Ceramah/Pidato Maulid Nabi Muhammad SAW Terbaru, Terbaik: Mengenali Sosok dan Profile Rasulullah SAW
الحمد لله الذي أرسل رسوله باللهدي ودين الحق ليظهره علي الدين كله وكفي بالله شهيدا. مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا (الفتح: 29)
(الحمد لله الذي خص سيدنا محمدا صلي الله عليه وسلم بأسني المناقب، ورفعه في الشرف الي أعلي المراتب، وأيده بالمعجزات الباهرات العجائب، التي فاقت ضوء النيرين وزادت علي عدد النجوم الثواقب, وجعل سيرته الزكية أمنا لمن تمسك بها ونجاة من المعاطب، أحمده سبحانه وتعالي حمدا أنال به رضاه وبلوغ المآرب، وأشهد أن سيدنا ونبينا محمدا عبده ورسوله المبعوث بالدين الواصب، صلي الله عليه وسلم وعلي آله وأصحابه الذين نالوا أشرف المناصب. أما بعد.)
Yang saya hormati, 1. ………………………
2………………………..
3………………………..
Saya mulai ceramah ini dengan sebuah pepatah yang mengatakan: “tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta”.
Begitu dahsatnya kata cinta sampai-sampai seorang pembesar sufi yang bernama Jalaluddin Ar-Rumi mengatakan: “Cinta itu buta”. Betapa tidak, dengan cinta yang jauh terasa dekat, sengsara membawa nikmat, dan gelap-gulita begitu berubah menjadi cahaya berkilat. Bukankah itu berarti buta?!
Sepertinya, ada benarnya pepatah tadi. Bagaimana kita bisa mencintai baginda Rasulullah Saw, kalau kita tidak mengenal sosok beliau, tidak mengenal akhlak dan kepribadiannya, tidak tau keistimewaan-keistimewaannya.
Kita sebagai seorang muslim seharusnya mau mengenali lebih jauh sosok dan kepribadian beliau, sehinga melalui pengenalan ini, tumbuh rasa cinta kita kepada nabi kita, dan pada akhirnya mengantarkan kita untuk mau melaksanakan apa yang diperintahkan Allah Swt dan meninggalkan seluruh larangannya yang telah disampaikan melalui lisan nabi-Nya. Nabi bersabda:
لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ مَالِهِ وَأَهْلِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (رواه النسائي).[1]
''Seseorang tidak dianggap beriman, sampai aku menjadi orang yang paling ia cintai melebihi hartanya, keluarganya dan sekalian manusia.'' (HR. An-Nasa`i).
Dalam kerangka inilah saya berupaya untuk sedikit mengenalkan bagaimana sosok, profil dan kepribadian Rasulullah Saw sesungguhnya.
Nasab Nabi Muhammad Saw:
Kalau kita membicarakan tentang nasab Nabi. Beliau di lahirkan dari keluarga terhormat, Bani Hasyim. Lengkapnya sebagai berikut. Muhammad Saw bin Abdullah bin Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushai bin Kilab.
Aminah binti Wahab bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu`ai bin Ghâlib bin Fihr bin malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Huzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nazâr bin Ma’ad bin Adnan.
Ummu Ma’bad pernah berkata:
كان رسول الله صلي الله عليه وسلم أجمل الناس وأبهاه من بعيد وأحلاه وأحسنه من قريب (رواه البيهقي)
"Rasulullah Saw adalah seorang manusia yang kalau di lihat dari jauh, dia paling ganteng dan paling karismatik, adapun kalau dilihat dari dekat dia paling manis dan dan menawan." (HR.Baihaqi)[2]
Abu Hurairah berkata:
ما رأيت شيئا قط أحسن من رسول الله صلي الله عليه وسلم كأن الشمس تجري --وفي لفظ-- تخرج من وجهه. (رواه أحمد والترميذي وابن حبان).
“Saya tidak pernah melihat sesuatu pun lebih baik dari Rasulullah Saw, seakan-akan matahari sedang bersinar di wajahnya.” Dalam hadis lain, “seakan-akan matahari keluar dari wajahnya”. ( HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban)
1. Warna kulit Rasulullah Saw:
كان رسول الله e أزهر اللون ليس بالآدم ولا بالأبيض الأمهق (رواه البخاري ومسلم)
“Rasulullah Saw berkulit terang, tidak cokelat dan tidak putih sekali.” (HR.Bukhari dan Muslim).
كان رسول الله e أبيض مشربا حمرة (رواه أحمد والترميذي والبيهقي)
“Rasulullah Saw berkulit putih cerah agak kemerahan.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Baihaqi).
2. Kepala.
كان رسول الله e ضخم الرأس.
Rasulullah Saw ukuran kepalanya besar.[3]
3. Rambut.
لم يكن رسول الله e بجعدقطط ولا سبط كان رَجْلا (رواه البخاري ومسلم).
Rasulullah Saw tidak berambut keriting, tidak juga lurus, tetapi berombak.
كان شعر رسول الله e بين أذنيه وعاتقه.
(Panjang) rambut Rasulullah Saw di antara telinga dan pundaknya.
4. Kening.
كان رسول الله e مفاض الجبين، وفي رواية: كان جبين رسول الله e صَلْتا.ً
Rasulullah Saw keningnya lebar. [4]
قال هند بن أبي ÷الة رضي الله تعالي عنه: كان رسول الله e واسعُ الجبين أزجُّ الحواجبِ سوابغَ في غير قَرَنٍ، بينهما عِرْقٌ يُدِرُّهُ الغضبُ. (رواه الترميذي)
Rasulullah Saw keningnya luas, alisnya halus dan panjang tidak bersambung, di antara kedua alisnya nampak keringat yang (jika memandangnya) dapat menghilangkan rasa marah. [5]
5. Alis.
كان رسول الله e دقيق الحاجبين.
Rasulullah Saw alisnya halus.
6. Mata.
كان رسو ل الله e عظيم العينين، أهدف الأشعار، أدعج العين.[6] أكحل العينين.[7]
"Raslulullah Saw kedua matanya besar, panjang, warna anak-anakan matanya hitam sekali."
7. Telinga.
كان رسول الله e تامَّ الأذنين
Rasulullah Saw telinganya sempurna.[8]
Rasulullah Saw sebagai orang pertama yang diciptakan
Jika kita menginduk kepada ucapan baginda Rasul Saw, beliau adalah manusia pertama yang Allah ciptakan dan manusia terakhir yang diutus sebagai nabi dan rasul-Nya. Sesuai sabdanya:
"كنت أول الناس في الخلق وآخرهم في البعث"
“Aku adalah manusia pertama dalam hal penciptaan dan manusia terakhir dalam hal pengutusan”. [9]
8. Pipi.
كان رسول الله e أسيل الخدين
Rasulullah Saw pipinya rata yang sedikit daging (tidak tembam).
كان رسول الله e سهل الخدين
Rasulullah Saw kedua pipinya rata.
9. Hidung.
كان رسول الله e أقني العِرْنين.
Rasulullah Saw tulang hidungnya agak merunduk[10]
10. Gigi
كان رسول الله e ضليع الفم، أشنب، مفلج الأسنان، يفتر عن مثل حب الغمام.
Rasulullah Saw mulutnya agak lebar, putih bersih, rata, dan nampak tersenyum manis.
أتي رسو ل الله e بدلو من ماء فشرب من الدلو ثم مج في البئر. ففاح منها رائحة المسك.
Nabi datang dengan seember air lalu minum dari ember tersebut, kemudian mengeluarkan air itu (meludah) maka tercium semerbak wangi misik.
11. Pundak.
كان رسول الله e بعيد ما بين المنقبين
Rasulullah Saw pundaknya panjang.[11]
12. Dada dan Perut.
كان رسول الله e عريضالصدر سواء البطن والصدر مُشيح الصدر.
Rasulullah Saw dadanya bidang, antara perut dan dadanya sama, namun dadanya agak ke depan.
Dikisahkan dalam kitab Subulul Hudâ Warrasyâd, ketika Allah Swt ingin menciptakan Nabi Muhammad Saw, Dia memerintahkan malaikat Jibril As untuk membawakan seonggok tanah yang berasal dari inti, sumber kebesaran dan cahaya bumi. Dalam tugas mengambil tanah suci ini, Jibril mendatangi malaikat penjaga surga Firdaus dan malaikat Ar-Rafikul `A’la (penjaga singgasana yang tinggi) guna meminta bantuannya. Setelah itu, Jibril pun turun ke bumi untuk mengambil seonggok tanah dari tempat Rasululullah Saw kelak akan dimakamkan. Tanah itu begitu bersih, putih bercahaya. Kemudian diadonkan dengan campuran air Tasnim[12] yang berasal dari di mata air sungai-sungai surga, hingga menjadi ‘bagaikan’ mutiara putih yang memiliki sinar sangat menakjubkan. Setelah berubah bentuk menjadi bagai mutiara putih berkilau itu, dengan serta merta para malaikat yang ada di sekitar Arasyi, yang ada di sekitar singgasana Allah Swt (Al-Kursi), maupun para malaikat yang ada di langit dan bumi, secara bersama-sama menthawafi Rasulullah Saw. Karenanya mereka lebih dulu mengenal Rasulullah Saw sebelum mengenal Nabi Adam As.
Setelah itu, cahaya ini dipindahkan oleh Allah Swt ke dalam jasad nabi Adam As hingga nampak jelas keberadaan cahaya itu di dahinya, lalu dikatakan kepada Adam: Wahai Adam, ini adalah penghulu para nabi dari keturunanmu.
Ketika Siti Hawa mengandung Nabi Syits pindahlah cahaya Muhammad dari Nabi Adam kepada Isterinya Hawa. Sebagaimana diketahui, dalam setiap kali melahirkan biasanya Siti Hawa melahirkan dua orang anak. Namun di saat melahirkan Nabi Syts, dia hanya melahirkan seorang anak saja, ini tiada lain untuk memuliakan nabi Muhammad Saw. Setelah itu, cahaya Muhammad Saw pindah dari manusia bersih yang satu kepada manusia bersih lainnya, hingga Muhammad Saw terlahir ke alam dunia ini.[13]
Sewaktu Allah Swt menciptakan nabi Adam As. Allah Swt mengabarkan hal-ihwal tentang keturunannya. Nabi Adam pun diperlihatkan keutamaan masing-masing keturunannya satu sama lain, hingga ia melihat seberkas kilauan cahaya yang sangat mencolok di fase akhir keturunannya, lantas bertanya: Tuhan, siapakah gerangan? Allah menjawab: Ia adalah seorang nabi dari keturunanmu yang bernama “Ahmad”, nabi pertama dan terakhir.
Bahkan sebab penciptaan dunia ini adalah karena kasih Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw.
Sewaktu Allah Swt memberikan wahyu kepada nabi Isa As, Dia berfirman: Wahai Isa berimanlah kepada Muhammad Saw, demikian halnya dengan umatmu perintahkanlah untuk beriman, kalau bukan karena Muhammad Saw, aku tidak akan menciptakan surga dan neraka. Aku telah menciptakan Arasyi di atas air lalu goyang, maka aku tuliskan kalimat “tiada tuhan selain Allah, Muhammad rasulullah, lalu tidak goyang lagi”.[14]
Rasulullah adalah manusia paling mulia di dunia ini, sebagaimana sabdanya:
إن الله اصطفي من ولد أبراهيم إسماعيل واصطفي كنانة من بني إسماعيل واصطفي من بني كنانة قريشا واصطفي من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم. (رواه مسلم والترميذي).
Bahkan diciptakan Adam dan Hawa, surga dan neraka adalah karena Nabi Muhammad Sa., Dikatakan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ad Dailami dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “jibril datang kepadaku lalu berkata:”Wahai Muhammad sesungguhnya Allah berfirman: “kalau bukan karenamu aku tidak akan menciptakan surga dan neraka”.[15]
Dalam sebuah hadis Qudsi Allah Swt berfirman:
"يا محمد وعزتي وجلالي لولاك ما خلقت أرضي ولا سمائي، ولا رفعت هذه الخضراء، ولا بسطت هذه البراء"[16]
Maisarah meriwayatkan: saya bertanya kepada Rasulullah Saw: yaa rasulullah kapankah anda telah menjadi nabi? Beliau menjawab: ketika adam masih berupa antara ruh dan jasad.[17]
Nabi Muhammad di dalam Injil dan taurat
Berita tentang kedatangan nabi Muhammad Saw telah disinggung di dalam kitab-kitab agama samawi terhdahulu. Allah Swt befirman:
الذين يتبعون الرسول النبي الأمي الذي يجدونه مكتوبا عندهم في التوراة والإنجيل (الأعراف: 157)
Diriwayatkan oleh Ibnu Umar Ra, bahwa dia pernah membaca di dalam kitab Taurat akan pemberitaan sifat Nabi Muhammad Saw, mirip dengan apa yang telah diberitakan di dalam Al-Quran, sebagai berikut:
قَالَ عَبْدُ اللهُ بْنُ عُمَرٍ: وَاللَّهِ إِنَّهُ لَمَوْصُوفٌ فِي التَّوْرَاةِ بِبَعْضِ صِفَتِهِ فِي الْقُرْآن:ِ" يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا وَحِرْزًا لِلْأُمِّيِّينَ أَنْتَ عَبْدِي وَرَسُولِي سَمَّيْتُكَ المتَوَكِّلَ لَيْسَ بِفَظٍّ وَلَا غَلِيظٍ وَلَا سَخَّابٍ فِي الْأَسْوَاقِ وَلَا يَدْفَعُ بِالسَّيِّئَةِ السَّيِّئَةَ وَلَكِنْ يَعْفُو وَيَغْفِرُ وَلَنْ يَقْبِضَهُ اللَّهُ حَتَّى يُقِيمَ بِهِ الْمِلَّةَ الْعَوْجَاءَ بِأَنْ يَقُولُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَيَفْتَحُ بِهَا أَعْيُنًا عُمْيًا وَآذَانًا صُمًّا وَقُلُوبًا غُلْفًا". (رواه البخاري وأحدمد والدارمي)
Abdullah bin Umar berkata: Demi Allah, sungguh Nabi Muhammad Saw telah disifatkan di dalam Taurat dengan sifat-sifat sebagaimana juga tertera di dalam Al-Quran, (penyifatannya berbunyi): “Wahai Nabi, sungguh kami mengutusmu sebagai saksi, pembawa berita gembira, pemberi peringatan, dan penjaga bagi kaum Ummi. Engkau adalah hamba dan rasulku yang kuberinama Al Mutawakkil. Dia sangat ramah, lemah lembut, tidak pernah ribut di pasar, tidak membalas penganiayaan orang dengan penganiayaan serupa, melainkan memaafkan dan mengampuninya. Allah Swt tidak akan mewafatkannya sampai dia dapat meluruskan agama yang bengkok itu dengan pengakuan mereka bahwa “tiada tuhan selain Allah”, orang-orang yang buta matanya dapat melihat, telinga yang tuli dapat mendengar, dan hati-hati yang kering tersirami.
Suatu ketika, di Madinah ada seorang Yahudi yang jatuh sakit dan nampaknya tidak lama lagi dia akan meninggal dunia. Nabi bersama Abu Bakar dan Umar pergi menjenguk orang sakit tersebut. Setibanya di tempat tujuan, Rasulullah Saw dan sahabat menjumpai ayahnya sedang membacakan Taurat di hadapan si sakit. Rupa-rupanya di kalangan Yahudi juga, ada tradisi membacakan Taurat di hadapan orang yang akan meninggal dunia. Kalau di Islam dianjurkan untuk dibacakan surat Yasin agar dimudahkan sakaratul mautnya. Melihat Ayahnya menghibur si sakit dengan pembacaan Taurat, Rasulullah Saw pun bertanya kepada ayahnya: Demi Zat Yang telah menurunkan Taurat, apakah ada di dalam Taurat sifat dan penjelasan tentang diriku? Ayahnya menjawab dengan gelengan kepala. Ketika itu juga anaknya yang sakit berkata: “Demi Zat yang telah menurunkan Taurat, sungguh kami telah mengetahui sifat dan keterangan tentang dirimu di dalam taurat, aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Engaku adalah utusan-Nya. Tidak lama setelah itu, orang yang sakit meninggal dunia, dan nabi menyuruh menshalatkan dan menkafaninya. (HR. Ahmad).[18]
Bahkan saking tau dan fahamnya mereka tentang seluk beluk nabi akhir zaman yang akan lahir dari Bangsa Arab, Allah Swt menggambarkan mereka seperti taunya seorang Bapak terhadap anaknya, sangat kenal dan begitu jelas:
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (البقرة: 146)
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah kami berikan Alkitab mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri, dan sesungguhnya sebagian dari mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahuinya.
Dalam ayat lain Allah pun menjelaskan:
وَلَمَّا جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ نَبَذَ فَرِيقٌ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ كِتَابَ اللَّهِ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ كَأَنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (البقرة: 101)
Setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, sebagian dari orang-orag yang diberi pengetahuan tentang Alkitab, melemparkan kitab tersebut ke belakang punggung mereka seolah-olah mereka tidak mengetahuinya. (Al-Baqarah: 101).
Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw bersabda: Ketika diturunkan kitab Taurat kepada Musa dia membacanya, lalu berkata: Ya Allah aku mendapatkan di dalam Taurat sebuah umat, mereka memenuhi pangilanmu dan Engkau pun memenuhi panggilan mereka, jadikanlah itu umatku! Allah menjawab: Itu umatnya Ahmad. Lalu Musa pun berkata: Ya Allah, aku mendapatkan di dalam Taurat suatu umat, kitab sucinya selalu mereka hafal dan mereka baca dengan baik, jadikanlah itu umatku! Allah pun menjawab: Itu umatnya Ahmad, Lalu Musa pun berkata: Ya Allah, aku mendapatkan di dalam Taurat suatu umat, mereka memperoleh fa’i, jadikanlah itu umatku! Allah pun menjawab: Itu umatnya Ahmad. Lalu Musa pun berkata: Ya Allah, aku mendapatkan di dalam Taurat suatu umat, mereka gemar mengeluarkan zakat dan mendapatkan kebaikan karenanya, jadikanlah itu umatku! Allah pun menjawab: Itu umatnya Ahmad. Lalu Musa pun berkata: Ya Allah, aku mendapatkan di dalam Taurat suatu umat, jika mereka baru berniat melakukan suatu kebajikan, telah dicatat sebagai satu amal kebajikan, dan jika mereka benar-benar melakukannya, dicatat menjadi sepuluh kebajikan, jadikanlah itu umatku! Allah pun menjawab: Itu umatnya Ahmad. Ya Allah, aku mendapatkan di dalam Taurat suatu umat, jika mereka berniat melakukan keburukan, tidak dicatat sebagai suatu keburukan. Namun, jika mereka benar-benar melakukannya, hanya dicatat satu keburukan saja. Jadikanlah itu umatku! Allah pun menjawab: Itu umatnya Ahmad. Ya Allah, aku mendapatkan di dalam Taurat suatu umat, mereka dianugerahi ilmu dunia dan ilmu akhirat, maka mereka mampu membunuh biang keladi kezaliman, Almasih ad-Dajjal, jadikanlah itu umatku! Allah pun menjawab: itu umatnya Ahmad. Ya Allah, kalau begitu jadikanlah aku umatnya Ahmad, sehingga aku mempunyai dua kelebihan! Allah pun berkata: Ya Musa, aku telah memilihmu dari kebanyakan manusia melalui risalahku dan kau dapat berbicara denganku, maka cukuplah dengan apa yang telah aku anugerahkan kepadamu dan jadilah orang yang selalu bersyukur! Musa menjawab: (kalau begitu) aku ridho ya Allah atas karunia-Mu Allah!
Ibnu Abbas berkata, bahwa Allah Swt telah mewahyukan kepada sebagian para nabi dari Bani Israil, dengan mengatakan: aku sungguh marah kepada kalian karena kalian menyepelekan urusan agama, aku bersumpah untuk tidak mengutus lagi kepada kalian Ruhul Qudus, sampai aku mengutus seorang nabi dari tanah Arab yang disampaikan oleh Ruhul Qudus.
Ka’ab pernah berkata: “Dulu ayahku termasuk orang yang sangat tau dengan apa yang telah Allah turunkan kepada Musa. Dia enggak pernah menyembunyikan informasi apapun dari apa-apa yang telah dia ketahui. Namun ketika dia mau meninggal dunia, dia memanggilku dan berkata: “Anakku, sebagaimana kamu tau, ayah enggak pernah menyembunyikanmu sesuatu pun dari apa yang telah ayah ketahui, hanya saja ayah menyembunyikan dua lembar kertas, di situ ada informasi tentang kebangkitan seorang nabi dan waktunya sudah datang, ayah enggan untuk memberitahukannya kepadamu, karena ayah khawatir kamu akan membenarkan ucapan para pendusta. Ayah taruh dua lembar kertas itu di pentilasi angin yang kamu lihat itu, Ayah tutupi dua kertas itu dengan flooran dari tanah liat agar tersembunyi, dan kamu enggak dapat melihatnya. Sesungguhnya Allah jika menghendaki kebaikan pada dirimu, kamu akan mengikuti nabi itu.
Setelah itu ayahku meninggal dunia. Aku menjadi sangat penasaran,untuk segera membuka pentilasi angin itu. Setelah aku bongkar dan aku keluarkan apa yang ada di dalam pentilasi tersebut, nampak tulisan: Muhammad Rasulullah, penutup para nabi, dan tidak ada nabi lagi setelahnya. Kelahirannya di Makkah, tempat hirahnya di Taibah (Yatsrib). Dia tidak kasar, tidak keras hati, tidak pernah membuat kerusuhan di pasar dan selalu membalas penganiayaan yang menimpa dirinya dengan kebaikan. Sifatnya pemaaf, pemberi salam kepada umatnya yang terpuji yang selalu memuji Allah dalam setiap kondisi dan membasahi lidah mereka dengan takbir. Nabi umat itu selalu lepas dari setiap ancaman. Mereka menjaga kemaluan, saling tolong-menolong di antara mereka, kitab sucinya mereka hafal di luar kepala. Kasih sayang di antara mereka seperti kasih sayang saudara dalam sebuah keluarga. Mereka adalah umat yang pertama kali akan masuk surga pada hari kiamat, ketimbang umat selainnya.
Jauh setelah kejadian itu, aku mendengar berita, bahwa ada seorang nabi Saw telah keluar dari Makkah. Seketika itu juga aku mencari kebenaran berita tersebut, namun berita yang kudapati, nabi itu telah menngal dunia dan ada khalifah yang mengantikan setelahnya. Tentara-tentaranya akhirnya sampai juga mendatangiku, aku pun berkata: aku tidak akan memeluk agama kalian sebelum aku mempelajari sejarah dan seluk beluk tentang kalian. Aku masih saja mempelajari dan mempelajarai akan kebenaran agama itu, sampai datang kepada kami para utusan dari khalifah Umar bin Khattab, ketika aku melihat sifat mereka dalam hal menepati janji dan apa yang Allah anugerahkan bagi mereka, aku baru menyadari bahwa merekalah orang yang sebenarnya aku tunggu-tungu. Demi Allah, ketika suatu malam aku sempat mendengar seorang muslim membaca ayat Al-Quran:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ آمِنُوا بِمَا نَزَّلْنَا مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَطْمِسَ وُجُوهًا فَنَرُدَّهَا عَلَى أَدْبَارِهَا أَوْ نَلْعَنَهُمْ كَمَا لَعَنَّا أَصْحَابَ السَّبْتِ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولًا (النساء: 47)
''Wahai orang-orang yang telah diberi Kitab! Berimanlah kamu kepada apa yang telah Kami turunkan (Al Quran) yang membenarkan kitab yang ada pada kamu[1], sebelum Kami mengubah wajah-wajah(mu), lalu Kami putar ke belakang[2] atau Kami laknat mereka[3] sebagaimana Kami telah melaknat orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari Sabat (Sabtu)[4]. Dan ketetapan Allah pasti berlaku''
Aku terperanjat dan merasa khawatir aku akan termasuk orang yang merugi dan wajahnya dijadikan….. Setelah kejadian malam itu, pada pagi harinya, aku, aku langsung menemui orang-orang Islam untuk menyatakan keislamanku.[19]
Dari Malik bin Sinan Alkhudri berkata: aku pernah mendengar ayahku berkata: suatu hari aku datang ke Bani abdi asyhal untuk berbincang-bincang, di sana aku sempat ngobrol dengan pembesar Yahudi, lalu dia berkata: Telah datang saat keluarnya seorang nabi bernama Ahmad, berasal dari daerah Haram. Di antara kaumnya ada yang bertanya: bagaimana sifatnya, pembesar Yahudi itu menjawab: seorang lelaki yang memiliki fostur tubuh tidak tinggi dan tidak pendek, matanya putih bening agak kemerahan, punya kebiasaan memakai Syamlah (penutup kepala), Dia menunggang Unta, terkadang Keledai, pedangnya diletakan di pundaknya, daerah ini (Yatsrib) adalah tempat hijrahnya. Setelah obrolan semacam itu, aku bergegas balik ke kaumku Bani khudrah mengatakan kepada mereka, kalau pembesar Yahudi berkata semacam itu. Salah seorang dari kami bertanya? Cuma dia yang bilang begitu? Aku menjawab: Bukan cuma dia, bahkan seluruh Yahudi di Yatsrib ini bilang begitu. Lalu aku mengunjungi Bani Kuraizah, aku menjumpai mereka menyebut-nyebut nama dan sifat nabi yang sama. Zubair bin Bâthâ pun berkata: Planet Merah telah timbul di langit sana, itu pertanda datangnya seorang nabi akhir zaman, penutup para nabi yang bernama Ahmad dan hijrahnya tempat kita ini.[20]
Namun tidak semua orang Yahudi, punya sikap gentleman kaya begini. Enggak sedikit –bahkan rata-rata—mengingkarinya, dengan alasan, bahwa nabi yang ditunggu-tunggu belum datang, atau nabi akhir zaman bukan nabi Muhammad Saw.
Hadirin sekalian, sikap seperti ini bagi kaum Yahudi adalah biasa. Jangankan cuma mengingkari, menolak atau menyakiti, bahkan membunuh adalah perbuatan yang tidak asing bagi mereka?! Sejarah merekam umat yang satu ini sebagai umat yang paling gemar membunuh para nabi. Bayangin nabi saja dibunuh?! Sebagaimana firman Allah Swt:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُوا بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا نُؤْمِنُ بِمَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا وَيَكْفُرُونَ بِمَا وَرَاءَهُ وَهُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَهُمْ قُلْ فَلِمَ تَقْتُلُونَ أَنْبِيَاءَ اللَّهِ مِنْ قَبْلُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (البقرة: 91)
Jika dikatakan kepada mereka
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ(آل عمران: 112)
روي ابن عساكر عن كعب – رحمه الله تعالي – قال: كان إسلام أبي بكر الصديق – رضي الله تعالي عنه – سببه وحي من السماء, وذلك أنه كان تاجرا بالشام فرأي رؤيا فقصها علي بحيري الراهب فقال له: من أين أنت؟ قال: من مكة. قال: من أيها؟ قال: من قريش. قال: فأي شيء أنت؟ قال: تاجر. قال: صدق الله تعالي رؤياك، فإنه يبعث نبي من قومك تكون وزيره في حياته وخليفته بعد موته. فأسره أبو بكر حتي بعث النبي – صلي الله ععليه وسلم – فقال: يا محمد ما الدليل علي ما تدعي؟ قال: الرؤيا التي رأيت بالشام. فعانقه وقبل بين عينيه وقال: أشهد أنك رسول الله.
"Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Ka’ab rahimahullahu ta’ala, Kaab berkata: Di antara sebab mengapa Abu Bakar Ra dengan mudah memeluk agama Islam adalah karena ketika Abu Bakar sedang berdagang di kota Syam, dalam tidurnya dia pernah bermimpi suatu peristiwa. Karena ingin tau akan makna mimpimya ini, dia ceritakan perihal mimpinya ini kepada orang pintar, orang pintar ini seorang rahib (pendeta) Yahudi, bernama Buhaira. Setelah mendengar alur mimpinya itu, dengan penuh keheranan pendeta Buhaira bertanya: Dari mana anda? Abu Bakar menjawab: aku dari Makkah, Mekkah yang mana? Aku berasal dari suku Quraisy. Apa pekerjaan Anda? Aku pedagang. Lantas Buhaira berkata: Sungguh, Allah menjadikan mimpi anda penuh makna. Akan datang seorang nabi dari kaummu, kamu menjadi pendamping setianya, bahkan menjadi khalifah setellah wafatnya. Setelah kejadian itu, Abu bakar merahasiakan mimpinya sampai Nabi Muhammad Saw benar-benar diutus menjadi Rasulullah. "
Ketika Nabi Saw menyebarkan agama Islam secara sembunyi-sembunyi dan menyampaikan ajarannya kepada Abu Bakkar, dia berkata: “Wahai Muhammad, apa bukti kalau ajaran yang kau bawa adalah benar? Nabi menjawab: Sebuah mimpi yang pernah kau lihat, ketika kau sedang berada di kota Syam! Mendengar jawaban semaam itu, Abu Bakar terperanjat bercampur rasa haru, lalu memeluk nabi sambil berkata: Aku bersaksi bahwa kau benar-benar utusan Allah.[21]
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dan Baihaqi dari ‘Ufair bin Zur’ah bin Saif bin Dzi Yazan dari ayahnya, dia berkata: ketika Saif Dzi Yazan baru berkuasa di Habasyah, itu terjadi tepat 2 tahun setelah kelahiran nabi Muhammad Saw, datanglah utusan bangsa Arab dan para pembesarnya untuk mengucapkan selamat atas kepemimpinannya yang baik dan bijaksana. Utusan bangsa quraisy ini terdiri dari Abdul Muthalib bin Hasyim, Umayyah bin Abdi Syams, Abdullah bin Jud’an, Asad bin Abdul Uzza, Wahab bin Abdi Manaf, Qushai bin Abdiddâr, mereka masuk setelah memint izin terlebih dahulu sebelumnya. Raja Saif Zi Yazan mempersilahkan rombongan Abdul Muthallib. Setelah masuk, Abdul Muthallib memberikan isyarat untuk boleh berbiara. Sang raja melihat gelagat seperti itu berkata: Jika engkau termasuk orang yang sering berbicara di hadapan para raja dan pembesar kaum, akan aku izinkan kau berbicara! Lantas Abdul Muthallib membalas ucapannya: Sesungguhnya Allah azza wajalla telah menempatkan engkau wahai Raja pada suatu tempat yang sangat tinggi dan agung. Dia telah menjadikan engkau bagai pohon yang begitu besar menjulang tinggi, akarnya kekar menghunjam ke tanah, dan daunnya rindang sebagai tempat benaungnya setiap orang. Engkau bagi kami adalah sebaik-baiknya raja yang baik dan bijaksana! Kami datang hanya untuk mengucapkan selamat, bukan untuk membuat kekacauan!
Raja Saif bin Dzi Yazan berkata: Siapa Engkau yang barusan bicara? Abdul Muthallib menajwab: Hamba tuan, Abdul Muthallib bin Hâsyim? Bani Hasyim, anak saudara perempuan kami? Benar!, jawab Abdul Muthallib.
Sang Raja begitu mengetahui rombongan ini berasal dari bangsa Arab yang masih ada kaitan darah walaupun sangat jauh, yaitu keturunan Saudara perempuan para leluhurnya, menjamu dan melayani mereka dengan sebaik-bainya. Bahkan tidak boleh meninggalkan daerah Habsyah ini selama satu bulan.
Setelah selang satu bulan lamanya, sewaktu mereka hendak balik ke daerah jazirah Arab, dipanggil Abdul Muthallib. Abdul Muthallib bingung ada apa gerangan? Kok enggak biasanya sang raja memanggil saya, hanya seorang diri lagi. Raja Saif bin Dzi Yazan berkata: Wahai Abdul Muthallib aku ingin memberitahukanmu sebuah perkara maha penting yang kalau bukan karenamu kamu berasal dari sana aku tidak akan memberitahukan rahasia ini. Rahasia apa gerangan wahai raja? Raja memulai pembicaraannya: Dalam sebuah kitab yang selalu kami jaga dan simpan baik-baik, bahkan hanya kalangan kamilah yang membacanya, kami mendapatkan berita yang sangat agung namun berbahaya jika diketahui oleh kalangan tertentu, karena sebab dialah manusia menjadi mulia, baik bagi manusia secara keseluruhan maupun bagi kaummu seara khusus! Mendengar itu Abdul Muthallib tambah bingung. Sebuah rahasia yang maha agung? berbahaya? Sang raja meneruskan: Jika ada seorang bayi lahir kawasan Tihamah, di antara dua pundaknya ada syâmah (bulatan daging kecil) maka anak itu akan menjadi pemimpin besar dan memiliki banyak pengikut hingga akhir zaman! Tuanku, karena anak itu berasal dari daerah kami sebagaimana yang tuan tuturkan barusan, kami merasa gembira. Lalu sang raja melanjutkan: Saat kedatangannya telah tiba, bahkan sudah dilahirkan, namanya Muhammad, ayah dan ibunya meninggal, yang menanggungnya kakek dan pamannya. Dia dilahirkan begitu jelas bagai permata, penuh kejujuran, selalu lolos dari kejaran musuh, para sahabatnya menjadi mulia, sedangkan para penghalangnya menjadi hina dina. Mereka menjadi contoh bagi sekalian manusia, menyembah Yang Maha Pengasih, menghapuskan penyembahan setan, api dan berhala. Orangnya bijaksana, ucapannya jelas dan keputusannya adil. Menyuruh berbuat baik dibarengi dengan sikap nyatanya, dan mencegah kemunkaran dan membuktikannya.
Mendengar penuturan semacam itu, abdul Muthallib berkata: Semoga umur, kerajaan dan keagunganmu tetap berjaya wahai tuanku. Entah mengapa aku teringat sesuatu. Setelah berkata seperti itu, abdul Muthallib bersujud, mengucapkan puji dan syukur kepada Allah. Melihat gejala semacam ini sang raja bertanya: Angkat kepalamu wahai abdul Muthallib, apa sebenarnya yang telah terjadi? Apakah kamu merasakan sesuatu? Abdul muthallib menjawab: benar tuanku! Aku mempunyai seorang anak, aku begitu mengagumi dan mencintainya. Aku pun telah menikahkannya dengan seorang perawan terhormat di antara kaumnya, Aminah Binti Wahab bin Abdi Manaf Bin Zuhrah. Aminah melahirkan seorang anak lelaki yang kuberi nama “Muhammad”. Ayah dan Ibunya telah meninggal dunia, kini aku dan pamannyalah yang senantiasa menjaga dan merawatnya.
Mendengar penuturan semacam ini, Saif bin Dzi Yazan berkata: Sungguh apa yang barusan kau katakan, sama dengan yang aku katakan. Jika itu benar, maka jaga dan rawatlah anak itu dengan baik. Hindari dari orang-orang Yahudi, karena mereka adalah musuhnya, tapi Allah tidak akan memberi jalan bagi mereka. Dan ingat, jangan kau ceritakan hal ini kepada kaum yang datang bersamamu. Aku tidak merasa aman dengan mereka. Karena kalau mereka tau, akan terjadi persaingan memperebutkan kekuasaan, saling sikut dan saling tarik. Kalau saja aku masih hidup ketika dia dibangkitkan menjadi seorang rasul kelak, aku akan menemuinya dengan berjalan kaki atau menunggang kuda, walau pun sampai ke Yatsrib rumah kekuasaannya sekalipun. Sungguh telah aku dapatkan di dalam Kitab terdahulu, bahwa di Yatsriblah hukum tuhannya berlaku, orang-orang yang di sanalah para penolongnya, dan di sana kuburnya.
Setelah itu, Saif bin Dzi Yazan memanggil semuanya untuk acara jamuan terakhir bagi utusan Arab yang dipimpin oleh Abdul muthallib ini. Sang raja membekali setiap orang dengan 10 budak lelaki, 10 budak perempuan, dua lusin pakaian sutera, 10 Ratl emas (1 Ratl = 8 once), seratus onta, dan sebotol parfum ambar. Namun bagi Abdul Muthallib, raja Saif bin Dzi Yazan membekalinya dengan sepuluh kali lipat dari yang lainnya. Kemudian dia berpesan untuk terakhir kalinya kepada Abdul Muthallib, untuk memberitahukannya jika rasul yang ditunggu-tunggunya telah diutus.
Namun, raja Saif bin Dzi Yazan telah wafat sebelum nabi Muhammad diutus menjadi rasul. Semenjak itu, Abdul Muthallib sering berkata: Wahai kaum Quraisy, aku tidak iri dengan apa yang telah kalian raih, meskipun teramat banyak, karena itu semua akan binasa. Bahkan aku merasa bahagia dengan apa yang masih tersisa dariku yang akan aku tinggalkan, namun akan menjadi ingatan dan kebanggaan orang-orang setelahnya. Ketika ditanya: apa gerangan? Dia menjawab: kalian akan tahu sendiri apa yang telah aku katakan meski butuh waktu![22]
Imam Baihaqi, perawi hadis ini menambahkan: Hadis ini juga telah diriwayatkan dari Al kalaby dari Shalih dari Ibnu Abbas Ra.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar Siddik, Hisyam bin ‘Ash bersama seorang sahabat diutus untuk menyampaikan risalah Islam kepada raja Herkal, penguasa Romawi. Hisyam berkata: kami mengembara sampai ke kota Damaskus. Ketika kami hampir mendekati jantung kota, para penjaga melarang kami menunggang kuda, melainkan harus dengan berjalan kaki, kami pun menuruti peraturan yang ada. Di depan Istana raja, kami sampaikan maksud dan tujuan dari kedatangan kami, hingga akhirnya kami diperkenankan bertemu dengan raja Herkal. Ketika kami di suruh masuk, kami tertegun menyaksikan indahnya ruangan, sampai kami memandanginya untuk beberapa saat, raja dan para hulu balangnya pun heran melihat tingkah kami, sampai terucap di mulut kami kalimat: “Lâ ilâha illallâh”, wallâhu akbar”. Bersamaan dengan kata-kata kami, ruangan itu begetar kencang seakan tertiup angin. Raja romawi beserta para punggawa heran, sang raja berkata: Mengapa kalian tidak menyampaikan salam hormat kepada kami terlebih dahulu dengan salam yang berlaku pada kalian? Kami menjawab: Bukan kami tidak mau memberi salam, tapi karena salam kami tidak diperkenankan diucapkan untuk kalian, demikian juga salam kalian tidak diperkenankan untuk kami. Memangnya seperti apa salam kalian? Kami menjawab: dengan ucapan “Assalâmu alaikum”, lalu dengan kalimat apa raja kalian bersalam. Kami menjawab: sama, enggak ada beda. Menjawab salamnya? Memnjawabnya, ya begitu juga! Terus apa ucapan kalian yang paling agung? Kami menjawab: “Lâ ilâha illallah wallâhu akbar”! ketika kami berkata “Lâ ilâha illallah wallâhu akbar”, ruangan kembali bergetar kencang, hingga sang raja bengong, heran. Kok ruangan bergetar ada apa? Lalu bertanya: kalimat yang barusan kalian ucapkan membuat bergetar ruangan ini, apakah di rumah-rumah kalian begini juga? Lantas kami menjawab: tidak, bahkan ini hanya kami jumpai pada kalian?!
Kemudian raja Herkal menanyakan maksud dan tujuan kami datang kepadanya. Lalu kami jelaskan, bahwa kami datang dari negeri Haram, untuk tujuan memperkenalkan agama Islam. Tau kami datang dari negeri yang cukup jauh, mereka meminta kami untuk menginap selama tiga hari. Hari keempatnya kami diajak untuk mengunjungi sebuah gedung besar segi empat, di dalamnya ada rumah-rumah kecil. Sang raja membuka pintu rumah kecil itu, yang mirip gudang, lalu mengeluarkan sebuah pintalan sutera hitam dan membentangkannya. Seketika itu juga nampak gambar seorang laki-laki berkulit kemerahan, bermata lebar, berbadan tinggi besar, kami belum pernah melihat leher sepanjang itu, tidak berjenggot, rambutnya sangat lebat dan ada jambulnya, jambul paling indah yang Allah ciptakan. Herkal bertanya: kalian mengenal orang ini? Tidak! Jawab kami. Ini Adam As, kata herkal Kemudian dia membuka pintu gudang yang lain, lalu mengeluarkan sebuah pintalan sutera hitam dan membentangkannya, seketika itu juga nampak seorang laki-laki berkulit putih, berambut keriting, kedua matanya agak merah, perawakannya besar, dan jenggotnya indah. Herkal bertanya: kalian mengenal orang ini? Tidak! Jawab kami. Ini Nuh As, kata Herkal. Kemudian dia membuka pintu gudang yang lain, lalu mengeluarkan sebuah pintalan sutera hitam dan membentangkannya, seketika itu juga nampak gambar seorang lelaki berkulit sangat putih, kedua matanya indah, keningnya lebar, pipinya agak panjang, jenggotnya putih, air mukanya ajer seakan dia sedang senyum. Herkal bertanya: kalian mengenal orang ini? Tidak! Jawab kami. Ini Ibrahim As, kata Herkal. Kemudian dia membuka pintu gudang yang lain, lalu mengeluarkan sebuah pintalan sutera hitam dan membentangkannya, seketika itu juga nampak gambar seorang lelaki berkulit putih, dan seketika itu juga kami terperanjat, karena kami sangat mengenal sosok orang tersebut. Herkal bertanya: kalian kenal orang ini? Ya, jawab kami. Herkal melanjutkan, Ini adalah Muhammad Saw, utusan Allah. Kami berdua sangat terharu melihat adanya gambar itu, sampai tak terasa tetasa air mata membasahi pipi kami. Herkal hampir tak percaya melihat reaksi semacam ini, hingga ia yang tadinya berdiri akhirnya duduk, karena saking herannya. Lalu bertanya kembali: benar kalian mengenalnya? Ya, itu Muhammad Saw! Kemudian herkal diam, lalu tiba-tiba berbicara:
Dia melanjutkan, di sana masih ada beberapa gudang lain paling akhir, tetapi sengaja aku segerakan kepada kalian, agar aku tau, apakah kalian mengenalnya atau tidak? Kemudian dia membuka pintu gudang yang lain, lalu mengeluarkan sebuah pintalan sutera hitam dan membentangkannya, seketika itu juga nampak gambar seorang lelaki berkulit gelap, berambut keriting, kedua matanya cekung, sorot matanya tajam, cengkeraman giginya kuat, bibirnya agak tercibir seakan-akan dia sedang marah. Herkal bertanya: kalian mengenal orang ini? Tidak! Jawab kami. Ini Musa anak Imran. Di samping nabi Musa ada seorang lelaki menyerupainya, hanya saja rambutnya kelihatan agak berminyak, keningnya luas, di kedua matanya nampak urat. Herkal bertanya: kalian mengenal orang ini? Tidak! Jawab kami. Ini Harun. Kemudian dia membuka pintu gudang yang lain, lalu mengeluarkan sebuah pintalan sutera putih dan membentangkannya, seketika itu juga nampak gambar seorang lelaki berkulit cokelat, berbadan tegap, berdiri seakan sedang marah. Herkal bertanya: kalian mengenal orang ini? Tidak! Jawab kami. Ini Lut. Kemudian dia membuka pintu gudang yang lain, lalu mengeluarkan sebuah pintalan sutera dan membentangkannya, seketika itu juga nampak gambar seorang lelaki berkulit cerah kemerahan, berhidung bangau, pipinya kecil, wajahnya tampan. Herkal bertanya: kalian mengenal orang ini? Tidak! Jawab kami. Ini Ishak. Kemudian dia membuka pintu gudang yang lain, lalu mengeluarkan sebuah pintalan sutera putih dan membentangkannya, seketika itu juga nampak gambar seorang lelaki mirip Ishak, hanya saja di atas kedua bibirnya tidak berkumis. Herkal bertanya: kalian mengenal orang ini? Tidak! Jawab kami. Ini Ya’kub. Kemudian dia membuka pintu gudang yang lain, lalu mengeluarkan sebuah pintalan sutera hitam dan membentangkannya, seketika itu juga nampak gambar seorang lelaki berkulit putih, berwajah tampan, berhidung bangau, berfostur tinggi tegap, wajahnya putih bersinar agak kemerahan, nampak khusyu dan teduh. Herkal bertanya: kalian mengenal orang ini? Tidak! Jawab kami. Ini Ismail, buyutnya nabi kalian. Kemudian dia membuka pintu gudang yang lain, lalu mengeluarkan sebuah pintalan sutera putih dan membentangkannya, seketika itu juga nampak gambar seorang lelaki, seakan-akan gambar nabi Adam As, wajahnya bersinar bagai matahari. Herkal bertanya: kalian mengenal orang ini? Tidak! Jawab kami. Ini Yusuf. Kemudian dia membuka pintu gudang yang lain, lalu mengeluarkan sebuah pintalan sutera putih dan membentangkannya, seketika itu juga nampak gambar seorang lelaki berkulit kemerahan, betis kakinya besar, matanya sendu, perutnya besar, berbadan tegap menyangkil pedang. Herkal bertanya: kalian mengenal orang ini? Tidak! Jawab kami. Ini Daud. Kemudian dia membuka pintu gudang yang lain, lalu mengeluarkan sebuah pintalan sutera putih dan membentangkannya, seketika itu juga nampak gambar seorang lelaki muttakhimulaliyatain, kakinya panjang, sedang menungang kuda. Herkal bertanya: kalian mengenal orang ini? Tidak! Jawab kami. Ini Sulaiman As. Kemudian dia membuka pintu gudang yang lain, lalu mengeluarkan sebuah pintalan sutera hitam dan membentangkannya, seketika itu juga nampak gambar seorang lelaki muda berkulit putih, warna jenggotnya sangat hitam, rambutnya lebat, berwajah tampan. Herkal bertanya: kalian mengenal orang ini? Tidak! Jawab kami. Ini Isa anak Maryam.
Setelah selesai semuanya, dari penunjukan lukisan para nabi itu, kami balik bertanya, dari mana Anda mendapatkan lukisan-lukisan semacam ini? Lukisan ini sanat mengagumkan dan sepertinya benar semua. Mengapa kami katakan benar? Karena kami melihat lukisan nabi kami sama seperti aslinya. Lalu Herkal menjawab: Ceritanya dulu begini, Nabi Adam As pernah meminta tuhannya untuk memperlihatkan kepada dirinya para nabi-nabi dari anak-cucunya yang akan datang. Lalu diturunkanlah kepadanya lukisan-lukisan mereka ini. Dulu, lukisan-lukisan ini berasal dari lemari Adam di Maghrib As-syams (daerah terbenamnya matahari), lalu dikeluarkan oleh Dzul Qarnain, setelah itu diserahkan kepada Nabi Daniyal.
Kemudian dia berkata: Demi Allah, gara-gara pertemuan ini, saya jadi sangat rindu untuk lepas dari singgasana ini, agar saya dapat menjadi seorang yang bersyukur kepada kalian, sampai maut menjemputku. Ketika kami balik ke Makkah, raja Herkal membekali kami dengan perbekalan yang cukup.
Ketika kami menemui Abu Bakar dan menceritakan kejadian yang telah kami alami, dia sangat haru dan menangis, sambil berkata: Sungguh kasihan raja itu, namun jika Allah menghendaki kebaikan, tidak ada yang dapat mencegahnya. Lalu Abu bakar Ra berkata: “Aku pernah diberitahu oleh Rasulullah Saw, bahwa orang-orang Yahudi mendapati sifat-sifat tentang dirinyanya pada dokumen mereka sendiri.[23]
[1] Dalam Hadis lain yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dikatakan: “Seseorang tidak dianggap beriman, sampai aku menjadi orang yang paling ia cintai, melebihi cintanya kepada orangtuanya, anaknya dan sekalian manusia. Lihat kitab: Iman, bab: Hubbu-rrasûl min al-îmân (Bukhari) dan bab: Wujûb mahabbati-rrasûl aktsar min al-ahli wal-waladi wal-waalid (Muslim).
[2] Dalail An-Nubuwwah juz1, hal. 97.
[3] Tidak ditemukan dalam Shahih Bukhari, barangkali dalam bukunya yang lain. Namun demikian ditemukan di Musnad Imam Ahmad juz 1hal. 89, 96, 101. Imam Tirmidzi juga telah meriwayatkannya dari Imam Bukhari,lihat Syarh Asy Syamâ`il juz 1 hal 19.
[4] Dalail An Nubuwwah juz 1 hal. 161.
[5] Syarh Syamail At Tirmidzi juz 1, hal. 161.
[6] Musnad Ahmad juz 1 hal. 89.
[7] Al Wafa Bi ahwalil Musthafa libni Aj Jauzi, hal 389.
[8] Tahdzîb ibnu ‘Asâkir juz 1 hal. 319.
[9] Al-Khashâis Al-Kubrâ juz 1 halaman 9. Sîrah Ibnu Katsîr Juz 1 hal. 319 pada bagian Dalâ`il An-Nubuwwah, Ibnu Katsir meriwayatkannya dari Abu Na’im dengan sanad hadits yang sampai kepada Rasulullah Saw. Imam Ghazali mengatakan: “Maksud dari kata penciptaan di sini adalah takdirnya bukan wujudnya, karena sebelum Muhammad Saw dilahirkan tidak bisa dikatakan ia sudah ada. Namun demikian, saya mengakui keagungan dan kesempurnaan Muhammad memang telah ada sebelumnya”. Tetapi pendapat Ghazali yang menapikan ini disanggah oleh Imam As-Syabaki pada bab 3.
[10] Syarh Asy Syamâ`il juz 1/44.
[11] Shahih Bukhari, Kitab al Manâqib. Shahis Muslim Kitab Al Fadhâ`il (Keutamaan-keutamaan), hadis no. 91, 92.
[12] Tasnim adalah Minuman ahli surga yang paling tinggi.
[13] Al-wafâ bi ahwâl al-musthafâ, Ibnu Jauzi, juz 1 hal. 34, Cairo 1386 H. Syaraf Al-Mushthafâ, Abu Said Abdurrahman An-Nîsâbûri 307 H. Kisah ini bersumber dari Hadits, yang diriwayatkan oleh Ka’ab Al-Ahbâr.
[14] Hadis yang bersumber dari Ibnu Abbas ini telah diriwayatkan oleh Imam Hakim dan telah ditashih kedudukan hadis ini olehnya. Sebagaimana telah disinyalir juga oleh Abu Syaikh dalam kitab Tabaqât al asbahâniyyin, dan dipertegas oleh As-sabaky dalam kitab Syfâ as-Saqâm, maupun Al-Bulqîni dalam Fatawanya.
[15] HR. Ad Dailami dalam kitab Musnadnya.
[16] Azhâr Ar-Riyâd juz 2, halaman 356 dan 347..
[17] Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Tarikhnya, Imam Ahmad dan Hakim membenarkannya. Al-Wafâ juz 1 hal.33. Musnad Ahmad juz 5 hal. 95.
[18] Al Khasâis Al Kubra, juz 1 halaman 42. Imam Ahmad pun mengatakan, “telah diriwayatkan hadis seperti juga ini oleh Baihaqi dari Anas dan Ibnu Mas’ud.
[19] Thabaqat ibnu sa’ad juz 1 halaman 107. Al Khasais Al Kubra juz 1 halaman 36.
[20] Dalail An-Nubuwwah hal 40.Al-Wafa juz 1 halaman 42, dan Al-Khasais juz 1 halaman 65.
[21] Dala`il An-Nubuwwah halaman 40. Al Wafâ juz 1 halaman 42, Al-Khasâis, juz 1 halaman 65.
[22] Khabar Saif bin Dzi Yazan fi Al Iktifâ juz 1 hal. 178. Dalail An Nubuwwah karangan Abu Na’im hal. 56. Al Wafâ juz 1 hal. 122, Syirah Ibnu Katsir juz 1 hal. 334. Alkhasâis juz 1 hal. 202.
[23] Dalail An-Nubuwwah hal. 18. Al-Khasâ`is al-Kubrâ juz 2 hal. 127.