Contoh Khutbah Jumat Pertama Singkat: Haji Mabrur

<Contoh Khutbah Jumat Pertama Singkat: Haji Mabrur> Pertama-tama rasa syukur kita marilah sama-sama kita panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan kenikmatan kepada kita dalam jumlah yang begitu banyak sehingga kita bisa hadir kembali dalam pelaksanaan shalat Jum’at di Masjid yang sangat kita cintai ini.

Kehadiran kita ke Masjid ini, hanyalah karena nikmat terbesar dan sebaik-baik nikmat yang diberikan Allah  kepada kita, yaitu nikmat iman dan Islam. Rasanya percuma  kita hidup di dunia ini, kalau kita tidak punya iman dan islam, dan percuma  kita miliki seluruh dunia ini dan segala isinya, kalau kita tidak punya iman dan islam.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat dan para pengikut setia, serta para penerus dakwahnya hingga hari kiamat nanti.
https://aang-zaeni.blogspot.com/2017/12/contoh-khutbah-jumat-pertama-singkat.html

Hadirin kaum muslimin jamaa'ah jum’at rohimakumulloh.

Ribuan tahun yang lalu, di tanah kering dan tandus, di kegersangan kawasan yang meranggas, di atas bukit-bukit karak dan bebatuan yang ganas, sebuah cita-cita universal ummat manusia dipancangkan.
Nabi Ibrahim Alaihissalam, Abu al-Millah, telah memancangkan sebuah cita-cita, yang pada hari ini telah terbukti melahirkan peradaban besar. Cita-cita kesejahteraan lahir dan batin. Suatu kehidupan yang secara psikologis aman, tenteram, dan sentosa dan secara materi subur dan makmur. Sesuai dengan firman Allah dalam suroh Al-baqarah ayat: 126

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا ءَامِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ ءَامَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdo`a: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali". (QS, al-Baqarah: 126)

Semoga  kita semua terpanggil kembali, baik yang sudah pernah maupun yang belum pernah Haji untuk menziarahi Makkatul mukarromah dan MadinatarRosul.
AllohummarZuqna  Liziyarotil-Ka’batal MukarRomah Wa MadinatarRosul.
Hadirin kaum muslimin jamaah Jum’at rohimakumulloh.

Seorang muslim seharusnya menyadari bahwa kelebihan rizki yang ada pada dirinya merupakan amanah dari Allah swt untuk didistribusikan, dibagikan dan digunakan secara halal, yang salah satunya adalah menggunakannya untuk melaksanakan rukun islam yang ke lima yaitu: beribadah haji. Dengan penuh keikhlasan dan benar-benar dari lubuk hati yang dalam ia mempersiapkan segalanya, baik mental, fisik, dan spiritual untuk mengunjungi ka’bah almukarromah disertai tekad untuk mengharapkan keridhoan Allah dan mencapai derajat Hajjam Mabruro, Haji Mabrur yang tidak ada balasannya kecuali surga Allah swt. Empatbelas abad yang lewat Rosululloh telah menegaskan dalam sabdanya yang berbunyi :

أَنَّ رَسُـوْلَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَـلَـيْـهِ وَسَـلَّمَ قَـالَ : اَلـْعُـمْرَةُ إِلَـى الْـعُـمْـرَةِ كَـفَّـارَةٌ لِـمَـا بَـيْـنَـهُمَـا, وَلْـحَجُّ الْـمَـبـْرُوْرُ لَـيـْسَ لَـهُ جَـزَاءٌ اِلاَّ الْـجَـنَّـةَ

Artinya : “Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda : Pelaksanaan umrah hingga umrah yang akan datang adalah penebusan dosa yang ada antara keduanya, dan haji mabrur itu tidak ada balasannya melainkan surga” (HR. Muttafaq ‘alaih dari Abi Hurairah).

Lebih dari itu, haji mabrur pun diidentikkan oleh Rasulullah s.a.w. sebagai bentuk jihad yang terbaik. Hal ini jelas kita lihat pada sabda Rasulullah saw: Aisyah r.a. berkata: Saya berkata kepada Rasulullah “kami perhatikan jihad itu seutama-utamanya amal kebaikan, tidakkah lebih baik kami berjihad? Rasulullah s.a.w. bersabda: tetapi seutama-utama jihad ialah haji yang mabrur (HR Bukhari).

Namun, pertanyaan besar yang muncul dalam benak kita adalah: apakah setiap muslim yang berangkat ke tanah suci Makkah untuk beribadah haji pasti mencapai derajat haji mabrur? Jawabnya jelas, bahwa setiap manusia akan menerima hasil suatu perbuatan sesuai dengan kualitas usaha yang dilakukannya dalam perbuatan tersebut. Dengan demikian tidak semua muslim yang beribadah haji dipastikan mencapai derajat haji mabrur, bahkan tidak menutup kemungkinan ada yang tidak mendapatkan pahala ibadah apapun.

Hadirin kaum muslimin jamaa'ah Jum’at rohimakumulloh.

Sungguh… ritual-ritual manasik dalam ibadah haji bisa membawa manusia kepada kesejatiannya dan menanggalkan sifat-sifat hayawaniah-nya, yang merupakan wujud konkrit seorang haji yang mabrur:
Seperti dalam pelaksanaan rukun Haji yang Pertama, ibadah haji dimulai dengan niat sambil menanggalkan pakaian biasa dan mengenakan pakaian ihram. Dari sini kita menyadari, bahwa titik awal ibadah haji adalah menanggalkan berbagai atribut-atribut duniawi yang membedakan status sosial dan ekonomi serta pengaruh psikologis darinya.

Secara vertikal hal ini menunjukkan bahwa setiap muslim haruslah memiliki niat tulus ikhlas tanpa kepura-puraan dalam setiap pengabdiannya kepada Allah swt, dan secara horisontal mereka dituntut untuk tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan status sosial, ekonomi, ras, bangsa, dan sebagainya. Maka seorang haji mabrur adalah mereka yang mampu bermu’aamalah ma’allâh dengan penuh ketulusan dan kejujuran hati tanpa ada kepalsuan, dan bermu’aamalah ma’annâs tanpa mengenal perbedaan status apapun.

Begitu juga dalam rukun ibadah haji yang kedua, Wuquf di Arafah merupakan rukun dan puncak dari pelaksanaan kegiatan ibadah haji : al-hajju ‘arafah (haji ialah wukuf di Arafah). Jika kita perhatikan, tidak banyak aktivitas yang dilakukan para jamaah haji di Arafah, mereka hanya duduk berzikir, berdoa, dan membaca, bacaan-bacaan yang mampu dilakukan. Namun mengapa intinya haji adalah Arafah? sebab, di Arafah inilah manusia mengintrospeksi kembali segala sifat, sikap, dan perilaku mereka selama ini.

Dengan proses muhasabah di Arafah inilah manusia akan mengidentifikasi berbagai sifat hayawaniyah, yang selama ini ada dalam dirinya, memohon ampun kepada Allah karenanya, dan bertekad meninggalkannya. Sungguh kekeliruan besar, jika di Arafah ini seorang haji hanya menghafal bacaan-bacaan yang diajarkan kepadanya, tapi pikiran dan nuraninya sama sekali tidak mengintropeksi perbuatannya.

Maka seorang haji mabrur bukan saja individu yang senantiasa berzikir mengingat Allah, tapi juga senantiasa mengintrospeksi sifat, sikap, dan perbuatan hayawaniyah yang telah dilakukan, menanggalkannya, dan kemudian memunculkan perilaku mulia dan kembali kejalan Allah demi untuk mencapai kebahagiaan yang kekal, abadi untuk selamanya.

Dan seterusnya rukun haji yang Ketiga adalah: Thawaf yang secara formalistik adalah tindakan mengelilingi Ka’bah, namun secara esensial adalah pernyataan manusia bahwa Allah adalah titik orientasi kepatuhan dan perilaku mereka. Dengan kata lain, thawaf mengajarkan setiap haji agar senantiasa menjadikan Allah sebagai titik orientasi segala perbuatan, baik dalam bentuk ibadah ritual maupuan dalam mu’amalah keseharian serta memunculkan kesadaran bahwa dirinya hanyalah unsur kecil dalam jagad raya yang tunduk dan patuh terhadap ketetapan Allah s.w.t..

Maka seorang haji mabrur adalah mereka yang senantiasa “menghadirkan” Allah dalam setiap aktivitas mereka sehari-hari. Artinya, dalam setiap perbuatan apapun, seorang haji mabrur menjadikan ajaran-ajaran Allah sebagai tolak ukur dilaksanakan atau tidak dilaksanakannya suatu perbuatan, serta menanggalkan sifat sombong dan memunculkan sifat tawadhu’.

Selanjutnya rukun haji Keempat adalah: Sa’i secara praktikal adalah berjalan dan berlari-lari kecil antara bukit shafa dan marwa. Adakah nilai yang dapat diambil dari praktek ibadah yang terkesan seperti oleh raga dan jalan santai ini? setidaknya ada dua, nilai yang dapat diambil dan diaplikasikan dari sa’i, yang pertama: Sa’i mengandung nilai sikap kasih sayang manusia terhadap sesama, yang disimbolkan dari bagaimana Hajar istri Nabi Ibrahim yang karena kasih sayangnya kepada anaknya Isma’il, berusaha mencari air guna melepas dahaga anaknya. Yang kedua: Sa’i juga mengandung nilai ikhtiar dan tawakkal bagi manusia dalam menjalani kehidupan di dunia, yang disimbolkan dari sikap Hajar yang tanpa lelah terus berusaha mencari air di tanah yang tandus disertai keyakinan bahwa Allah akan menolongnya.

Maka seorang haji mabrur adalah sosok yang penuh dengan kasih sayang terhadap sesama dan selalu menyatukan antara ikhtiar dan tawakal dalam urusan-urusannya didalam menjalani hidup dan kehidupan ini.

Hadirin kaum muslimin Rohimakumulloh.

Karakter manusia sejati akan terbentuk melalui ibadah haji yaitu dengan munculnya sikap solidaritas sosial melalui qurban. Qurban yang secara simbolik adalah penyembelihan hewan, secara esensial pada dasarnya adalah pemusnahan individualitas dan egoisme manusia, untuk kemudian membangun sifat solidaritas sosial dalam dirinya.

Maka, seorang haji yang mabrur adalah orang yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi tidak egois dan individualis (mementingkan diri sendiri) serta siap mengorbankan apa yang berharga yang dimilikinya kepada sesama, pantasan Rosululloh bersabda: “Laa Yu-minu Ahadukum Hattaa Yuhibbu Li-Akhiikhi Maa Yuhibbu Linafsihi” Tidak sempurna iman salah seorang kamu,selama belum mampu,belum bisaS mencintai orang lain seperti mencintai dirinya sendiri.

Semoga dengan berkat khutbah yang khotib ketengahkan ini,kiranya dapat bermanfaat bagi kita semua dan menambah ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah swt.

أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. 
فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Subscribe to receive free email updates: