Al Quran Menurut Orang Barat dan Menurut Bangsa Timur - AL-Quran merupakan kitab suci umat Islam yang diturunkan pada empat belas abad yang lalu kepada Nabi Muhammad SAW. Kitab suci umat Islam ini tidak hanya membahas persoalan agama yang meliputi fiqih dan muamalah, melainkan membahas segala persoalan di dunia yang meliputi sejarah, prediksi masa depan, ekonomi, sosial, politik, matematika, kimia, biologi, astronomi, dan berbagai ilmu lainnya.
Kitab Al-Quran tidak hanya dikaji oleh umat Islam saja, melainkan oleh berbagai agama dengan orientasi yang berbeda-beda. Al-Quran telah banyak memberi bukti tentang kebenaran prediksinya.
Tidak hanya itu, berbagai penemuan modern telah tertulis dalam Al-Quran sejak empat belas abad silam sebelum ditemukan teknologi-teknologi canggih yang membantu suatu penelitian. Dan hampir dapat dipastikan, sebagian besar penemuan tersebut diteliti oleh penduduk bumi belahan barat (Amerika dan Eropa).
Dari fakta ini, timbul sebuah pertanyaan, ke mana penduduk Islam belahan timur, terutama Indonesia yang populasi umat Islam terbesar di dunia.
Al-Quran dan bangsa timur
Selama ini, umat Islam di belahan timur, khususnya Indonesia sangat antusias dalam mempelajari Al-Quran. Hal ini dapat dilihat dengan maraknya kegiatan-kegiatan yang bernuansa qurani. Bahkan muncul gerakan-gerakan dan komunitas-komunitas yang mengajak untuk mempelajari Al-Quran seperti gerakan One Day One Juz, One Day One Ayah, Mengaji Ba’da Maghrib, Ayo Menghafal Al-Quran, dan gerakan-gerakan lainnya.
Gerakan semacam ini patut kita apresiasi dan kita dukung sepenuhnya, karena telah membawa perubahan bagi masyarakat yang pada mulanya jauh dari Al-Quran menjadi lebih dekat dengan Al-Quran. Namun, perlu diketahui juga, bahwa banyak di antara masyarakat Indonesia yang menganggap Al-Quran hanya sebatas kitab suci yang membahas persoalan agama saja. Bahkan, tidak sedikit yang menganggap Al-Quran sebagai sebuah lembaran sakti (jimat) yang mempunyai kekuatan ghaib untuk mengusir roh jahat.
Anggapan seperti ini terus berkembang di masyarakat sehingga banyak terjadi kekeliruan dalam memahami Al-Quran. Pada masyarakat tersebut, Al-Quran memang dibaca, tetapi tidak dipahami maknanya, didalami kandungannya, dan diamalkan pesannya. Sampai sekarang, tidak sedikit yang meyakini kalau ayat Al-Quran ditulis di kertas, kemudian dibakar dan abunya dicampur dengan air, lalu diminum, maka dapat menyembuhkan penyakit dan membuat seseorang menjadi pintar atau sakti.
Ada pula yang beranggapan kalau Al-Quran ditulis dengan tinta emas di selembar kertas, lalu kertas tersebut dibawa ke mana saja pergi, maka akan terhindar dari segala marabahaya, terhindar dari roh-roh jahat, akan mendatangkan banyak rezeki. Akibatnya, banyak orang malas membaca Al-Quran, mereka hanya membawa lembaran tulisan tersebut ke mana saja, termasuk ketika memasuki kamar mandi dengan alasan supaya tidak digoda oleh makhluk halus sebangsa jin.
Sementara di Eropa dan Amerika, Al-Quran tidak hanya dikaji mengenai fiqih dan muamalah saja. Berbagai penelitian ilmiah dikaitkan dengan Al-Quran, mulai dari kedokteran, matematika, kimia, astronomi, dan beragam riset lainnya.
Penelitian pun tidak hanya dilakukan oleh cendekiawan dan ilmuwan Muslim, melainkan juga oleh kalangan non-muslim dengan motif yang berbeda-beda. Ada yang penasaran dengan kebenaran Al-Quran, ada yang ingin mengambil manfaat dari keistimewaan Al-Quran walaupun tidak meyakini agama Islam. Ada pula yang ingin mencari kelemahan Islam, dan berbagai motif lainnya.
Salah satu penemuan yang sangat fenomenal adalah keseimbangan dan keajaiban angka dan kata dalam Al-Quran. Al-Quran yang tersusun atas 77.439 (tujuh puluh tujuh ribu empat ratus tiga puluh sembilan) kata mempunyai keseimbangan kata yang luar biasa.
Misalnya, kata al-hayah (hidup) dan al-maut (mati). Kata yang berlawanan tersebut sama-sama disebutkan sebanyak seratus enam puluh tujuh (167) kali.
Selain itu, kata yaum (hari) dalam bentuk tunggal disebutkan sebanyak tiga ratus enam puluh lima (365) kali. Hal ini menunjukkan jumlah hari dalam setahun.
Sedangkan kata hari yang menunjukkan plural (ayyam dan yaumaini) disebutkan sebanyak tiga puluh (30) kali. Jumlah ini sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain, kata syahr (bulan) hanya terdapat dua belas (12) kali, persis jumlah bulan dalam setahun.
Selain itu, dalam ilmu kimia, para cendekiawan barat juga menemukan sesuatu yang sangat berkesinambungan dengan Al-Quran. Besi dalam sistem periodik kimia dilambangkan dengan “Fe”. Sedangkan dalam Al-Quran terdapat sebuah surat yang mempunyai arti besi yaitu Surat Al-Hadid. Apabila diurut dari belakang, Surat Al-Hadid berada di posisi lima puluh delapan (58). Angka lima puluh delapan (58) merupakan salah satu dari isotop unsur besi dalam ilmu kimia. Kata “Allah” dalam surat tersebut disebutkan sebanyak tiga puluh dua (32) kali, dan angka tiga puluh dua (32) menunjukkan jumlah neutron dari isotop besi 58 atau 58Fe.
Dalam Surat Al-Baqarah ayat dua puluh sembilan (29) disebutkan, bahwa langit memiliki tujuh bagian. Ini sejalan dengan penelitian ilmuwan barat mengenai tujuh lapisan atmosfer di langit yang meliputi lapisan troposfer, stratosfer, ozonosfer, mesosfer, termosfer, ionosfer, dan eksosfer.
Dari semua penemuan tersebut, hampir semuanya diteliti oleh barat sehingga muncul pertanyaan besar, “Ke mana umat muslim timur, khususnya Indonesia yang penduduk muslimnya terbanyak di dunia?”
Sudah saatnya umat muslim timur sadar akan pentingnya ilmu-ilmu umum yang dasarnya sudah terdapat dalam Al-Quran. Tidak cukup hanya membaca dan mengkaji mengenai permasalahan fiqih saja, akan tetapi harus dikaji lebih dalam mengenai ayat-ayat yang berkaitan dengan alam sekitar.
Al-Quran adalah kitab suci umat Islam, tetapi yang lebih unggul dalam kajian alamnya malah barat. Padahal terdapat banyak tanda-tanda kebesaran Allah yang terdapat dalam Al-Quran mengenai alam sekitar.
Seorang ahli sastra dunia, Kasus Khalafullah pernah menulis dalam karyanya Al-fann al-qashsashi fi al-quran al-karim. Beliau menyatakan, bahwa Al-Quran merupakan lahan penelitian yang masih sangat terbuka bagi kaum muslimin. Tidak seperti saat ini yang hanya diteliti oleh para orientalis dengan motif-motif yang seringkali tidak objektif.
Al-Quran bukanlah buku sejarah yang hanya dibaca dan dihafal, melainkan harus dipelajari secara komprehensif. Apabila itu terealisasi, maka bukan tidak mungkin Islam akan kembali kepada kejayaan seperti pada masa pertengahan yang banyak melahirkan cendekiawan seperti Ibnu Sina (kedokteran), Ibnu Khaldun (ekonomi), Al-Khawarizmi (matematika), dan tokoh-tokoh besar lainnya.
Dengan begitu, tidak ada lagi celah bagi kaum orientalis untuk mencari kelemahan dan menjatuhkan Islam melalui kitab suci umat Islam sendiri. Wallahu a’lam bi al-showab.