Sepanjang sejarah peradaban manusia, kekerasan tidak pernah menyelsaikan masalah. Bahkan membuat kondisi semakin tidak menentu dalam segala sektor kehidupan, baik sosial, politik maupun ekonomi serta membuka peluang konflik sosial ditengah-tengah masyarakat. Perlu disadari, bangsa ini tidak cukup dibangun dengan fanatisme kepada seseorang. Kita tidak boleh menafikan orang lain dengan segala kekurangannya.
Tampilnya Joko Widodo sebagai presiden ketujuh dan Jusuf Kalla sebagai wakil presiden harus kita sambut dengan positive thinking guna mewujudkan Indonesia baru dan harapan baru yang lebih baik. Tidak bisa dipungkiri, dalam realitas hidup manusia, politik sering menjadi sumber dan komoditas konflik atas nam agama. Joko Widodo dan Jusuf Kalla adalah manusia yang penuh dengan keterbatasan dan kekurangan. Tentunya harus tampil memimpin dengan hati dan pikiran serta sabar dalam mengelola sebuah negara besar Indonesia yang berpenduduk 253 juta jiwa lebih dan luas wilayahnya sekitar 5.193.250 km persegi. Sarana kepemimpinan adalah dada yang lapang, lemah lembut serta harus didukung cedas secara intelelektual dan cerdas secara emosional . Sebab, sikap kasar hanya melahirkan antipati. Sikap emosional hanya mengundang kebencian. Sebaliknya, sikap kasih sayang mampu membuat lunak hati yang keras, menarik simpati orang lain, dan membuat nyaman mereka yang berada didekat kita.
Joko Widodo dan Jusuf Kalla perlu mengetahui dan menyadari bahwa kelemah-lembutan membawa segudang kebaikan. Artinya, siapa saja yang jauh dari kelemah-lembutan akan dijauhi kebaikan, walaupun presiden dan wakil presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. Sebagaimana pesan suci Al-quran dalam surat Ali Imran ayat 159, ''Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkan-lah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarah-lah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkal-lah kepada Allah. Sesungguhnya Aallah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.''
Ayat itu mengabadikan keberhasilan dakwah Rasulullah dalam membangun tatanan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, tentram, aman, demokratis, dan terbuka. Sebab, Rasulullah menjadikan kelembutan dan kasih sayang sebagai panglima dalam membangun tatanan masyarakat. Minimnya tokoh yang patut diteladani, hilangnya rasa malu sebagian masyarakat, serta terampasnya norma hukum melahirkan anarkisme sosial yang lebih menyedihkan. Hampir tak ada nilai-nilai penghalang orang-orang melakukan kekerasan. Semua itu terjadi karena minimnya tokoh panutan sehingga masyarakat dilanda krisis keteladanan, berkembang menjadi kehilangan berfikir secara sehat, gampang emosi. Padahal, yang dibutuhkan adalah nurani bukan emosi. Iman melemah, moral tak jalan. Kerisauan menghadapi hidup, kerancuan berpikir, dan hilangnya daya objektifitas dalam memandang suatu masalah harus diantisipasi melalui pengamalan agama secara berkesinambungan.
Jika kelembutan dan kasih sayang kita jadikan panglima dalam mengelola sebuah negara, apa yang namanya dukungan rakyat akan hadir, keadilan dan kesejahteraan tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Ketika seorang pemimpin tampil sebagai tokoh panutan, mampu menyelaraskan ucapan dan tindakan, partisipasi serta dukungan rakyat akan menguat. Secara otomatis program-program pemerintah akan berjalan dengan baik di tengah-tengah masyarakat. Kasih sayang sifat yang indah dan lembut. Ia dapat meluluhkan kebekuan hati yang sering dirasuki dengki dan kesesatan. Siapa yang memiliki sifat itu pasti menjadi orang besar. Joko Widodo dan Jusuf Kalla serta kita semua mari kita berguru kepada sejarah. Bahwa Rasulullah SAW pernah dihadapkan pada siksaan dan tindakan represif dari kaum musyrikin di awal-awal dakwahnya. Akan tetapi ,kasih sayang beliau mendahului kemarahan beliau terhadap mereka. Apalagi saat ditawari untuk membalas dendam masa lalu, beliau lebih memilih menebar kedamaian. Pernah suatu kali Abu Hurairah memohon kepada Rasulullah untuk mendo'akan keburukan kepada kaum musyrikin. Beliau menanggapinya dengan kata-kata yang begitu menyentuh, ''Aku tidak diutus menjadi tukang laknat. Aku diutus sebagai penyebar rahmat (HR Muslim).''
Sungguh suatu sikap yang agung, bukan hanya itu, saat berada dipuncak kejayaan dan mampu membalas setiap kezaliman yang dideritanya, Rasulullah malah tidak melakukannya. Itu terjadi setelah penaklukan mekkah. Saat itu beliau mengampuni semua pihak yang telah menyakiti dan membunuh para sahabatnya. Rasulullah SAW bersabda,''Tidak ada balas dendam (atas kesalahan) saat ini. Allah mengampuni kalian, dan Allah maha penyayang dari siapa saja yang memiliki sifat kasih sayang (HR Baihaqi dan An-Nasaai).''
Demikianlah, bila kita berusaha mencari cinta dan simpati dari orang lain, kita harus memahami satu kaidah : Orang yang tidak memiliki sesuatu tidak akan bisa memberikan sesuatu tersebut. Karena itu, jangan pernah bermimpi dicintai dan mendapat simpati masyarakat jika pribadi kita masih kolot, keras, kaku, serta jauh dari lemah lembut dan kasih sayang. Jangan pernah bermimpi menggunakan tongkat komando bila kita masih melakukan kekerasan atau aksi-aksi anarkistis saat berinteraksi dengan masyarakat.