kitab Fiqh yang disebut sebagai Ad-Dharurat Al-Khams, dimana ditetapkan bahwa tujuan akhir syari’ah Islam adalah menjaga akal, agama, jiwa, kehormatan dan harta benda manusia.
Nabi saw telah menegaskan hak-hak ini dalam suatu pertemuan besar internasional, yaitu pada haji wada’. Dari Abu Umamah bin Tsa’labah, nabi saw bersabda: "Barangsiapa merampas hak seorang muslim, maka dia telah berhak masuk neraka dan haram masuk surga." Seorang lelaki bertanya: "Walaupun itu sesuatu yang kecil, wahay rasulullah ?" Beliau menjawab: "Walaupun hanya sebatang kayu arak." (HR. Muslim).
Islam berbeda dengan sistem lain dalam hal bahwa hak-hak manusia sebagai hamba Allah tidak boleh diserahkan dan bergantung kepada penguasa dan undang-undangnya. Tetapi semua harus mengacu pada hukum Allah. Sampai kepada soal shadaqah tetap dipandang sebagaimana hal-hal besar lain. Misalnya Allah melarang bershadaqah (berbuat baik) dengan hal-hal yang buruk. "Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya..." (QS. 2: 267).
1. Hak-hak Alamiah
Hak-hak alamiah manusia telah diberikan kepada seluruh ummat manusia sebagai makhluk yang diciptakan dari unsur yang sama dan dari sumber yang sama pula (lihat QS. 4: 1, QS. 3: 195).
a. Hak Hidup
Allah menjamin kehidupan, diantaranya dengan melarang pembunuhan dan meng-qishas pembunuh (lihat QS. 5: 32, QS. 2: 179). Bahkan hak mayit pun dijaga oleh Allah. Misalnya hadist nabi: "Apabila seseorang mengkafani mayat saudaranya, hendaklah ia mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah kamu mencaci-maki orang yang sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang mereka kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari).
b. Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi
Kebebasan pribadi adalah hak paling asasi bagi manusia, dan kebebasan paling suci adalah kebebasan beragama dan menjalankan agamanya, selama tidak mengganggu hak-hak orang lain. Firman Allah: "Dan seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu memaksa manusia supaya mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS. 10: 99).
Untuk menjamin kebebasan kelompok, masyarakat dan antara negara, Allah memerintahkan memerangi kelompok yang berbuat aniaya terhadap kelompok lain (QS. 49: 9). Begitu pula hak beribadah kalangan non-muslim. Khalifah Abu Bakar menasehati Yazid ketika akan memimpin pasukan: "Kamu akan menemukan kaum yang mempunyai keyakinan bahwa mereka tenggelam dalam kesendirian beribadah kepada Allah di biara-biara, maka biarkanlah mereka." Khalid bin Walid melakukan kesepakatan dengan penduduk Hirah untuk tidak mengganggu tempat peribadahan (gereja dan sinagog) mereka serta tidak melarang upacara-upacaranya.
Kerukunan hidup beragama bagi golongan minoritas diatur oleh prinsip umum ayat "Tidak ada paksaan dalam beragama." (QS. 2: 256).
Sedangkan dalam masalah sipil dan kehidupan pribadi (ahwal syakhsiyah) bagi mereka diatur syari’at Islam dengan syarat mereka bersedia menerimanya sebagai undang-undang. Firman Allah: "Apabila mereka (orang Yahudi) datang kepadamu minta keputusan, berilah putusan antara mereka atau biarkanlah mereka. Jika engkau biarkan mereka, maka tidak akan mendatangkan mudharat bagimu. Jika engkau menjatuhkan putusan hukum, hendaklah engkau putuskan dengan adil. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang adil." (QS. 5: 42). Jika mereka tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara Islam, maka mereka boleh mengikuti aturan agamanya - selama mereka berpegang pada ajaran yang asli. Firman Allah: "Dan bagaimana mereka mengangkat kamu sebagai hakim, sedangkan ada pada mereka Taurat yang di dalamnya ada hukum Allah? Kemudian mereka tidak mengindahkan keputusanmu. Sesungguhnya mereka bukan orang-orang yang beriman ." (QS.5: 7).
c. Hak Bekerja
Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak tetapi juga kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin. Nabi saw bersabda: "Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari). Dan Islam juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam hadist: "Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah).
2. Hak Hidup
Islam melindungi segala hak yang diperoleh manusia yang disyari’atkan oleh Allah. Diantara hak-hak ini adalah :
a. Hak Pemilikan
Islam menjamin hak pemilikan yang sah dan mengharamkan penggunaan cara apapun untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan haknya, sebagaimana firman Allah: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada hakim agar kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya." (QS. 2: 188). Oleh karena itulah Islam melarang riba dan setiap upaya yang merugikan hajat manusia. Islam juga melarang penipuan dalam perniagaan. Sabda nabi saw: "Jual beli itu dengan pilihan selama antara penjual dan pembeli belum berpisah. Jika keduanya jujur dalam jual-beli, maka mereka diberkahi. Tetapi jika berdusta dan menipu berkah jual-bei mereka dihapus." (HR. Al-Khamsah)
Islam juga melarang pencabutan hak milik yang didapatkan dari usaha yang halal, kecuali untuk kemashlahatan umum dan mewajibkan pembayaran ganti yang setimpal bagi pemiliknya. Sabda nabi saw: "Barangsiapa mengambil hak tanah orang lain secara tidak sah, maka dia dibenamkan ke dalam bumi lapis tujuh pada hari kiamat." Pelanggaran terhadap hak umum lebih besar dan sanksinya akan lebih berat, karena itu berarti pelanggaran tehadap masyarakat secara keseluruhan.
