Bilal bin Rabah, nama yang tidak akaan terpisah dari pembicaraan tentang iman. Ia pada mulanya hanyalah seorang budak belian yang hitam dari Etiopia dan sama sekali tidak tampan, sehingga tidak ada wanita yang tertarik kepadanya. Orang seperti Bilal rupanya tidak satu, dalam sejarah dapat kita ketahui, betapa para kafir Quraisy sangat tidak hormat pada kalangan budak seperti Bilal yang memang dipandang rendah pada waktu itu. Ketika Bilal berucap Syahadatain, ia memang menjadi lain. Ia yang dahulunya tidak pernah dibicarakan, kini menjadi bahan diskusi penting diistana kafir Quraisy. Selanjutnya, akibat dari ucapan tersebut, ia mengalami siksaan yang sangat pedih. Bilal memang tabah, karena dari ketabahan itu, ia ingin mencicipi manisnya iman
''Tsalaatsun man kunna fiihi wajada halaawatal iimaani anyakuunalloohu warasuuluhu ahabba ilaihi mimman siwaahumaa, wa-anyuhibbal mar-a laa yuhibbahu illaa lillaahi wa-anyakrohu anya'uuda ilalkufri ba'da an anqodzahulloohu minhu kamaa yakrohu anyuqdzafa finnaar''
Artinya: ''Tiga macam, siapa yang ada ketiga itu pada dirinya, ia akan merasakan manisnya iman: Pertama; apabila dia mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada yang lain. Kedua; dia mencintai seseorang yang tidak dicintainya melainkan karena Allah. Ketiga; Dia benci akan kembali lagi pada kekafiran sesudah dilepaskan Allah daripadanya sebagaimana bencinya kalau dilemparkan kedalam api neraka'' (HR.Bukhari dan Muslim)
Dari hadits diatas, ada tiga hal yang membuat manisnya iman antara lain :
- 1). Mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya pada yang lain
Manisnya iman memang tak dapat diucapkan dengan kata-kata atau didiskusikan, tapi cintailah Allah dan Rasul-Nya di atas segala-galanya. Tidak benar kalau ada syair-syair lagu (baca: lagu-lagu picisan) menyatakan: aku tercipta untukmu, aku lahir hanya untukmu, cintaku hanya untukmu, jiwa ragaku hanya untuk kaulah segalanya dan sekian untaian syair lainnya yang kesemuanya itu ditujukan untuk manusia, lagu-lagu semacam itu memang mengajak kita ke jalan kemusyrikan. Pada dasarnya apapun di dunia ini boleh saja kita cintai, tapi kecintaan itu tidak boleh melebihi kecintaan kita kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Dalam ayat yang kedua surat Al-Baqarah ayat 165 salah satu karakter seorang mukmin adalah amat sangat cintanya kepada Allah SWT. Oleh sebab itu Allah mengingatkan kita kedalam ayat lain :
''Katakanlah; Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kamu keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,perniagaan yang kamau hawatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan rasul-Nya dan dari berjihad dijalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.(9 ; 24)
- 2). Mencintai seseorang karena allah
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: ''Laa yu-minu ahadukum hattaa yuhibba li-akhiihi maa yuhibbu linafsihi'' Artinya: ''Tidak beriman seorang dari kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.'' (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits diatas jelaslah bahwa yang harus kita cintai adalah saudara kita. Yang dimaksud saudara disini adalah saudara yang diikat oleh suatu ikatan yang kokoh yaitu ikatan iman, karena Allah SWT berfirman: ''-Innamal mu-minuuna Ikhwatun'' Artinya: Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.'' (QS.49:10). Dengan demikian kita boleh mencintai orang lain karena orang itu dicintai Allah, kita cinta pada orang yang berjuang dijalan Allah, orang yang shalat. orang yang berinfak, orang yang sabar dan sebagainya karena orang-orang itu memang dicintai Allah SWT.
Oleh sebab itu kalau kita ingin merasakan manisnya iman, cintailah orang yang dicintai Allah, bukan mencintai orang lain karena orang tersebut disenangi banyak orang. Apabila kita mampu menempatkan cinta dan menyalurkannya sesuai yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya maka akan kokohlah orang-orang yang beriman seperti hadits Rasulullah SAW: ''-Almu-minu lilmu-mini kalbunyaani yasyuddu ba'dluhum ba'dlan''. Artinya: Orang mukmin terhadap orang mukmin lainnya itu, laksana suatu bangunan, sebagiannya memperkokoh bagian yang lain.'' (HR. Muslim)
Hadits tersebut menunjukan bahwa orang mukmin terhadap orang mukmin lain laksana bangunan yang kokoh, artinya orang mukmin harus saling tolong menolong satu dengan lainnya, bantu membantu dalam kebaikan, saling cinta mencintai karena Allah, sehingga terbentuk masyarakat muslim yang kuat dan kokoh dalam persatuan dan kesatuan seperti yang Nabi gambarkan dalam hadits diatas.
- 3). Membenci Kekufuran
Bagi orang yang beriman, perbuatannya selalu ia sesuaikan dengan kehendak Allah sebagaimana firman-Nya: ''Wamaa tasyaa-uuna Illaa anyasyaa-a allahu rabbul 'aalamiina, -Innallaaha kaana 'aliiman hakiiman'' Artinya: ''Dan kamu tidak menghendaki (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesunnguhnya Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.'' (QS 76 : 30)
Begitulah seterusnya iman, sehinggga tiap orang yang beriman amat takut kalau ia terjerumus ke lembah dosa. Karena itu hidup ini dijalani dengan hati-hati agar tidak jatuh ke dalam lembah nista. Akhirnya iman yang manis itu adalah iman yang mempunyai esensi dan esensi iman itu adalah Mengukuhkan apa-apa yang dikukuhkan Allah SWT dan Rasul-Nya dalam Al-Quran dan sunnah serta menolak apa-apa yang ditolak Allah dalam Al-Quran dan Sunnah. Oleh karena Rasulullah bersabda: ''Laa yu-minu ahadukum hattaa yakuuna hawaahu taba'an limaa ji-tu bih'' Artinya: Tidaklah beriman seseorang dari kamu sehingga kehendak hatinya patuh mengikuti apa yang telah aku bawa (syari'at islam . (HR. Hakim).
Nah.... lalu bagaimana dengan kita ?.....