A. Pendahuluan
Salah satu tujuan dari pendidikan adalah mampu menjadikan anak kritis baik dalam berpikir kritis menyelesaikan atau memecahkan permasalahan maupun kemampuan mengkomunikasikan atau menyampaikan pikirannya secara kritis. Kenyataannya pelaksanakan pembelajaran kurang mendorong pada suatu kemampuan berpikir kritis. Dua faktor penyebab berpikir kritis tidak berkembang selama pendidikan adalah kurikulum yang umumnya dirancang dengan target materi yang luas sehingga pendidik lebih terfokus pada penyelesaian materi dan kurangnya pemahaman pendidik tentang metode pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
Dalam perkembangan fase kehidupan manusia, Bowyer (1989) menjelaskan bahwa pada masa bayi infasi sudah dapat berfikir logis. Sedangkan Monnier (1981) menjelaskan bahwa bayi yang berusia sekitar satu tahun sudah mampu menggunakan kalkulus logis secara formal seperti anak usia remaja akhir. Artinya kemampuan berpikir sudah ada pada manusia sejak tahun pertama kehidupan.
Pendapat-pendapat di atas berimplikasi kepada proses pengajaran berpikir pada anak, bahwa mengajar anak berpikir bukanlah hal yang aneh, begitu pula dengan mengajar berpikir kritis. Jika bayi sudah dapat melakukan kegiatan berpikir logis, maka wajar jika anak-anak di usia sekolah dasar diajar berpikir kritis. Persoalannya adalah: bagaimana mengajarnya dan sejauh mana?....
Pada dasarnya sejak kanak-kanak manusia sudah memiliki kecenderungan dan kemampuan berpikir kritis. Sebagai makhluk rasional, manusia selalu terdorong untuk memikirkan hal-hal yang ada di sekelilingnya. Kecenderungan manusia memberi arti pada berbagai hal dan kejadian di sekitarnya merupakan indikasi dari kemampuan berpikirnya (Paul, 1994). Kecenderungan ini dapat kita temukan pada seorang anak kecil yang memandang berbagai benda di sekitarnya dengan penuh rasa ingin tahu. Perhatikan ia maka kita dapat memperoleh pemahaman tentang bagaimana anak berpikir dan memberi makna pada lingkungannya. Lihat bagaimana mereka menguji-coba segala sesuatu yang memancing rasa ingin tahunya lalu menarik kesimpulan dari hal-hal yang ditemuinya.
Dengan pemahaman terhadap kondisi kognitif anak dan kemampuan belajar mereka yang tinggi, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan untuk berpikir kritis hendaknya sudah diberikan pada anak sejak masih sangat muda, selain untuk mempersiapkan mereka di masa dewasa kelak, juga untuk membiasakan keterbukaan pada berbagai informasi sejak dini. Kurangnya pendidikan berpikir kritis dapat mengarahkan anak-anak kepada kebiasaan melakukan berbagai kegiatan tanpa mengetahui tujuan dan mengapa mereka melakukannya. Kebiasaannya ini sudah sering terlihat pada anak-anak yang kurang bahkan tidak mendapatkan pendidikan berpikir kritis.
B. Pengertian dan Ciri-Ciri Berpikir Kritis
Beberapa ahli mengungkapkan definisi berpikir kritis beragam tetapi ada beberapa komponen yang mengandung kesamaan. Krulik & Rudnick dalam Sumardyono dan Ashari S (2010:9) mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari situasi masalah. Termasuk di dalam berpikir kritis adalah mengelompokkan, mengorganisasikan, mengingat, dan menganalisis informasi. Sejalan dengan di atas, Norris dan Ennis dalam Alec Fisher dalam Sumardyono dan Ashari S (2010) menyatakan, berpikir kritis adalah berpikir yang beralasan dan reflektif yang fokus untuk memutuskan apa yang dapat dipercaya dan apa yang tidak dapat dipercaya.
Lebih lanjut Sumardyono dan Ashari S mendeskripsikan bahwa berpikir kritis memerlukan kemampuan membaca, memahami, dan mengidentifikasi masalah serta kemampuan mengklasifikasi dan membandingkan, sehingga dapat menggambarkan kesimpulan dengan lebih baik dari yang diberikan, serta dapat menentukan ketidakonsistenan dan kontradiksi dari informasi tersebut. Tidak semua informasi yang diterima dapat dijadikan pengetahuan yang diyakini kebenarannya untuk dijadikan panduan dalam tindakan. Demikian halnya dengan informasi yang dihasilkan, tidak selalu informasi yang benar. Keputusan atau kesimpulan yang dilakukan dengan berpikir kritis merupakan informasi terbaik setelah melalui pengkajian dari berbagai sumber informasi, termasuk mengkaji kesimpulan yang dihasilkan dengan memberikan bukti-bukti pendukung.
