Mengapa Kita Harus Berusaha Sementara Allah Telah Menetapkan Takdir Pada Tiap-Tiap Hambanya


"...Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih". (Qs. Saba: 13).

Mungkin kita pernah berkata atau mendengar perkataan berikut ini: "Mengapa harus bekerja, toh Allah sudah tentukan rezeki kita. Kalau emang ditakdirin kaya, kita tiduran di rumah aja bakal kaya kok".

Duh, ini cara pandang yang keliru. Cobalah baca kalimat berikut ini perlahan: "Yang datang belakangan tidak akan menjadi sebab bagi yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Apa yang telah ditetapkan pada zaman azali: jodoh, usia dan rezeki sebelum adanya permintaan dan amalan, jadi tdk akan diubah dengan permintaan dan amalan". Silahkan dibaca ulang perlahan sekali atau dua kali lagi.

Jika demikian, mengapa kita harus bekerja untuk mencari rezeki? Saya kira, pertanyaan semcam ini memiliki substansi yang sama ketika Rasul saw ditanya oleh sang istri ra: "Wahai Rasulullah SAW, mengapa engkau beribadah seperti ini (hingga kaki beliau bengkak).? Bukankah Allah sudah menjamin engkau akan masuk surga?". Lihatlah apa jawaban baginda Rasulullah SAW: "Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur?". Cara pandang ini adalah cara pandang yang derajatnya paling tinggi: syukur.
https://aang-zaeni.blogspot.com/2018/04/mengapa-kita-harus-berusaha-sementara.html

Untuk mempertebal, saya kutip lagi QS. Saba ayat 13: "...Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih..".

Setidaknya ada 3 cara pandang (perspektif) dalam beribadah atau bekerja sebagaimana dalam syarah hadits arbai'in annawawi :
  1. Syukur
  2. Harap
  3. Takut
Kita terjemahin satu-satu ya :)

Pertama, Syukur.

Allah SWT sudah beri kita beragam nikmat, maka kita bersyukur dengan cara shalat dan beribadah kepadanya. Allah SWT sudah beri kita potensi untuk bekerja da menghasilkan karya yang bermanfaat, Allah SWT kasih kita akal, tangan, kaki, dan banyak lagi, karena itu kita bersyukur dengan cara menggunakan semua pemberian tersebut untuk berkarya, bekerja dan kebermanfaatan.

Kedua, Harap.

Allah SWT sudah menjanjikan surga bagi orang yang beramal shalih. Maka sebagian orang shalat dan beribadah lainnya karena berharap kelak di akhirat dimasukkan ke dalam surga. Allah SWT kasih kita potensi dan kemampuan untuk bekerja dan berkarya. Dan kita pun bekerja dan berusaha karena kita berharap kita dapat keuntungan dari usaha tersebut.

Ketiga, Takut.

Allah SWT telah menjanjikan kita neraka jika tidak taat. Maka kita pun beribadah karena takut kelak diakhirat dimasukkan ke dalam neraka. Allah SWT beri kita potensi. Tapi karena takut miskin, kita menggunakan potensi tersebut untuk bekerja dan berkarya. Lalu, pertanyaan berikutnya adalah: "Jika amalan kita tidak menjadi sebab atas apa yang Allah SWT tetapkan pada zaman azali terdahulu, mengapa Allah SWT menyuruh kita beramal dan mengapa Allah SWT katakan bahwa setiap amalan ada balasannya?". Baik, kita coba jawab pelan-pelan ya.

Didalam Al-quran banyak sekali ayat yang menyandingkan kata "amal shalih" dengan "surga" dan "maksiat" dengan "neraka". Mengapa demikian? Ini menunjukkan amalan memiliki hubungan yang sangat dekat dengan ketetapan Allah SWT. Amal shalih sangat dekat dengan surga, maksiat sangat dekat dengan neraka? Tugas kita adalah memastikan diri setiap saat untuk dekat dengan surga dengan senantiasa beramal sholih.

Untuk mempertebal tulisan saya ini, ada 2 alasan mengapa kita harus bekerja meski Allah sudah membuat ketetapan sebelum kita bekerja:
  1. Untuk bersyukur atas semua yang Allah SWT beri untuk kita
  2. Memastikam diri selalu dekat dengan surga dengan cara senantiasa beramal sholih/bekerja dengan dan mengerjakan kebaikan.
Wallahua'lam.

Subscribe to receive free email updates: