''Berdiam dirilah di hadapan Tuhan dan nantikanlah Dia; jangan marah karena orang yang berhasil dalam hidupnya, karena orang yang melakukan tipu daya (Mazmur 37:7)
Seorang ibu berucap kepada penulis, ''Aneh, ya, orang yang jahat itu hidupnya lebih bahagia ketimbang orang yang baik. Orang yang jelas-jelas melakukan tindak korupsi, justru hidupnya serba makmur dan lancar, rasanya bikin iri hati saja.'' Tentu ucapan itu mengherankan, sebab bertentangan dengan ajaran agama pada umumnya. Sayangnya, kenyataan di tengah masyarakat, sering membenarkan ucapan itu.
Bersyukur bahwa dalam Mazmur pasal 37, Raja Daud mengemukakan agar orang jangan marah, juga jangan iri hati jika menjumpai orang yang sukses, berhasil, dan jalan hidupnya serba-lancar, kendati dengan cara yang menyimpang dari ajaran agama. Memang muncul pertanyaan, ''Mengapa orang semacam itu dibiarkan panjang umur dan bebas melakukan berbagai macam perbuatan jahat? Lantas, apa ganjaran bagi orang yang berbuat baik?'' Terasa ada ketidak-adilan terjadi sehingga muncul pameo ''orang jujur hancur, orang tak jujur makmur''. Juga jangan iri hati jika ditengah masyarakat kita jumpai peristiwa orang saleh disalahkan, sedangkan orang salah dibenarkan sehingga orang bertanya, ''Tuhan ada dimana?'' Itulah rahasia ilahi yang tak mudah kita pahami.
Pesan Raja Daud agar orang berdiam diri di hadapan Tuhan dan menantikan Dia. Kita tak boleh menggerutu dan ngomel, apalagi marah-marah terhadap Tuhan seraya mengatakan bahwa Tuhan itu tidak adil. Tentu tindakan itu salah, sebab kita bukan Tuhan dan kita tak berhak bersikap demikian. Tuhan juga lebih tahu apa yang akan dilakukan-Nya sehinggga Dia jauh lebih bijaksana ketimbang kita, manusia yang terbatas. Oleh sebab itu, hendaknya kita berdiam diri menanti apa yang Tuhan akan lakukan, baik terhadap orang itu, maupun diri kita. Kita belajar memahami Tuhan dan Tindakan yang dilakukan-Nya. Beberapa kemungkinan yang hendak Ia lakukan, misalnya beri kesempatan, sejauh mana orang yang menyimpang itu mengumbar perbuatannya yang jahat, sampai ia bertobat pada suatu hari. Atau, Tuhan menguji kita, sejauh mana kita dapat bertahan dengan sikap hidup yang baik dan benar, sekalipun diiming-imingi kebahagiaan orang yang tidak benar itu. Kemungkinan lain, Tuhan akan bertindak keras dengan menghukum dia, entah dengan sesuatu penyakit, kegagalan usaha, atau tertimpa oleh musibah. Pendek kata, ada 1.001 macam cara bagi Tuhan untuk menyikapi perbuatan orang yang tidak benar itu.
Kita jangan marah, agar kita tidak melampiaskan kebencian kepada orang yang tidak benar. Atau, kita menjadi hakimatas diri orang itu. Padahal, kita manusia yang juga tidak luput dari berbagai kesalahan lainnya. Singkatnya, pada dasarnya kita tidak lebih baik daripada orang itu sehingga kita tak boleh menghakiminya. Terhadap kenyataan itu, hendaknya kita mawas diri agar kita tidak menjadi sombong, seolah-olah kitalah orang-orang yang terbaik di hadapan Tuhan. Semestinya, kita menata jalan hidup kita dengan sebaik-baiknya agar kita tidak jatuh ka dalam penyimpangan yang sama. Bahkan, hendaknya kita bersikap rendah hati dan bersyukur bahwa kita menjalani hidup dengan sikap taat kepada ajaran agama. Kita jangan berbuat jahat terhadap orang lain. Begitu pula kita tidak merencanakan perbuatan yang akan merugikan orangg lain. Dengan demikian, kita berlomba-lomba dalam menaati perintah Tuhan.
Kita menempuh hidup di dunia hanya satu kali. Hendaknya kita makin bijak menghadapi lika-liku kehidupan yang kita jalani. Bersabarlah menghadapi orang yang tidak menyenangkan hati kita. Bukankah Tuhan memberikan sinar matahari dan air hujan kepada semua orang, baik kepada orang yang benar, maupun kepada orang yang tidak benar? (Matius 5 : 44,45. Kita percaya bahwa pada akhir hidup setiap orang, hanya Tuhanlah yang menjadi hakim atas umat manusia. Kita percaya, pasti Dia akan mengadili manusia dengan seadil-adilnya.