Berpikir kritis menurut Gega dalam Sumardyono dan Ashari S (2010:9) adalah berpikir yang menggunakan bukti-bukti untuk mengukur kebenaran kesimpulan, serta dapat menunjukkan pendapat yang terkadang kontradiktif, bahkan mau mengubah pendapatnya jika ternyata ada bukti lebih kuat yang bertentangan dengan pendapatnya. Ada dua langkah berpikir kritis, yaitu; melakukan proses penawaran yang diikuti dengan pengambilan keputusan atau pemecahan masalah.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah kegiatan berpikir yang mendalam, komprehensif, argumentatif, logis, dan evaluatif.
Ciri Orang Berpikir Kritis
Ciri orang berpikir kritis menurut Raymon S. Nickerson dalam Didin dalam Sumardyono dan Ashari S (2010:10) adalah sebagai berikut.
- Menggunakan bukti yang kuat dan tidak memihak;
- dapat mengungkapkan secara ringkas dan masuk akal;
- dapat membedakan secara logis antara simpulan yang valid dan tidak valid;
- menggunakan penilaian, bila tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung sebuah keputusan;
- mampu mengantisipasi kemungkinan konsekkuensi dari suatu tindakan;
- dapat mencari kesamaan dan analogi (kemiripan);
- dapat belajar secara mandiri;
- menerapkan teknik pemecahan masalah (problem solving);
- menyadari fakta bahwa pemahaman seseorang selalu terbatas;
- mengakui kekurangan terhadap pendapatnya sendiri.
D. Kegiatan-Kegiatan Pembelajaran untuk Menunjang Anak Berfikir Kritis
Bagaimana kita mengajarkan berpikir kritis kepada anak. Di sini akan dipaparkan secara umum sebagian metode dan fasilitasi yang diharapkan dapat merangsang anak belajar berpikir kritis sesuai dengan usia perkembangannya.
Untuk merangsang anak berpikir kritis, ada beberapa metode yang bisa diterapkan, di antara metode-metode tersebut adalah:
1. Belajar dari Observasi
Untuk membangkitkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dapat melibatkan berbagai aspek kegiatan: seni bahasa, matematika, ilmu pengetahuan dan ilmu sosial. Anak dapat mulai diajarkan keterampilan observasi dasar seperti mengamati kelompok untuk mencari tahu apa yang membuat kelompok terbentuk. Lewat pengamatan anak juga dapat diajak untuk memahami apa itu bunyi, udara, air, cahaya, suhu, tanah, serta berbagai kayu dan logam. Dalam melakukan observasi anak dapat diperlengkapi dengan alat bantu seperti kaca pembesar, alat pengukur suhu dan sebagainya. Mereka dapat diberi tugas yang derajat kesulitannya bervariasi dari mulai mencocokkan nama yang terdapat dalam daftar dengan stimulus tertentu (teman, bunyi, cahaya dan lain-lain) yang ditampilkan oleh guru sampai ke menjelaskan karakteristik dari hal yang diamatinya bahkan menjelaskan hubungan hal-hal itu dengan manusia.
2. Belajar dari Pengandaian
Anak juga dapat belajar berpikir kritis dari pengandaian-pengandaian. Anak diminta mengandaikan kejadian yang mungkin terjadi meskipun belum pernah terjadi dalam keseharian mereka. Misalnya mereka diminta untuk membayangkan apa yang terjadi jika tidak ada air, atau bayangkan jika tak ada cahaya, atau membayangkan jika tidak ada makanan, tidak ada orang tua ataupun pengandaian lain yang dapat mengembangkan cara berpikir kritis mereka.
3. Belajar tentang Kemungkinan-kemungkinan Baru
Anak juga dapat diajak untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru. Contohnya, minta anak untuk mencari cara lain untuk menulis selain menggunakan ballpoint atau pinsil. Atau anak diminta mencari kegunaan lain dari suatu benda.
4. Belajar Menemukan Kesalahan
Anak dapat diajarkan untuk menemukan kesalahan-kesalahan dari keseharian dengan menggunakan gambar. Contoh: kepada anak ditunjukkan benda tertentu yang kurang lengkap, lalu minta mereka menemukan lima kesalahan dari gambar itu. Atau kepada anak ditunjukkan gambar orang buang sampah dan ditanya apa yang salah dengan orang dalam gambar itu, mengapa salah dan bagaimana seharusnya. Untuk stimulus yang lebih kompleks dapat digunakan rangkaian gambar yang memuat beberapa kesalahan, lalu anak diminta menemukan kesalahan dalam rangkaian gambar itu. Contoh: tunjukkan serangkaian gambar yang memuat dua atau lebih anak yang berselisih dan menyelesaikan perselisihan dengan berkelahi, lalu tanya kepada mereka apa yang salah dari perilaku anak-anak dalam rangkaian gambar itu. Di sini dapat juga digunakan rangkaian gambar kecelakaan. Misalnya gambaran orang kecelakaan tabrakan sepeda atau orang terkena strum. Jawaban-jawaban anak dapat menjadi bahan diskusi yang merangsang anak untuk berpikir kritis.
5. Melengkapi Cerita
Anak juga dapat diajak untuk melengkapi cerita. Rangkaian cerita dipaparkan kepada mereka dengan beberapa ketidaklengkapan. Anak diminta untuk menemukan bagian cerita yang hilang atau tidak lengkap, kemudian diminta melengkapinya. Cerita dapat disajikan dengan dibacakan atau dilengkapi dengan gambar-gambar.
Selanjutnya berpikir kritis berkaitan dengan bahasa, maka tidak akan bisa terlepas dari empat kamahiran, yaitu kemahiran membaca, menyimak, berbicara dan menulis. Keempat komponen ini adalah hal mutlak yang harus dimiliki seseorang untuk mampu menggunakan suatu bahasa dengan baik dan benar.
Ada beberapa kegiatan yang akan menunjang peserta didik untuk memiliki sikap berpikir kritis kaitannya dengan kemahiran berbahasa, kegiatan ini bisa disesuaikan dengan tingkat pendidikannya, diantaranya adalah:
1. Madrasah Ibtidaiyyah
untuk peserta didik yang ada ditingkat madrasah ibtidaiyyah, maka ada empat kegiatan yang akan menunjang peserta didik memilki sikap untuk berpikir kritis, yaitu:
- Mendengar dan menirukan setiap huruf yang dicontohkan guru, lalu bertanya jawab tentang sifat huruf melalui permainan tebak huruf.
- Siswa diberi contoh tentang satu percakapan. Lalu diminta mempraktekkan secara berpasangan dengan temannya.
- Membaca wacana yang ditampilkan dalam slide, misanya tentang perkenalan. Lalu setiap siswa menyebutkan nama anggota keluarganya (paman, nenek, sepupu).
- Menulis setiap huruf sesuai kaidah ilmu khat. Lalu menilai benar tidaknya huruf yang dibuat temannya
2. Madrasah Tsanawiyyah
untuk peserta didik yang ada ditingkat madrasah tsanawiyyah, maka ada lima kegiatan yang akan menunjang peserta didik memilki sikap untuk berpikir kritis, yaitu:
- Menyimak wacana yang diperdengarkan dan mengidentifikasi kata yang belum difahami
- Mencari makna kata dalam kamus, secara berkelompok dan diadakan kompetisi per kelompok
- Siswa diminta membuat teks pidato berbahasa Arab sederhana secara individual, lalu mempraktekkan nya dan siswa lain diminta menilai pidato temannya dan penggunaan bahasa dalam teks pidato yang disajikan.
- Mencari ide pokok dalam sebuah wacana sederhana secara berkelompok, dan secara bergantian mengkritisi hasil kelompok lain.
- Menulis karangan sederhana tentang kegiatan sehari-hari lalu mengkritisi karangan temannya dari sisi penggunaan struktur dan kosa kata nya.
3. Madrasah Aliyah
untuk peserta didik yang ada ditingkat madrasah tsanawiyyah, maka ada lima kegiatan yang akan menunjang peserta didik memilki sikap untuk berpikir kritis, yaitu:
- Menyimak wacana yang diperdengarkan dan mencari tema / ide pokok dari wacana tersebut.
- Menganalisis dan mendiskusikan setiap tema yang disampaikan tiap kelompok dan mengkritisinya (bisa dengan metode debat)
- Secara berpasangan, siswa melakukan percakapan tentang satu topic misalnya hobi, lalu setiap 5 menit, ganti pasangan dan melanjutkan percakapan, demikian seterusnya
- Membaca wacana tentang kesehatan/rumah sakit dan mengurutkan ide pokok setiap paragraph secara berkelompok. Lalu membandingkan kondisi wacana berbahasa Arab (rumah sakit) dengan kondisi kesehatan di Indonesia
- Menulis puisi/cerpen tentang satu topik menarik misalnya cinta secara berkelompok. Lalu mengkritisi penggunaan struktur dan kosa kata hasil kelompok lain.
E. Kesimpulan
Dari urauian di atas berkaitan dengan langkah-langkah membangun berpikir kritis peserta didik, ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil, diantaranya adalah:
- Sejak kanak-kanak manusia sudah memiliki kecenderungan dan kemampuan berpikir kritis. Sebagai makhluk rasional, manusia selalu terdorong untuk memikirkan hal-hal yang ada di sekelilingnya. Kecenderungan manusia memberi arti pada berbagai hal dan kejadian di sekitarnya merupakan indikasi dari kemampuan berpikirnya.
- berpikir kritis adalah kegiatan berpikir yang mendalam, komprehensif, argumentatif, logis, dan evaluatif.
- Secara umum kegiatan-kegiatan yang bias membangkitkan berpikir kritis peserta didik adalah: melakukan observasi, dengan pangandai-andaian, meramal (memprediksi kemungkinan baru), mengkritisi kesalahan dan melengkapi cerita.
- Kaitannya dengan berpikir kritis pada pembelkajaran bahasa harus merangkum empat kemahiran, yaitu: mendengar, menyimak, membaca dan menulis.
- Kegiatan-kegiatan untuk membangun sikap berpikir pada peserta didik harus diseimbangkan dengan usia dan tingkat pendidikannya.