Mencontek Adalah Cikal Bakal Plagiarisme

                          Mencontek Adalah Cikal Bakal Plagiarisme dan Korupsi 

Banyaknya kecurangan akademik di negeri ini menjadi salah satu alasan mengapa pendidikan kita masih jauh dari yang diharapkan.Kecurangan semacam ini disinyalir bisa dilakukan oleh siapa saja seperti guru, dosen, penulis, pejabat, pelajar dan yang lainnya. ‘Copy and paste’ seolah menjadi jalan pintas dalam pembuatan karya tulis. Jadilah banyak karya tulis asli tapi abal-abal.



Roig & Caso dalam Lying and Cheating(2005)mengatakan bahwa kecurangan akademik (academic dishonesty) meliputi tiga hal yaitu mencontek dalam test (cheating), penipuan dalam belajar (fraudulent) dan plagiarisme (plagiarism). Ketua KPK Abraham Samad dalam berbagai kesempatan mengatakan bahwa kecurangan akademik walaupun hanya sekadar mencontek masuk dalam kategori korupsi, yaitu korupsi intelektual. Mengerikan sekali menyadari bahwa generasi mudapun bisa menjadi pelaku korupsi. Bisa jadi nantinya mereka akan menjadi pelaku korupsi yang sebenarnya.



Lebih lanjut Roig dan Caso menjelaskan bahwa sebagian besar mahasiswa Asia di luar negeri mengalami kendala dalam pembuatan karya ilmiah. Kendala ini disebabkan oleh kurangnya kebiasaan mahasiswa Asia dalam membuat suatu karya tulis. Dengan alasan di atas, tidak seharusnya kita menyalahkan internet sebagai alat yang mempermudah budaya plagiarisme. Internet justru menjadikan tulisan seseorang kaya akan referensi, bukan sebaliknya membuat praktik plagiarisme menjadi mudah. Sedang yang kurang dari negeri kita adalah budaya menulis.



Terjadinya kecurangan akademik menunjukkan bahwa bangsa ini telah kehilangan jati diri. Ada beberapa alasan mengapa kecurangan akademik kerap terjadi. Yang pertama adalah tuntutan orang tua dan masyarakat yang berlebihan terhadap prestasi. Prestasi diwakili oleh selembar kertas berisi angka-angka. Keinginan untuk berprestasi kadang membuat anak mencari jalan pintas untuk mendapatkan nilai tinggi. Mencontek dan melakukan kecurangan akademik lainnya menjadi solusi untuk mendapatkan kesuksesan. Peran guru sangat penting untuk mencegah segala bentuk kecurangan akademik di sekolah. Dikhawatirkan kebiasaan mencontek ini menjadi awal perilaku buruk selanjutnya seperti plagiarisme dan korupsi.



Kedua
, kurangnya pengetahuan tentang pembuatan suatu karya tulis. Pelajar, mahasiswa atau pelaku kecurangan lain mungkin saja sadar bahwa mereka telah melakukan kecurangan dalam membuat suatu karya. Kurangnya pengetahuan mereka tentang bagaimana menggunakan karya orang lain sebagai bagian dari karya mereka sendiri membuat mereka melakukan tindakan ini. Antisipasi pencegahannya adalah dengan mengadakan matrikulasi penulisan karya ilmiah di awal pembelajaran. Adanya sanksi yang tegas juga akan memberikan efek jera bagi pelaku sekaligus menepis kesan adanya pembiaran terhadap kecurangan akademik.



Ketiga, kurangnya budaya membaca. Kurangnya budaya membaca disinyalir menjadi sebab mengapa pelajar Indonesia tidak terasah dari segi menulis. Menulis dan membaca merupakan suatu kegitaan yang tidak bisa dipisahkan. Seseorang tidak akan mampu menghasilkan karya tulis yang baik apabila ia kurang membaca. Untuk itu, jalan pintas seperti menggunakan atau mengakui karya orang lain sebagai milik pribadi sering dilakukan.



Semoga penerapan kurikulum 2013 di sekolah saat ini bisa memutus mata rantai terjadinya kecurangan akademik karena kurikulum ini mendorong para siswa aktif mencari informasi dari berbagai sumber dan menuangkannya dalam suatu karya melalui langkah-langkah saintifik

Subscribe to receive free email updates: