<Keistimewaan Alqur'an Sebagai Penyejuk Hati> Ada beberapa pertanyaan yang selalu menggelayuti hati ketika melihat kondisi kaum muslimin. Pertanyaan itu sebagai berikut :
Bukankan Allah SWT itu Maha Penyayang dan sangat menyayangi umat beriman ?
Bukankan Allah SWT itu Maha berkuasa dan mampu menjayakan kaum muslimin ?
Bukankan Al Qur’an yang kita baca dalam sholat kita adalah sumber kebahagiaan, kejayaan, kemakmuran bagi yang mengamalkannya ?
Bukankah kaum muslimin itu umat yang terbaik yang diutus untuk memimpin bukan dipimpin umat lain, mendidik bukan dididik umat lain ?
Bukankah umat Islam dijadikan Allah SWT sebagai umat yang satu ?
Terus kalau kita ingin memproyeksikan hakekat di atas dengan kondisi kaum muslimin pada masa kini maka hasilnya akan menuntut kita untuk lebih merenung, dimana kejayaan kaum muslimin?, dimana harga diri kaum muslimin, bahkan dimana harga darah seorang muslim di mata kaum muslimin sendiri?, dimana kepemimpinan, kejayaan kaum muslimin diatas kaum yang lainnya?, dimana solidaritas sesama kaum muslimin, alam skala nasional, regional maupun internasional?
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
"Belumkah sampai waktunya orang-orang beriman khusu’ hati mereka untuk ingat Allah SWT dan berdzikir dengan kebenaran yang Allah SWT turunkan dan janganlah mereka seperti orang-orang yang diberi kitab sebelum mereka dan lewatlah masa panjang atas mereka (tidak membaca kitab mereka) maka mengeraslah hati mereka dan kebanyakan mereka orang fasiq”.
Dan merenungi rintihan Rasulullah kepada Robbnya dengan mengatakan :
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوراً
"Berkatalah Rasul wahai Robbku sungguh kaumku telah menjadikan Alquran ini sesuatu yang ditinggalkan”.
Ditinggalkan karena mereka tak membacanya, atau tidak mau merenungi ma’nanya atau tidak mau mengamalkan isinya. Yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan diatas adalah kita bersama merenungi sambutan Rasululloh dan para sahabat terhadap Al Qur’an dan bagaimana kedudukan Al Quran dihati mereka.
Bagaimana Al Quran dihati RasulAllah SWT dan para sahabat?
Pertama: Para sahabat memandang kebesaran Al-Quran dari kebesaran yang menurunkannya, kesempurnaannya dari kesempurnaan yang menurunkannya, mereka memandang bahwa Al Quran turun dari Raja, Pemelihara, Sesembahan yang Maha Perkasa, Maha Mengetaui, Maha Kasih Sayang, sebagaimana ditekankan oleh Allah SWT dalam berbagai permulaan surat :
} تنـزيل الكتاب من الله العزيز الحكيم{ سورة الزمر، الجاثية، الأحقاف، }تنـزيل الكتاب من الله العزيز العليم { سورة المؤمن، } تنـزيل من الرحمن الرحيم{ سورة فصلت } كذلك يوحي إليك وإلى الذين من قبلك الله العزيز الحكيم ،له ما في السموات وما في الأرض وهو العلي العظيم { سورة الشورى
Dari pandangan ini mereka menerima Al Qur’an dengan perasaan bahagia campur perasaan hormat siap melaksanakan perintah dan perasaan cemas dan harapan, serta perasaan kerinduan yang amat dalam, bagaimana tidak ?, karena orang yang membaca Al Qur’an berarti seakan mendapat kehormatan bermunajat dengan Allah SWT sekaligus seperti seorang prajurit menerima perintah dari atasan dan seorang yang mencari pembimbing mendapat pengarahan dari Dzat yang maha mengetahui. Dan perasaan inilah yang digambarkan oleh Allah SWT dalam Firmannya :
أولئك الذين أنعم الله عليهم من النبيين من ذرية آدم وممن حملنا مع نوح ومن ذرية إبراهيم وإسرائيل وممن هدينا واجتبينا إذا تتلى عليهم آيات الرحمن خروا سجدا وبكياً
"Mereka orang-orang yang Allah SWT berikan kenikmatan kepada mereka dari para nabi dari keturunan Adam dan dari orang yang kami bawa bersama Nuh dan dari keturunan Ibrohim dan Israel (Ya’qub) dan dari orang yang yang kami beri petunjuk dan kami pilih jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat yang Maha Penyayang mereka berrsungkur dalam kondisi sujud dan menangis”.
إن الذين أوتوا العلم من قبله إذا يتلى عليهم يخرون للأذقان سجداً ويقولون سبحان ربنا إن كان وعد ربنا لمفعولاً ويخرون للأذقان ويزيدهم خشوعاً
"Sesungguhnya orang-orang yang diberi ilmu sebelumnya jika dibacakan atas mereka (ayat-ayat Allah SWT) mereka tersungkur dengan dagu-dagu mereka dalam kondisi sujud, mereka berkata maha suci Robb kami sungguh janji Robb kami pasti terlaksana mereka tersungkur dengan dagu-dagu mereka dalam kondisi menangis dan menambahi mereka kekhkusu’an”.
Dari perasaan diatas menyebabkan Umu Aiman menangis ketika teringat akan wafatnya Rasululloh. Suatu saat Abu Bakar dan Umar berkunjung kepada ibu asuh RasulAllah SWT Ummu Aiman dan ketika mereka duduk, menagislah Ummu Aiman karena teringat wafatnya RasulAllah SWT maka berkatalah Abu Bakar dan Umar, “Kenapa anda menangis sementara Rasululloh mendapatkan tempat yang mulia”? Ummu Aiman menjawab, "Saya menangis bukan karena meninggalnya beliau melainkan karena terputusnya wahyu Allah SWT yang datang kepada beliau pada pagi dan petang hari", maka saat itu pula meledaklah tangisan mereka bertiga .
Dari perasaan diatas para sahabat membaca dan menerima Al Qur’an untuk dilaksanakan secara spontan tanpa menunggu-nunggu dan tanpa sedikit protes walau-pun hal itu bertentangan dengan kebiasaan mereka, tapi mereka bisa menundukkan perasaan mereka dengan cinta mereka kepada Allah SWT.
Ketika turun perintah untuk memakai jilbab pada surat Al Ahzab : 59, malam hari RasulAllah SWT menyampaikan ayat itu kepada para sahabat, pagi harinya para istri sahabat sudah memakai jilbab semua, bahkan `Aisyah mengatakan, "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshor mereka diperintah pakai hijab pada malam hari sementara pada paginya mereka sudah memakainya bahkan ada yang merobek ordeng / kelambu mereka untuk dipakai jilbab".
Ketika diharamkannya khomer dan ayat itu sampai kepada mereka, saat itu juga langsung mereka membuang simpanan khomernya dan menuang apa yang masih di tangannya.
Salah satu rahasia keajaiban para sahabat dalam berinteraksi dengan Al Qur’an adalah keimanan mereka kepada Allah SWT, surga dan neraka-Nya, kepada janji-Nya sehingga mereka melakukan sesuatu yang apabila dilihat oleh orang yang tak memahami latar belakang ini akan sulit menafsirkannya.
Seperti ketika mereka membaca tentang janji Allah buat orang-orang yang berjihad karena cinta Allah, seorang sahabat yang bernama Umair bin Hamam sedang makan korma bertanya wahai Rasululloh, “Dimana saya kalau saya mati dalam perang ini ? Rasululloh menjawab "Di sorga", berkatalah Umair : "Sungguh menunggu waktu masuk surga sampai menghabiskan makan kurma tujuh biji ini adalah sangat lama”, dan ahirnya dibuanglah sisa kurma yang belum dimakan dan langsung maju perang sampai menemui syahidnya.
Kondisi keimanan yang tinggi ini menjadi episode kehidupan mereka menjadi bagian dari yang diceritakan oleh Allah dalam Al Qur’an, Hal itu seperti perhatian orang-orang Anshor terhadap orang-orang muhajirin atau perhatian mereka terhadap orang-orang yang lemah, seperti yang Allah ceritakan dalam surat Al Hasyr dimana Rasulullah kedatangan tamu dan beliau tidak memiliki sesuatu untuk menjamunya, akhirnya beliau tawarkan hal itu kepada sahabatnya siapa yang bersedia membawa tamu beliau, dengan sepontan salah satu sahabat bersedia, tetapi ketika sampai rumah ternyata istrinya bilang bahwa tidak ada persediaan makanan kecuali makan malam anaknya, maka sahabat tadi memerintahkan istrinya untuk mengeluarkan makanan tadi untuk tamunya dan mengeluarkan dua piring dan segera mematikan lampu ketika tamunya sedang makan, tamunya makan dan tuan rumah menampakkan seakan-akan makan agar dia bisa makan dengan enak, ketika sampai pagi hari sahabat tadi bertemu dengan rasul dan beliau bilang kalau Allah heran dengan apa dia lakukan maka turunlah firman Allah SWT ayat sembilan surat al Hasyr.
Kedua: Rasululloh dan para sahabat memandang Al Qur’an sebagai obat bagi segala penyakit hati dan ketika mereka membaca Al Quran yang berbicara tentang segala kelemahan hati, penyakit hati, mereka tidaklah merasa tersinggung bahkan mereka berusaha mengoreksi hati mereka dan membersihkan segala sifat yang dicela oleh Al Qur’an dan berusaha bertaubat dari apa yang dikatakan buruk oleh Al Qur’an.
Maka sudah pantaslah ketika Al Qur’an banyak menceritakan sifat-sifat munafiqin mulai dari malas sholat, dzikir sedikit, pengecut, mengambil orang kafir sebagai pemimpin dan lain-lainnya, para sahabat segera mengkoreksi hati mereka dan mencari obatnya walaupun mereka tidak dihinggapi penyakit itu, berkatalah Abdulloh ibnu Mulaikah :
أدركت سبعين من أصحاب محمد e كلهم يخافون من النفاق.
“Aku mendapatkan tujuh puluh dari sahabat nabi, mereka semua takut kalau terkena penyakit nifaq”.
Ketika sahabat Handholah merasa adanya fluktuasi imannya segeralah ia datang kepada RasulAllah SWT dengan mengatakan “Ya RasulAllah SWT nifaqlah Handholah”, berkatalah Rasul Allah SWT : Kenapa ? Handlolah menjawab: “Wahai Rasul Allah SWT kalau saya disamping engkau dan engkau ingatkan kami dengan sorga dan neraka, jadilah sorga dan neraka seakan-akan jelas dimata kami, tapi jika kami pulang dan bergaul dengan anak istri serta sibuk dengan harta kami, kami banyak lupa, bersabdalah RasulAllah SWT, “Wahai Handholah kalau kalian berada dalam kondisi seperti itu (seakan melihat sorga dan neraka) terus menerus pastilah para malaikat menyalami kalian dijalan-jalan kalian”.
Dari sensitifitas perasaan Handholah dalam berinteraksi dengan Al Quran, ia bisa mengalahkan pe-rasaan ingin dekat dengan istrinya pada malam pertama dan ditinggalkannya untuk berjihad sampai syahid padahal ia belum sempat mandi junub, sehingga Rasululloh ber-sabda bahwa ia dimandikan oleh para malaikat .
Ketiga: Para sahabat memandang bahwa Al Quran adalah nasehat dari Dzat yang amat sayang dengan mereka yang sangat perlu didengar yang berarti mereka sangat menyadari kalau mereka bisa salah, tapi akan segera kembali kepada kebenaran manakala ada teguran dari Al Qur’an.
Ma’qil bin Yasar pernah menikahkan adik perempuannya dengan salah seorang sahabat, tapi kemudian di cerainya sampai habis masa iddahnya, kemudian bekas suami tadi melamar lagi dan karena Ma’qil sedang marah beliau tolak lamarannya dan bertekat tidak akan mengawinkannya, padahal adiknya juga masih cinta dengan bekas suaminya serta ingin kembali kepadanya. Dengan kejadian ini Allah menurunkan ayat :
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى لَكُمْ وَأَطْهَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
Setelah turun ayat ini Ma’qil langsung menikahkan adiknya lagi dengan sahabat mantan suamiya .
Sahabat hidup dengan misi, “Risalah menyelamat-kan seluruh manusia dari perbudakan manusia untuk manusia menuju penghambaan Allah yang Esa dan mengeluarkan mereka dari kedhaliman sistim manusia menuju keadilan Islam dari kesempitan dunia menuju keluasan dunia dan akherat”, dan pastilah kaum yang membawa misi demikian ada pendukung dan musuhnya, maka mereka menjadikan Al Qur’an sebagai pembimbing untuk mengetahui musuh-musuh Allah SWT, dan musuh mereka, siapa wali-wali mereka dan wali-wali Allah SWT dan mereka memperlakukan manusia sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Allah SWT, mereka cinta terhadap ayah, anak, istri, serta kerabat mereka. Tetapi jika yang dicintai itu memusuhi Allah SWT dan Rasul-Nya serta membenci Islam, maka mereka segera merubah sikapnya dengan hanya memihak Allah SWT dan mencabut perasaan cintanya kepada selain Allah, Allah berfirman :
لا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْأِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Tidaklah engkau dapatkan kaum yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir mencintai orang-orang yang membangkang kepada Allah SWT dan rasul-Nya, walaupun mereka itu ayah-ayah mereka atau anak-anak mereka atau saudara–saudara mereka atau kerabat-kerabat mereka, mereka itulah orang yang Allah SWT tetapkan dihati mereka keimanan”.
Ayat ini turun berkenaan ketika Abu Ubidah bin Jaroh ketika membunuh ayahnya di perang Badar karena ayahnya bersama pasukan kuffar Quraisy .
Keempat: Para sahabat memandang bahwa seluruh alam semesta dan diri mereka adalah ciptaan Allah SWT dan tidak mungkin membudidayakan alam semesta serta mengatur mereka kecuali Dzat yang menciptakannya sehingga mereka meyakini bahwa keimannya menuntut untuk menjadikan Al Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh yang tidak dipisahkan antara satu sama lainnya, mereka men-jadikan Al Quran sebagai way Of live –pedoman hidup- mereka dan mereka sangat sensitif terhadap usaha-usaha yang akan memisahkan satu bagian sistim Islam dengan bagian yang lainnya.
Pantaslah kalau Kholifah Abu Bakar berpidato ketika banyak orang yang murtad dan tidak mau membayar zakat, dengan mengatakan :
أينقص الدين وأنا حي !! والله لو منعوني عقالاً كانوا يؤدونه إلى رسول الله e لقاتلتهم على منعه رواه مسلم .
“Apakah agama ini akan dikurangi padahal saya masih hidup, demi Allah SWT kalau mereka menghalangi tali yang mereka serahkan kepada RasulAllah SWT pastilah aku perangi mereka atas keengganannya”.
Mereka menyadari betul adanya perbedaan antara orang yang belum mampu melaksanakan, dengan orang yang sengaja memilih-milih apa yang mau dilakukan dan apa yang ditolak.
Yang pertama masih dalam ruang lingkup iman seperti Raja Habsyi yang disholati ghoib oleh RasulAllah SWT, padahal ia belum melaksanakan hukum Islam, karena belum mampu. Adapun yang sengaja pilih-pilih seperti memilih beras, mereka mencap orang tersebut sudah keluar dari Islam atau munafiqin sebagaimana yang Allah SWT firmankan :
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ )
“Apakah kalian beriman dengan sebagian kitab dan kafir terhadap sebagian yang lain? Tidaklah balasan orang yang melakukan demikian kecuali kehinaan didunia dan dihari qiamat mereka dikembalikan ke adzab yang sangat keras. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.”
Keuniversalan dan keintegralan Al Qur’an ini digambarkan oleh sahabat Ali bin Abi Tholib dalam ucapannya :
هو كتاب الله فيه نبأ من قبلكم ،وخبر ما بعدكم وحكم ما بينكم هو الفصل ليس بالهزل من تركه من جبار قصمه الله ومن ابتغى الهدى في غيره أضله الله وهو حبل الله المتين وهو الذكر الحكيم وهو الصراط المستقيم وهو الذي لا تزيغ به الأهواء، ولا تلتبس به الألسنة ولا يشبع منه العلماء ولا يخلق عن كثرة الردّ ولا تنقضي عجائبه وهو الذي لم تنته الجن إذا سمعته حتى قالوا } إنا سمعنا قرآناً عجباً، يهدى إلى الرشد فآمنا به { من قال به صدق ومن عمل به أجر ومن حكم به عدل ومن دعا إليه هدي إلى صراط مستقيم .
“Dia adalah Kitabulloh yang di dalamnya ada berita orang sebelum kalian, kabar apa yang terjadi setelah kalian, hukum diantara kalian, dia adalah keputusan yang serius bukan main-main, barang siapa meninggalkannya dengan kesombongan pasti dihancurkan oleh Allah SWT , barang siapa mencari petunjuk pasti disesatkan oleh Allah SWT, dialah tali Allah SWT yang kokoh, dialah peringatan yang bijaksana, dialah jalan yang lurus, dialah yang dengannya hawa nafsu tidak menyeleweng, dan tidak akan rancu dengannya lesan, dan tidak kenyang-kenyangnya dari (membacanya, mempelajarinya) para ulama, tak akan usang karena diulang-ulang, dan tak habis-habisnya keajaibannya, dan dialah yang jin tak henti-hentinya dari mendengarnya sehingga dia mengatakan; “Sungguh kami mendengar Al- Qur’an yang penuh keajaiban, menunjukkan ke jalan lurus, maka kami beriman dengannya, barang siapa yang berkata dengannya pasti benar, barang siapa beramal dengannya pasti diberi pahala, barang siapa menghukumi dengannya pastilah adil, barang siapa mengajak kepadanya pasti di tunjuki kejalan yang lurus.
Kelima : Para sahabat memandang bahwa Al Qur`an adalah kasih sayang dari Allah SWT, maka mereka melihat bahwa seluruh isi Al Quran baik aqidahnya, hukumnya, perintahnya, larangannya, berita–beritanya adalah untuk kebaikan manusia, maka mereka menerimanya dengan senang hati, adapun yang menolak hukum Islam pada dasarnya adalah lebih memihak para pemeras orang lemah dari pada memihak orang yang diperas, lebih sayang dengan para pembunuh dari pada yang dibunuh atau lebih memihak para penggarong dan pemerkosa dari pada yang di garong dan diperkosa, lebih memihak musuh Allah SWT dari pada memihak Allah SWT, dan secara implisit menuduh Allah SWT keras dan dholim, orang yang semacam ini perlu intropeksi akan hakekat keimanannya.
Sedangkan para sahabat memahami hal tersebut di atas sebagaimana memahami wajibnya puasa dari firman Allah SWT :
كتب عليكم الصيام .
