--Selamat Hari Tanpa Tembakau Sedunia--Wanita merokok dulu seronok, kini menjelmakan modernisasi. Angka perokok wanita kian melonjak. Namun mampukah ameliorasi (perluasan makna) rokok menjadi justifikasi konsumsinya dan mensupresi (mengendalikan) akibatnya di masyarakat?
Di Indonesia sebanyak 61 juta (36,1%) orang merokok pada tahun 2011, terdiri atas 67% pria dan 4,5% wanita. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) memaparkan damapak rokok bagi kesehatan. Penyakit kronis muncul 25 tahun setelah onset (rentang waktu) merokok sehingga efek negatif konsumsi rokok sejak 1970-an baru mencuat. Rokok merenggut 225.000 jiwa tiap tahun.
Dari aspek sosio-ekonomi, Global Adult Tobacco Survey (GATS) menyaksikan orang Indonesia menggelontorkan 11,5% pendapatan untuk rokok, lebih besar dari belanja makanan (11%), pendidikan (3,2%), dan kesehatan (2,3%)2. Padahal pengeluaran harian kaum miskin untuk rokok dapat menambah 500 kalori makanan untuk 1-2 anak mereka. Selain itu, penyakit terkait rokok membunuh terutama pada kalangan usia produktif. Akibatnya, keluarga yang ditinggalkan minim penghasilan, membebani biaya pelayanan kesehatan dan menghambat laju pertumbuhan ekonomi.
Sayangnya, kontrol tembakau di Indonesia masih lemah. Usaha pemerintah memasang peringatan bergambar akan bahaya merokok sejak 2014 belum membuahkan hasil. Sebanyak 42% perokok tidak percaya dan 28% buang muka melihat peringatan tersebut. Anak-anak lelaki di daerah Jawa bahkan dapat mengulangi pesan kesehatan di bungkus rokok, tetapi yakin merokok 1-2 bungkus sehari tidak berbahaya.
Nyatanya, merokok 1-4 batang sehari meningkatkan risiko kematian akibat penyakit jantung dan kanker. Jelaslah bila masyarakat tidak buta, melainkan menutup mata terhadap kampanye terkait bahaya rokok. Rokok, apa pun jenisnya, lahap menggerogoti masyarakat Indonesia.
Terdapat 4.000 zat kimia berbahaya dalam sebatang rokok, di mana 50 diantaranya pemicu kanker. Tembakau dalam rokok mengandung nikotin, zat adiktif setara heroin dan kokain. Sejumlah 88% perokok menggunakan kretek, kombinasi tembakau dan cengkeh. Kretek mengandung pengawet seperti buah-buahan dan tanaman yang aman ditelan, namun efeknya jika dibakar dan diisap belum diketahui. Rokok putih yang hanya mengandung tembakau juga mengandung pengawet guna mengebaskan tenggorokan, menyamarkan bau, serta memperkuat efek adiktif nikotin. Aliran darah koroner pada non-perokok turun signifikan setelah 30 menit paparan terhadap rokok yang berakibat pada penyakit vaskuler.
Berbagai inovasi pun diciptakan untuk membuat rokok terkesan ''aman'', seperti rokok mentol dan e-cigarette. American Cancer Society (ACS) menyatakan bahwa sensasi dingin membuat rokok mentol lebih berbahaya. Mentol menekan refleks batuk dan rasa kering di tenggorokan. Perokok mentol merasa nyaman menghirup dalam dan menahan asap lebih lama, akibatnya menghadapi destruksi fisik lebih hebat dan lebih sulit berhenti. Di lain pihak, US Food and Drug Administration (FDA) menemukan bahan karsinogenik pada sebagian e-cigarette yang di uji, misalnya diethylene glycol yang merupakan zat anti-beku beracun. E-cigarette merusak paru dalam jangka pendeek sebagaimana rokok biasa.
Lantas, siapa yang patut dipersalahkan atas belenggu rokok di Indonesia? Pemerintah telah jadi bulan-bulanan karena menjadikan Indonesia satu-satunya negara Asia yang belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Akan tetapi, mereka tidak sendiri. Bersama kita dapat lantang menyuarakan Indonesia bebas rokok dengan mengajak para perokok untuk berhenti dan non-perokok agar tidak cukup gegabah untuk memulai.
Berjuta manfaat menanti di luar jerat rokok. Manfaat pribadi meliputi tubuh bugar, gigi dan kulit cerah, serta perasaan bahagia karena berkurangnya batuk. Dua pulih menit setelah berhenti merokok denyut jantung melambat. Dalam 1-2 hari sisa nikotin dieliminasi dari tubuh, bahkan 15 tahun berhenti risiko penyakit jantung koroner dan kematian kembali pada tingkat non-perokok. Sementara itu, manfaat sosial termasuk nyaman berada di area bebas rokok, lebih produktif, sarta mampu berinteraksi baik dengan non-perokok dan anak-anak.
Berhenti merokok dapat dimulai dengan menetukan tanggal berhenti, meminta dukungan orang sekitar, menyingkirkan rokok dari rumah, mobil dan tempat kerja, serta mengantisipasi tantangan, misalnya gejala lepas rokok. Menurut ACS, gejala lepas rokok adalah perubahan fisik dan mental akibat berhentinya pasokan nikotin ke otak secara tiba-tiba. Adaptasi tubuh ini dapat berupa nyeri kepala, gelisah, batuk, sulit konsentrasi, nafsu makan meningkat, flu, perubahan emosi dan insomania. Gejala ini bertahan 1-2 menit selama 2-4 minggu. Metode 4T dari WHO dapat membantu mengatasinya, yaitu tunda selama mungkin keinginan merokok, tarik nafas dalam-dalam agar relaks, telan air putih dan temukan hal lain untuk dikerjakan. Terapi pengganti nikotin berbentuk plester dan permen karet kini juga tersedia guna mempermudah perjuangan untuk lepas dari rokok.
--Selamat Hari Tanpa Tembakau Sedunia--Kebanyakan orang yang mencoba berhenti merokok kembali setelah 2 minggu. Untuk iru, perlu beberapa kali usaha. Kuncinya, pertahankan komitmen. Berikan semangat bagi orang terdekat yang mencoba berhenti merokok. Jika Anda ayah atau ibu yang merokok, mari menumbuhkan generasi anti-rokok dengan menjadi teladan. Jika Anda seorang suami atau istri yang merokok, sadari bahwa turut menghanguskan paru orang-orang tercinta. Jika Anda seorang pemuda atau pemudi yang merokok, kenang waktu dan uang unruk masa depan yang Anda sia-siakan demi sebatang rokok. Jika Anda merokok saat stres, yakinlah bahwa rokok tidak menuntaskan masalah Anda. Mari hidup sehat tanpa rokok. Toh, label ''merokok membunuhmu'' bukan formalitas belaka. Selamat Hari Bebas Rokok Sedunia/ Selamat Hari Tanpa Tembakau Sedunia.