b. Hak Berkeluarga
Allah menjadikan perkawinan sebagai sarana mendapatkan ketentraman. Bahkan Allah memerintahkan para wali mengawinkan orang-orang yang bujangan di bawah perwaliannya (QS. 24: 32). Aallah menentukan hak dan kewajiban sesuai dengan fithrah yang telah diberikan pada diri manusia dan sesuai dengan beban yang dipikul individu.
Pada tingkat negara dan keluarga menjadi kepemimpinan pada kepala keluarga yaitu kaum laki-laki. Inilah yang dimaksudkan sebagai kelebihan laki-laki atas wanita (QS. 4: 34). Tetapi dalam hak dan kewajiban masing-masing memiliki beban yang sama. "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari istrinya." (QS. 2: 228)
c. Hak Keamanan
Dalam Islam, keamanan tercermin dalam jaminan keamanan mata pencaharian dan jaminan keamanan jiwa serta harta benda. Firman Allah: "Allah yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan." (QS. Quraisy: 3-4).
Diantara jenis keamanan adalah dilarangnya memasuki rumah tanpa izin (QS. 24: 27). Jika warga negara tidak memiliki tempat tinggal, negara berkewajiban menyediakan baginya. Termasuk keamanan dalam Islam adalah memberi tunjangan kepada fakir miskin, anak yatim dan yang membutuhkannya. Oleh karena itulah, Umar bin Khattab menerapkan tunjangan sosial kepada setiap bayi yang lahir dalam Islam baik miskin ataupun kaya. Dia berkata: "Demi Allah yang tidak ada sembahan selain Dia, setiap orang mempunyai hak dalam harta negara ini, aku beri atau tidak aku beri." (Abu Yusuf dalam Al-Kharaj). Umar jugalah yang membawa seorang Yahudi tua miskin ke petugas Baitul-Maal untuk diberikan shadaqah dan dibebaskan dari jizyah.
Bagi para terpidana atau tertuduh mempunyai jaminan keamanan untuk tidak disiksa atau diperlakukan semena-mena. Peringatan rasulullah saw: "Sesungguhnya Allah menyiksa orang-orang yang menyiksa manusia di dunia." (HR. Al-Khamsah). Islam memandang gugur terhadap keputusan yang diambil dari pengakuan kejahatan yang tidak dilakukan. Sabda nabi saw: "Sesungguhnya Allah menghapus dari ummatku kesalahan dan lupa serta perbuatan yang dilakukan paksaan" (HR. Ibnu Majah).
Diantara jaminan keamanan adalah hak mendpat suaka politik. Ketika ada warga tertindas yang mencari suaka ke negeri yang masuk wilayah Darul Islam. Dan masyarakat muslim wajib memberi suaka dan jaminan keamanan kepada mereka bila mereka meminta. Firman Allah: "Dan jika seorang dari kaum musyrikin minta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ke tempat yang aman baginya." (QS. 9: 6).
d. Hak Keadilan
Diantara hak setiap orang adalah hak mengikuti aturan syari’ah dan diberi putusan hukum sesuai dengan syari’ah (QS. 4: 79). Dalam hal ini juga hak setiap orang untuk membela diri dari tindakan tidak adil yang dia terima. Firman Allah swt: "Allah tidak menyukai ucapan yang diucapkan terus-terang kecuali oleh orang yang dianiaya." (QS. 4: 148).
Merupakan hak setiap orang untuk meminta perlindungan kepada penguasa yang sah yang dapat memberikan perlindungan dan membelanya dari bahaya atau kesewenang-wenangan. Bagi penguasa muslim wajib menegakkan keadilan dan memberikan jaminan keamanan yang cukup. Sabda nabi saw: "Pemimpin itu sebuah tameng, berperang dibaliknya dan berlindung dengannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Termasuk hak setiap orang untuk mendapatkan pembelaan dan juga mempunyai kewajiban membela hak orang lain dengan kesadarannya. Rasulullah saw bersabda: "Maukah kamu aku beri tahu saksi yang palng baik? Dialah yang memberi kesaksian sebelum diminta kesaksiannya." (HR. Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi). Tidak dibenarkan mengambil hak orang lain untuk membela dirinya atas nama apapun. Sebab rasulullah menegaskan: "Sesungguhnya pihak yang benar memiliki pembelaan." (HR. Al-Khamsah). Seorang muslim juga berhak menolak aturan yang bertentangan dengan syari’ah, dan secara kolektif diperintahkan untuk mengambil sikap sebagai solidaritas terhadap sesama muslim yang mempertahankan hak.
e. Hak Saling Membela dan Mendukung
Kesempurnaan iman diantaranya ditunjukkan dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya sebaik mungkin, dan saling tolong-menolong dalam membela hak dan mencegah kedzaliman. Bahkan rasul melarang sikap mendiamkan sesama muslim, memutus hubungan relasi dan saling berpaling muka. Sabda nabi saw: "Hak muslim terhadap muslim ada lima: menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantar ke kubur, memenuhi undangan dan mendoakan bila bersin." (HR. Bukhari).
f. Hak Keadilan dan Persamaan
Allah mengutus rasulullah untuk melakukan perubahan sosial dengan mendeklarasikan persamaan dan keadilan bagi seluruh umat manusia (lihat QS. Al-Hadid: 25, Al-A’raf: 157 dan An-Nisa: 5). Manusia seluruhnya sama di mata hukum. Sabda nabi saw: "Seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada masa rasulullah banyak kisah tentang kesamaan dan keadilan hukum ini. Misalnya kasus putri bangsawan dari suku Makhzum yang mencuri lalu dimintai keringanan hukum oleh Usamah bin Zaid, sampai kemudian rasul menegur dengan: "... Apabila orang yang berkedudukan di antara kalian melakukan pencurian, dia dibiarkan. Akan tetapi bila orang lemah yang melakukan pencurian, mereka memberlakukan hukum kriminal..." Juga kisah raja Jabalah Al-Ghassani masuk Islam dan melakukan penganiayaan saat haji, Umar tetap memberlakukan hukum meskipun ia seorang raja. Atau kisah Ali yang mengadukan seorang Yahudi mengenai tameng perangnya, dimana Yahudi akhirnya memenangkan perkara.
Umar pernah berpesan kepada Abu Musa Al-Asy’ari ketika mengangkatnya sebagai Qadli: "Perbaikilah manusia di hadapanmu, dalam majlismu, dan dalam pengadilanmu. Sehingga seseorang yang berkedudukan tidak mengharap kedzalimanmu dan seorang yang lemah tidak putus asa atas keadilanmu."
(5) Tentang Kebebasan Mengecam Syari’ah
ebagian orang mengajak kepada kebebasan berpendapat, termasuk mengemukakan kritik terhadap kelayakan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pegangan hidup manusia modern. Disana terdengar suara menuntut persamaan hak laki-laki dengan wanita, kecaman terhadap poligami, tuntutan akan perkawinan campur (muslim-non muslim). Dan bahkan mereka mengajak pada pemahaman Al-Qur’an dengan mengubah inti misi Al-Qur’an.
Orang-orang dengan pandangan seperti ini pada dasarnya telah menempatkan dirinya keluar dari agama Islam (riddah) yang ancaman hukumannya sangat berat. Namun jika mayoritas ummat Islam menghendaki hukuman syari’ah atas mereka, maka jawaban mereka adalah bahwa Al-Qur’an tidak menyebutkan sanksi riddah. Dengan kata lain mereka ingin mengatakan bahwa sunnah nabi saw. Tidak memiliki kekuatan legal dalam syari’ah, termasuk sanksi riddah itu.
Untuk menjawab hal ini ada beberapa hal penting yang harus dipahami, yaitu :
Kebebasan yang diartikan dengan kebebasan tanpa kendali dan ikatan tidak akan dapat ditemukan di masyarakat manapun. Ikatan dan kendali ini diantaranya adalah tidak dibenarkannya keluar dari aturan umum dalam negara. Maka tidak ada kebebasan mengecam hal-hal yang dipandang oleh negara sebagai pilar-pilar pokok bagi masyarakat.
Islam tidak memaksa seseorang untuk masuk ke dalam Islam, melainkan menjamin kebebasan kepada non-muslim untuk menjalankan syari’at agamanya meskipun bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu, manakala ada seorang muslim yang mengklaim bahwa agamnya tidak sempurna, berarti ia telah melakukan kesalahan yang diancam oleh rasulullah saw: "Barangsiapa mengganti agamanya, maka bunuhlah ia." (HR. Bukhari dan Muslim).
Meskipun terdapat kebebasan dalam memeluk Islam, tidak berarti bagi orang yang telah masuk Islam mempunyai kebebasan untuk merubah hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dalam Islam tidak ada konsep rahasia di tangan orang suci, dan tidak ada pula kepercayaan yang bertentangan dengan penalaran akal sehat seperti Trinita dan Kartu Ampunan. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi penentang Islam untuk keluar dari Islam atau melakukan perubahan terhadap Islam.
Islam mengakui bahwa agama Ahli Kitab. Dari sini Islam membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita Ahli Kitab, karena garis nasab dalam Islam ada di tangan laki-laki.
Sanksi riddah tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagaimana ibadah dan muamalah lainnya. Al-Qur’an hanya menjelaskan globalnya saja dan menugaskan rasulullah saw menjelaskan rincian hukum dan kewajiban. Firman Allah: "Dan telah Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menjelaskan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkannya." (QS. 16: 44)