Mereka juga memahami wajibnya jihad, menegakkan qishos, mengamalkan wasiyat dengan firman Allah SWT :
كتب عليكم القصاص كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت كتب عليكم القتال
Para sahabat menjadikan Al Quran sebagai penerang hakekat hidup, dari Al Quran mereka mengetahui bahwa dunia ini hanya seperti tanaman di ladang yang hijau kemudian menguning dan hancur, maka mereka sangat zuhud dengan dunia mereka mengetahui dari Al Quran bahwa rizqi, umur sudah ditentukan oleh Allah SWT, tidak akan berkurang karena perjuangan, maka mereka terus berjuang dan berjihad tak takut mati dan tak takut kehilangan harta, mereka mengetahui bahwa mereka diciptakan dalam kondisi bertingkat-tingkat dalam hal ekonomi, kecerdasan dan kekuatan fisik untuk menguji mereka akan tugas yang mereka pikul, maka ketika mereka menjadi para gubernur dan kholifah mereka melihat itu semua sebagai tugas bukan suatu kehormatan, apalagi ketika mereka mendengar RasulAllah SWT bersabda seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori-Muslim :
ما من عبد يسترعيه الله رعية فلم يحطها بنصيحة إلا لم يجدها رائحة الجنة (متفق عليه)
“Tidaklah ada seorang hamba yang dijadikan Allah SWT memimpin rakyat kemudian tidak serius dalam memikirkan kemaslahatannya kecuali tidak akan mencium baunya sorga”.
ما من وال يلي رعية من المسلمين فيموت وهو غاش لهم إلا حرم الله عليه الجنة ( متفق عليه)
“Tidaklah ada seorang wali (pemimpin) rakyat dari kaum muslimin kemudian mati dalam kondisi curang terhadap mereka kecuali Allah SWT haramkan atas dia sorga”.
Para sahabat ketika mendengar hadits ini mereka bersungguh-sungguh dalam memikirkan nasib rakyatnya, sangat berhati hati dalam mengelola harta rakyat sampai Kholifah Umar mengatakan, “Saya menempatkan diri saya dengan baitul mal ini seperti wali yatim dengan harta anak yatim, kalau kaya tidak makan sama sekali darinya dan kalau miskin makan secukupnya”, dan pantaslah Umar dalam musim kelaparan merasakan dan mendengar keroncongan perutnya, beliau mengatakan kepada perutnya :
قرقري أو لا تقرقري فإنك لن تشبعي حتى يشبع المسلمون .
“Silahkan perutku engkau keroncongan atau tidak keroncongan, engkau tak akan kenyang kecuali kalau seluruh kaum muslimin sudah kenyang”.
Dan itu semua dikarenakan para sahabat diberi keimanan sebelum menerima Al Quran sehingga mereka selalu membacanya siang dan malam dan memiliki waktu pekanan dan bulanan dalam menghatamkan bacaan Al-Qur’an mereka tak kenyang-kenyangnya membaca Al Qur’an dan mentadaburinya sebagaimana Allah SWT ceritakan kondisi mereka :
الذين آتيناهم الكتاب يتلونه حق تلاوته أولئك يؤمنون به .
“Orang-orang yang kami berikan kitab, mereka membacanya dengan sebenar-benar bacaan mereka itulah orang yang benar–benar beriman dengannya”.
أمن هو قانت آناء الليل ساجدا وقائما يحذر الآخرة ويرجو رحمة ربه قل هل يستوى الذين لا يعلمون والذين لا يعلمون إنما يتذكر أو لو الألباب .
“Apakah orang yang beribadah pada malam hari dalam kondisi sujud dan berdiri takut akan hari akherat dan mengharap rahmat Robbnya katakanlah: “Apakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tak mengetahui tiada lain yang mengambil pelajaran adalah orang-orang yang pandai”.
Mereka tidak mencukupkan diri untuk membaca tapi mereka mentadabburinya sehingga diantara mereka ada yang mengulang-ulang satu ayat dalam sholatnya sampai fajar.
