Makalah Hukum Menggunakan Obat Penunda Haid Saat Haji
Pendahuluan
Haji merupakan salah satu amalan tersendiri bagi kaum muslim yang dapat memberikan kesan dan gambaran tentang kejadian kelak dipadang mahsyar, karna pelik pelik aturan yang di kandungnya. Sehingga para kaum muslim sangat mendambakan akan dapat memenuhi ibadah itu, namun seiring berkembangnya zaman dan bertambahnya jumlah jama’ah yang hendak melaksanakan ibadah itu, maka tidak menutup kemungkinan kesempatanpun akan semakin sulit di dapat. Padahal banyak orang-orang yang dari segi hartanya termasu orang yang berkewajiban menunaikannya.
Banyak sekali penggambaran dalam Al-Qur’an dan Hadits mengenai keutamaan melaksanakan ibadah tersebut. Dengan dasar ini tidak terkecuali wanita rela berkorban agar dapat melaksanakan berbagai amalan dalam ibadah haji, dan agar dapat menunaikan ibadah secara penuh dengan tujuan supaya memperoleh apa yang digambarkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sebab umumnya mereka berusia subur dan tidak dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dikarenakan kedatangan tamu bulanan berupa menstruasi.
Menstruasi atau haid terjadi secara periodik pada semua perempuan sehat yang memiliki organ reproduksi sehat juga. Haid bahkan bisa menjadi indikator kesuburan. Namun siklus bulanan tersebut kerap menjadi masalah bagi wanita (sebagaimana pada kasus menunaikan ibadah haji) karean hukum islam melarang wanita yang sedang haid melakukan ibadah.
Baca Juga > Dasar Hukum Jinayah dalam Islam
Teknologi terkini dibidang terapi hormonal telah memungkinkan pengaturan waktu terjadinya haid secara tetap sesuai keinginan. Bisa dimajukan atau dimundurkan.hal tersebut dapat dilakukan dengan mengkonsumsi obat atau jamu penunda haid. Berdasarkan penjelasan diatas maka dalam tulisan ini akan kami singgung berkenaan dengan perkembangan fiqh kontemporer dalam kontek pelaksanaan ibadah haji dan penggunaan obat-obatan penunda haid bagi wanita yang sedang dalam pelaksanaan ibadah tersebut.
Pembahasan
Baca Juga > Aplikasi Haji dalam Kehidupan
Adapun hadist nabi yang menjelaskan tentang wajibnya haji ialah yang artinya ''Islam itu di bangun atas lima dasar: Syahadad, tiada tuhan melainkan Allah, dan Muhammad Rosulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, naik haji ke baitullah dan puasa bulan Ramadan.'' (HR:Bukhari dan Muslim dari Abdurrahman bin Umar bin Khatab)
Istathaa’ah atau mampu ada dua macam: Istithaa’ah mubasyarah artinya kuasa mengerjakan haji dengan dirinya sendiri dan Istithaa’ah tahshiilihi bi gairihi yaitu kemampuan melaksanakan ibadah haji dengan perantaraan orang lain.Contoh bagi seseorang yang meninggal sedang ia dalam keadaan mampu dan tercapai syarat-syarat wajib haji dan ia mempunyai harta peninggalan maka wajib di hajikan dengan harta peninggalannya dengan segera.
Dari segi medis, haid adalah suatu keadaan dimana rahim (uterus) permukaanya (endometrium) lepas disertai pendarahan (fertilisasi).
Dipermukaan rahim yang penuh luka-luka, terjadi pelepasan permukaan yang selanjutnya akan diikuti oleh pembaharuan permukaan rahim itu. Hal tersebut dapat terjadi antara lain karena pengaruh hormon-hormon yang dikeluarkan oleh kalenjer wanita. Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa haid adalah darah yang keluar dari rahim pada semua perempuan yang sehat alat reproduksinya. Bukan karena penyakit atau benturan kecelakaan. Haid juga bisa dijadikan indikator kesuburan. Namun siklus bulanan tersebut kerap menjadi masalah bagi perempuan karena hukum islam melarang perempuan yang sedang haid melakukan ibadah. Wanita yang sedang haid dilarang melakukan 6 kegiatan yaitu: 1. Thawaf, 2. Sholat, baik wajib maupun sunnah, 3. Berdiam diri didalam mesjid, 4. Memegang dan membaca Al-Quran, 5. berpuasa, 6. Bersenggama. Kegiatan- kegiatan dalam ibadah haji seperti Sa’i, wukuf, Mabit, melontar jumrah, dan memotong rambut boleh dilakukan dalam keadaan haid.
Pada dasarnya ada dua faktor yang menjadi alasan bagi wanita untuk memakai obat pengatur siklus haid, yaitu: Untuk keperluan ibadah dan untuk keperluan diluar ibadah. Penggunaan pil penunda haid dibagi menjadi dua:
Perkembangan ilmu kedokteran menawarkan obat menunda haid dalam berhaji. Sehingga dapat melakukan thawaf dan rukun haji lainya bersama dimekkah, serta dapat sholat arba’in dimadinah sebagaimna yang diinginkan. Tanpa terhalang haid, sehingga calon jemaah haji dapat menunaikan ibadah haji dengan sempurna.
Adapun aspek hukumnya terdapat berbagai pendapat para ulama. Syekh Mar’i Al Maqdisy Al-Hanbali, Syaikh Ibrahim bin Muhammad (keduanya ahli fiqih madzhab Hanbali) dan yusuf Al- Qardawy (Ahli fiqih Kontemporer) berpendapat bahwa wanita yang mengkhawatirkan hajinya tidak sempurna, maka dia boleh menggunakan obat menunda hainya. Alasan mereka adalah karena wanita itu sulit menyempurnakan hajinya, sedangkan teks atau dalil yang melarang menunda haid itu tidak ada. Selain itu Majlis Ulama Indonesia (MUI) dalam sidang komosi fatwanya pada tahun 1984 menetapkan, bahwa untuk kesempurnaan dan kekhusyu'an seorang wanita dalam melaksanakan ibadah haji hukunya adalah mubah (boleh) para fuqaha ( ulama ahli fiqih) mayoritas sependapat menunda haid untuk berhaji dengan obat-obatan. Hal ini sebagaimana dasar kaidah fiqhiyyah yang menyatakan, pada dasarnya segala sesuatu hukumnya mubah sampai ada dalil yang melarangnya.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa istilah mampu atau istathaa’ah bukan berarti dalam segi fisik semata tetapi juga dalam segi yang lain yaitu yang mencakup waktu dan juga kesempatan,kemudian mengenai penggunaan obat-obat penunda haid atau mengkonsumsi obat siklus menstrulasi dalam ibadah haji hukumnya di perbolehkan pendapat inilah yang di sepakati para ulama’, dengan syarat jika jenis obat yang digunakan tersebut tidak menimbulkan mudharat bagi seseorang yang menggunakannya.
Wallahu a’lamu bi Ash-Shawwab
PUSTAKA
v Rasyjidi.H.sulaiman.Fiqh islam,PT.Sinar baru argensindo offset: Bandung
v Arsyd.M,al-Banjari.Sabilal muhtadin,Terj.Asywadi syukur. Drs.Lc: PT. Bina ilmu. Surabaya
v Kawakib, Nurul. Menunda haid untuk berhaji. 2009.
v Sabiq.sayyid, Fiqhu as-sunah:PT.Al-maarif, bandung.
[1]H.Sulaiman rasyjidi,Fiqh islam……..hal.343
[2] Syaikh .M.Arsyad al-Banjari,kitab sabila al muhtadin…….hal. 247
[3] Al-Qur’an dan terjemahannya,Dep.RI…..hal. 62
[4] Ibid………hal .196
[5] H.Sulaiman rasyjidi, Fiqh islam……..hal.346
Pendahuluan
Haji merupakan salah satu amalan tersendiri bagi kaum muslim yang dapat memberikan kesan dan gambaran tentang kejadian kelak dipadang mahsyar, karna pelik pelik aturan yang di kandungnya. Sehingga para kaum muslim sangat mendambakan akan dapat memenuhi ibadah itu, namun seiring berkembangnya zaman dan bertambahnya jumlah jama’ah yang hendak melaksanakan ibadah itu, maka tidak menutup kemungkinan kesempatanpun akan semakin sulit di dapat. Padahal banyak orang-orang yang dari segi hartanya termasu orang yang berkewajiban menunaikannya.
Banyak sekali penggambaran dalam Al-Qur’an dan Hadits mengenai keutamaan melaksanakan ibadah tersebut. Dengan dasar ini tidak terkecuali wanita rela berkorban agar dapat melaksanakan berbagai amalan dalam ibadah haji, dan agar dapat menunaikan ibadah secara penuh dengan tujuan supaya memperoleh apa yang digambarkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sebab umumnya mereka berusia subur dan tidak dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dikarenakan kedatangan tamu bulanan berupa menstruasi.
Menstruasi atau haid terjadi secara periodik pada semua perempuan sehat yang memiliki organ reproduksi sehat juga. Haid bahkan bisa menjadi indikator kesuburan. Namun siklus bulanan tersebut kerap menjadi masalah bagi wanita (sebagaimana pada kasus menunaikan ibadah haji) karean hukum islam melarang wanita yang sedang haid melakukan ibadah.
Baca Juga > Dasar Hukum Jinayah dalam Islam
Teknologi terkini dibidang terapi hormonal telah memungkinkan pengaturan waktu terjadinya haid secara tetap sesuai keinginan. Bisa dimajukan atau dimundurkan.hal tersebut dapat dilakukan dengan mengkonsumsi obat atau jamu penunda haid. Berdasarkan penjelasan diatas maka dalam tulisan ini akan kami singgung berkenaan dengan perkembangan fiqh kontemporer dalam kontek pelaksanaan ibadah haji dan penggunaan obat-obatan penunda haid bagi wanita yang sedang dalam pelaksanaan ibadah tersebut.
Pembahasan
A. HajiHaji asal ma’nanya ialah Qashad “menyengaja sesuatu”. Haji disini (menurut syara’) adalah Qasshada al-ka’bata linnusuki al -aaati yaitu mengqashadkan ka’bah memperbuat ibadah yang lagi akan datang keterangannya. Dengan perkataan lain haji ialah “sengaja mengunjungi ka’bah (Rumah suci) untuk melakukan beberapa amal ibadah,dengan syarat-syarat yang tertentu”.
B. Permulaan wajib hajiPendapat Ulama’ dalam hal menentukan permulaan wajib haji ini tidak sama: sebagian mereka mengatakan haji di wajibkan sebelum hijrah, dan sebagian lagi mengatakan di fardhukan pada tahun petama hijrah, dan yang lain lagi mengatakan pada tahun ke dua hijrah. Demikianlah terjadi perbedaan pendapat mengenai tahun di wajibkan haji sampai ada yang mengatakan pada tahun ke sepuluh hijrah. Namun pendapat yang benar ialah wajib haji itu pada tahun ke enam hijrah, tetapi Rasul baru melaksanakannya pada tahun ke sepuluh. Dalil yang menetapkan bahwa haji termasuk rukun islam sebelum adanya ijma’ adalah dari beberapa ayat Al-quran dan beberapa buah Hadist yang di antaranya firman Allah yang artinya ”Dan karena Allah di wajibkan atas manusia melakukan haji ke Bait bagi yang mampu melakukannya ke sana”. (QS:Ali imran 97). Pada ayat yang lain Allah juga berfirman ”Dan sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah”. (QS:Al-Baqarah.196).
Baca Juga > Aplikasi Haji dalam Kehidupan
Adapun hadist nabi yang menjelaskan tentang wajibnya haji ialah yang artinya ''Islam itu di bangun atas lima dasar: Syahadad, tiada tuhan melainkan Allah, dan Muhammad Rosulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, naik haji ke baitullah dan puasa bulan Ramadan.'' (HR:Bukhari dan Muslim dari Abdurrahman bin Umar bin Khatab)
C. Syarat wajib hajiSyarat wajib haji ada empat macam : Pertama yang mengerjakannya beragama islam oleh karena itu tidaklah wajib bagi orang yang tidak islam. Tetapi wajib bagi orang yang murtad kalau ia di anggap mampu ketika murtadnya sesudah ia kembali menganut islam, sekalipun sesudah berislam ia kembali tidak mampu. Kedua ialah ia mukallaf yaitu berakal dan baligh, karena itu tidaklah wajib haji bagi orang gila dan anak-anak. Ketiga hendaknya ia merdeka maka tidaklah wajib haji bagi budak. Keempat istatha’ah yakni kuasa mengerjakan haji maka tidaklah wajib bagi orang yang tidak kuasa.
Istathaa’ah atau mampu ada dua macam: Istithaa’ah mubasyarah artinya kuasa mengerjakan haji dengan dirinya sendiri dan Istithaa’ah tahshiilihi bi gairihi yaitu kemampuan melaksanakan ibadah haji dengan perantaraan orang lain.Contoh bagi seseorang yang meninggal sedang ia dalam keadaan mampu dan tercapai syarat-syarat wajib haji dan ia mempunyai harta peninggalan maka wajib di hajikan dengan harta peninggalannya dengan segera.
D. Tinjauan hukum islam tentang penggunaan obat penunda haid dalam perjalanan haji
- 1). Pengertian haid
Dari segi medis, haid adalah suatu keadaan dimana rahim (uterus) permukaanya (endometrium) lepas disertai pendarahan (fertilisasi).
Dipermukaan rahim yang penuh luka-luka, terjadi pelepasan permukaan yang selanjutnya akan diikuti oleh pembaharuan permukaan rahim itu. Hal tersebut dapat terjadi antara lain karena pengaruh hormon-hormon yang dikeluarkan oleh kalenjer wanita. Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa haid adalah darah yang keluar dari rahim pada semua perempuan yang sehat alat reproduksinya. Bukan karena penyakit atau benturan kecelakaan. Haid juga bisa dijadikan indikator kesuburan. Namun siklus bulanan tersebut kerap menjadi masalah bagi perempuan karena hukum islam melarang perempuan yang sedang haid melakukan ibadah. Wanita yang sedang haid dilarang melakukan 6 kegiatan yaitu: 1. Thawaf, 2. Sholat, baik wajib maupun sunnah, 3. Berdiam diri didalam mesjid, 4. Memegang dan membaca Al-Quran, 5. berpuasa, 6. Bersenggama. Kegiatan- kegiatan dalam ibadah haji seperti Sa’i, wukuf, Mabit, melontar jumrah, dan memotong rambut boleh dilakukan dalam keadaan haid.
- 2). Obat Penunda Haid
Pada dasarnya ada dua faktor yang menjadi alasan bagi wanita untuk memakai obat pengatur siklus haid, yaitu: Untuk keperluan ibadah dan untuk keperluan diluar ibadah. Penggunaan pil penunda haid dibagi menjadi dua:
- Memajukan saat haid. Dengan cara meminum pil atau tablet yang hanya berisi hormon estrogen atau kombinasi pada hari kelima pada siklus haid dari hari ke dua sampai hari ketiga sebelum datangnya haid yang diinginkan karena haid yang biasa disebut pendarahan putus obat (Withdraw Bleeding) akan terjadi dua sampai tiga hari setelah obat habis
- Menunda saat haid. Dengan cara meminum pil yang hanya berisi progesteron atau kombinasi pada hari sebelum haid berikutnya datang sampai pada hari ke dua sebelum haid yang diinginkan. Karena biasanya haid itu akan datang setelah dua hari penghentian pil tersebut.
- 3). Hukum Menunda Haid dalam Pelaksanaan Ibadah Haji
Perkembangan ilmu kedokteran menawarkan obat menunda haid dalam berhaji. Sehingga dapat melakukan thawaf dan rukun haji lainya bersama dimekkah, serta dapat sholat arba’in dimadinah sebagaimna yang diinginkan. Tanpa terhalang haid, sehingga calon jemaah haji dapat menunaikan ibadah haji dengan sempurna.
Adapun aspek hukumnya terdapat berbagai pendapat para ulama. Syekh Mar’i Al Maqdisy Al-Hanbali, Syaikh Ibrahim bin Muhammad (keduanya ahli fiqih madzhab Hanbali) dan yusuf Al- Qardawy (Ahli fiqih Kontemporer) berpendapat bahwa wanita yang mengkhawatirkan hajinya tidak sempurna, maka dia boleh menggunakan obat menunda hainya. Alasan mereka adalah karena wanita itu sulit menyempurnakan hajinya, sedangkan teks atau dalil yang melarang menunda haid itu tidak ada. Selain itu Majlis Ulama Indonesia (MUI) dalam sidang komosi fatwanya pada tahun 1984 menetapkan, bahwa untuk kesempurnaan dan kekhusyu'an seorang wanita dalam melaksanakan ibadah haji hukunya adalah mubah (boleh) para fuqaha ( ulama ahli fiqih) mayoritas sependapat menunda haid untuk berhaji dengan obat-obatan. Hal ini sebagaimana dasar kaidah fiqhiyyah yang menyatakan, pada dasarnya segala sesuatu hukumnya mubah sampai ada dalil yang melarangnya.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa istilah mampu atau istathaa’ah bukan berarti dalam segi fisik semata tetapi juga dalam segi yang lain yaitu yang mencakup waktu dan juga kesempatan,kemudian mengenai penggunaan obat-obat penunda haid atau mengkonsumsi obat siklus menstrulasi dalam ibadah haji hukumnya di perbolehkan pendapat inilah yang di sepakati para ulama’, dengan syarat jika jenis obat yang digunakan tersebut tidak menimbulkan mudharat bagi seseorang yang menggunakannya.
Wallahu a’lamu bi Ash-Shawwab
PUSTAKA
v Rasyjidi.H.sulaiman.Fiqh islam,PT.Sinar baru argensindo offset: Bandung
v Arsyd.M,al-Banjari.Sabilal muhtadin,Terj.Asywadi syukur. Drs.Lc: PT. Bina ilmu. Surabaya
v Kawakib, Nurul. Menunda haid untuk berhaji. 2009.
v Sabiq.sayyid, Fiqhu as-sunah:PT.Al-maarif, bandung.
[1]H.Sulaiman rasyjidi,Fiqh islam……..hal.343
[2] Syaikh .M.Arsyad al-Banjari,kitab sabila al muhtadin…….hal. 247
[3] Al-Qur’an dan terjemahannya,Dep.RI…..hal. 62
[4] Ibid………hal .196
[5] H.Sulaiman rasyjidi, Fiqh islam……..hal.346