Terakhir, mereka melihat Al Quran sebagai sesuatu yang mengorbit kepada tauhid yang isinya berkisar :
أ - التوحيد : معرفة الله توحيده وجلاله، عظمته، ورحمته، وقربه من عبادة .
A : Ke-tauhid-an Allah SWT dan pengenalan terhadap nama dan sifat-sifatnya sehingga mengenal Allah SWT dengan dekat .
ب - آيات التوحيد و قدرة الله .
B : Bukti-bukti ketauhid-an dan kekuasan Allah SWT .
ج - حقوق التوحيد : الأوامر والنواهي وإخلاص العبادة, جعل الحكم له خالصاً .
C : Hak tauhid yaitu perintah untuk dijalankan, larangan untuk ditinggalkan, ibadah untuk ditunaikan dan hukum untuk ditegakkan, karena Allah SWT telah menegaskan bahwa hukum hanya milik Allah SWT dan kalau menyembah Allah SWT haruslah menjadikan hukumnya sebagai aturan hidupnya dan itu sarat agar agama seseorang menjadi agama yang lurus :
إن الحكم إلا لله أمر ألا تعبدوا إلا إياه ذلك الدين القيم .
“Hukum itu milik Allah SWT dan tidaklah kalian diperintah kecuali untuk menyembah kepadanya, dan itulah agama yang lurus”.
د - جزاء التوحيد : ثواب الموحدين من الرفعة في الدنياً والتمكين والبركة في الحياة، والأمن، والعزة، ودخول الجنة، والنصر على الأعداء، وعقوبة المشركين والكافرين والمنافقين من الهوان في الدنيا والضنق في الحياة والعذاب الدائم في الآخرة .
D : Balasan tauhid yang berupa pahala buat ahli tauhid dari ketinggian didunia stabilitas kedudukan, keberkahan hidup, keamanan, kejayaan, dan masuk sorga, kemenangan terhadap musuh. Dan hukuman terhadap orang musyrikin dan kafirin, munafiqin dari kehinaan didunia, kesempitan dalam kehidupan dan adzab yang kekal di akherat.
هـ - مواصفات الموحدين : من التواضع للحق، حسن الخلق، الاستعداد للتضحيات، الوفاء بعهد الله والناس، الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، ودعوة الناس للخير .
E : Kriteria muwahhidin ahli tauhid seperti tawadhu’ terhadap kebenaran, akhlaq yang baik, kesiapan berkorban, setia dengan janji, amar ma’ruf dan nahi mungkar, serta mengajak manusia kepada kebaikan.
و - المفاهيم المعينة على الاستقامة من بيان حقيقة الدنيا وأنها متاع الغرور، ومحدودية عمر الإنسان، وصعوبة سكرات الموت .
F : Pemahaman-pemahaman yang membantu muwahhidin untuk bisa istiqomah dalam iman seperti keterangan akan hakekat dunia dan bahwasanya dia itu kesenangan yang menipu, dan bahwa umur manusia itu sangat terbatas, sulitnya sakarotil maut .
Terahir kali, itulah sifat dan interaksi para sahabat dengan Al Qur’an dan semoga kita bisa mencontoh mereka, mereka telah bersusah payah untuk kebahagiaan kita dan rasa lelah mereka sudah hilang dan mereka telah bahagia untuk selama-lamanya dan didunia sejak zaman mereka sampai hari qiamat selalu dikenang dan didoakan orang yang datang setelah mereka, alangkah bahagianya mereka.
اللهم إنا نسألك بعزتك التى لا ترام وبملكك الذى لا يضام وبنورك الذى ملاء أركان عرشك أت تملأ قلوبنا بالإيمان وأن تهدى قلوبنا للإسلام وأن تجعلنا ممن يحبك ويحب دينك أكثر من محبته لنفسه، وأن ترينا الحق حقاً وأن ترزقنا اتباعه وأن ترينا الباطل باطلاً وأن ترزقنا اجتنابه إنك سميع الدعاء وصل اللهم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين .